🥀__🥀
"Explain!!" Jonathan menatap lurus Diana yang menunduk didepannya. Sejak mereka sepakat untuk berbicara diluar rumah sakit, Diana sama sekali tidak mengeluarkan suara. Ia memang berharap suatu saat itu akan bertemu lagi dengan suaminya, tapi tidak dalam kondisi seperti ini. Terlalu tiba-tiba dan menyesakkan.
"Jelasin Di, kita punya anak kembar?? Jelasin sama aku alasan kamu pergi tanpa pamit, dan malah nyerahin anak kita. Lalu?? Sebenarnya anak kita kembar?? Jadi karena itu kamu sengaja ngirim salah satunya biar adil?? Gitu Di?? Gak kepikiran kamu kalau mereka butuh sosok orang tua yang lengkap??"
"Gak gitu mas.." Diana mulai terisak. Dadanya sesak.
"Trus gimana?? Aku ada salah sama kamu? Aku gak cukup meyakinkan buat jadi suami yang baik versi kamu?? Gimana Di?? Aku bingung kamu pergi mendadak, aku kehilangan arah Di" Jonathan juga ikut terisak. Sejak dahulu, mereka memang hanya bisa menunjukan sedih mereka kepada satu sama lain. Jonathan hanya bisa menangis di pelukan Diana dan Diana yang hanya bisa mencurahkan segala isi hatinya kepada Jonathan.
"Bertahun-tahun Di, aku bingung. Gimana nasib pernikahan kita, gimana hidup kamu selama ini. Apakah kamu sudah menikah dan hidu——"
"Aku gak mungkin nikah sama orang lain Mas, kamu tahu itu!!" Diana cepat memotong kalimat Jonathan sebelum lelaki itu mengeluarkan kalimat lain yang mungkin bisa menyakiti perasaan keduanya.
"Malem itu, ibu kamu datengin aku Mas. Dia bilang aku penghambat bisnis kamu. Dia bilang kamu gak mau ngurus perusahaan karena anak kita yang sebentar lagi lahir. Kehidupan kamu setelah menikahi aku gak ada perubahan, malah setiap hari akan semakin sulit. Aku gak bisa Mas, aku gak tega lihat kamu menderita. Aku pergi karena aku gak mau jadi penghambat kamu Mas"
"Di" Jonathan langsung menjatuhkan dirinya untuk bersimpuh di hadapan Diana. Meskipun Diana dengan cepat menahannya tapi ia tetap pada pendiriannya.
"Aku gak pernah punya pikiran kamu itu penghambat Di. Padahal kamu sendiri yang bilang manusia itu berproses Di. Trus kenapa kamu tega ninggalin aku?? Kamu tega ngebiarin aku berproses sendiri. Bahkan kamu saja baru lihat betapa gak becusnya aku jadi Papi Di. Apa yang anak aku gak bisa konsumsi aja aku gak tahu", Pundak Jonathan bergetar. Lelaki itu menangis sejadi-jadinya. Hatinya hancur ketika mengetahui alasan Diana yang sebenarnya meskipun ia sempat menebak-nebak.
"Aku Papi yang gak baik, aku yang paling buruk. Di, ngurus Dona satu aja aku segak becus ini. Gimana caranya aku bisa jadi Papi yang baik untuk si kembar" Jonathan mulai menarik rambutnya, dan sesekali memukuli kepalanya. Kebiasaan Jonathan kala ia sedang kehilangan arah. Diana jelas tahu itu, makanya sekarang ia bergerak mendekap tubuh besar Jonathan. Menenangkan lelaki itu agar tidak menyakiti dirinya lebih jauh lagi.
🥀__🥀
"Kayaknya aku deh yang kakak"
"Enak aja, gue yang kakak! Mana ada kakak kelemat kelemot kayak elu!"
Mata Kaesa membola tidak terima, sekuat tenaga ia memukul Dona sebagai peringatan kalau Kaesa itu tidak lemot.
"Sakit anjir, jangan sampai alergi gue kambuh trus gue masih harus dirawat soalnya abis di aniaya"
"Makanya, kamu sih!! Ngeselin banget"
"Hadehhhhh" Marka menghembuskan nafas pelan, ia sudah lelah menghadapi Kaesa dan Dona. Padahal dulu niatnya ia akan mengerjai Dona dan Kaesa dengan menjahili mereka secara beramaan. Tapi siapa sangka kalau ternyata Kaesa dan Dona lah yang membuat kepalanya pusing.
"Lo berdua kalau gak diem gue panggilin Jean lagi!!"
"Dih najis, ngapain manggil dia!"
"Gak perduli"
Jawaban keduanya yang serempak tapi berbeda itu membuat Marka terbahak.
"Lo gemesin bangetttt" Marka mencubit pipi Kaesa, dan berhasil membuat gadis itu semakin kesal.
Kaesa kesal karena Dona yang kembali pada sifat menyebalkannya, padahal dulu rasanya ketika mereka bertukar, sifat Dona sudah mulai melembut sedikit.
Pintu ruangan mereka terbuka, Diana muncul seorang diri. Tampilannya sedikit lebih rapi tapi matanya jelas sekali mengatakan kalau wanita itu baru saja menangis. Tahu kalau mereka bertiga butuh waktu, Marka perlahan meninggalkan ruangan.
Langkah Diana berhenti didepan ranjang Dona, ditatapnya Dona lama. Sedangkan yang ditatap mengalihkan pandangan, sejak langkah pertama Diana masuk, Dona sudah mulai menangis lagi.
Karena Dona menangis, jadi Diana bergerak pelan-pelan untuk menyatukan ranjang kedua putrinya, setelahnya baru ia ikut bergabung. Kalau Dona dan Kaesa berbaring maka ia duduk diantara keduanya.
"Ibu kangennn" Memeluk Diana.
"Ibu juga kangen, bahkan sama Dona yang selama ini tinggal sama ibu aja ibu masih kangen" Kaesa dan Diana sama-sama mengalihkan tatapannya pada gadis itu. Sekarang Dona tidak lagi membuang pandangan, ia juga membalas menatap Diana. Tatapannya pedih, sangat berbeda dengan tatapan menusuk yang selalu ia keluarkan.
"Kenapa bu??"
"Ap——"
"Ibu kenapa buang aku? Ibu kenapa nyerahin aku ke Papi?? Kenapa ibu gak mau rawat aku??"
🥀__🥀
Ini aku mau natal, mau lebaran, sibuknya masih sama aja😌😌😌😌