09

1.1K 185 8
                                    

🥀__🥀

Satu yang Kaesa tidak tahu tentang kebiasaan-kebiasaan orang kaya adalah pesta tanpa alasan. Mereka bisa saja menggelar pesta besar untuk satu malam tanpa tujuan yang berarti seperti malam ini, ia duduk disamping Marka yang sepertinya sangat menikmati pesta ini. Kaesa berangkat dengan Papi, sebenarnya dia tadi bertemu Jena dan Riana tapi dua sahabatnya itu menatap Kaesa dengan sinis yang membuat Kaesa akhirnya melangkah pelan untuk mendekati Marka. Satu-satunya yang menurutnya bisa ia dekati hanya Marka, paling tidak karena pemuda itu mengetahui siapa dirinya.

"Dona??"

"Iya Papi??" Kaesa menatap bingung Papinya berjalan kearahnya berdampingan dengan satu lelaki seumurannya Papi dan dibelakangnya ada Jena dan Jean yang mengikuti.

"Om mau ngobrol dulu sama Papi mu, Jean sama Jena om titip di meja kalian dulu ya??"  Nyatanya itu bukanlah sebuah pertanyaan, karena setelah mengucapkan itu Om Jayden (Ayah Jean dan Jena) mengode dua anaknya untuk segera duduk di kursi kosong meja yang dihuni oleh Marka dan Kaesa. Setelahnya dua lelaki itu langsung pergi begitu saja.

"Lo mau pake metode baru ya buat deketin Jean?"

Kaesa mengernyit tidak mengerti dengan pertanyaan Jena sedangkan Marka menatap mereka, menurut pencarian dalam semalamnya. Jena, Riana dan Kaesa itu berteman akrab, sangat dekat malah karena mereka satu jurusan. Dan menurut pencarian lain yang Marka cari, Jean punya perasaan lain terhadap gadis disampingnya itu. Dalam beberapa detik Marka sempat mengumpati Dona karena gadis itu sangat pandai memanfaatkan keadaan.

"Maksud kamu apa deh, metode apa?"

Jena tertawa, tapi terdengar sekali kalau itu bukan tawaan lucu melainkan ada ejekan disana.

"Wow, sekarang lo udah mau sok lemah lembut gitu?? Denger ya Dona, sampai kapan pun gue gak akan izinin lo sama abang gue. Abang gue berhak dapet gadis yang lebih baik dari elo yang cuma modal cantik doang tapi gak ada akhlak!"

"Heh!!" Kaesa mengangkat sendok dessert nya untuk menunjuk Jena. "Kamu itu kuliah, disekolahin tinggi-tinggi tapi kenapa gak ngerti mana kalimat yang baik buat diomongin ke orang lain?"

"Orang kayak lo emang gak perlu dikasih kalimat baik—"

"Bahkan dari sini aja kita tahu siapa yang gak pantas dikasih kalimat baik! Denger ya Jena, kemarin-kemarin mungkin aku khilaf, setelah ku pikir-pikir lagi ngapain juga aku ngebet banget sama manusia modelan ini" Sendok dessert Kaesa beralih ke Jean yang sedari tadi berlagak tidak perduli. "Seharusnya kalian tahu kalau semua manusia itu punya hati, gak cuma kalian!" Kaesa meninggalkan meja itu menyisakan keterdiaman Jean dan Jena. Sedangkan Marka hanya terkekeh.

"Lo berdua emang keterlaluan sih sama Dona. Bener kata dia, kalian emang cocok jadi anak kembar karena sama-sama gak punya hati" Marka ikut meninggalkan meja itu dan menyusul Kaesa.

Jean melihat langkah mereka yang mulai menjauh, kening pemuda itu mengernyit saat melihat Marka yang berusaha merangkul Dona dan Dona yang mendorong Marka sekuat yang ia bisa. Padahal biasanya tidak begini, biasanya Marka akan mengikuti Jena mengolok Dona sampai gadis itu kesal maksimal. Kenapa malam ini berbeda?? Kenapa Jean merasa ada yang mengganjal di hatinya??






🥀__🥀










Kabar bahwa Dona meninggalkan club musik langsung menggemparkan satu UKM. Masalahnya Dona lah power mereka. Meskipun Dona baru masuk beberapa bulan tapi kemampuan yang dimiliki gadis itu diatas rata-rata. Semua list lomba yang akan mereka hadiri apakah harus dibatalkan??

"Good job Dona!! Dari kemarin coba lu keluar dari club unfaedah itu. Kan kita bakal bisa nikmatin waktu bareng banyak-banyak" Ucap Renasya dan diangguki oleh Nasya.

"Kata orang, mahasiswa baru tuh harus menikmati moment tau Na! Masa lo malah ngebabu di kampus sih!"

Kaesa menggaruk telinganya yang tidak datang, dari pertama kali lihat saja ia sudah merasa kalau ia tidak cocok berteman dengan mereka. Kalau dilihat sekilas memang mereka mirip dengan Dona, tapi tidak. Dona tidak sebanyak omong mereka, mana yang diomongin cuma omong kosong semua.


"Kita mau kemana ini??"

"Ke siniiii" Nasya menarik tangan Kaesa memasuki toko brand yang Kaesa tahu itu mahal sekali, Kaesa pun melihat beberapa brand mereka di lemari Dona, tapi ia tidak berani memakainya.



"Ini Naaa, tas yang kata lo lucu itu. Edisi ini kan mereka cuma ngeluarin tiga yang kayak gini. Anjir keren banget gak sih kita kalo punya ini" Renasya berucap semangat. Kaesa melihat sepatu itu dan matanya beralih pada harga yang tertera disana ia langsung memejamkan mata untuk menormalkan detak jantungnya yang sempat kaget.



"Gak usah mikir anjir cepet ambil trus bayar!!" Renasya mendorong bahu Kaesa.


"Maksudnya aku yang bayar??"


"Iyalah?? Kan biasanya emang lo??" Renasya memandang Nasya heran, tidak biasanya Dona bertanya perihal seperti ini. Biasanya tanpa diminta pun Dona akan membawa apa yang mereka pinta ke meja kasir.


"Enggak, maksudnya pakai duit lo dulu, nanti kita ganti"

"Apaan enggak!! Kalau mau ya beli sendirilah, gak ada ngutang buat barang mahal begini" Tidak menunggu jawaban, Kaesa langsung meninggalkan dua sahabat Dona. Sepertinya selama bersandiwara menjadi Dona ini Kaesa sudah banyak sekali melupakan kesopanan, terutama masalah pergi tanpa berpamitan ini. Dan selama menjadi Dona pula Kaesa bisa merasa marah yang berlebih. Emosinya menggebu-gebu.


Kaesa yang emosi berjalan secepat mungkin untuk mengalihkan emosinya sampai-sampai ia tidak memperhatikan keadaan sekitarnya.


"Aaaaaakkkk— Apaan sih!! Kalau aku jatuh gimana????!!!" Kaesa menatap nyalang Jean yang tiba-tiba menarik tangannya. Kenapa pula Jean tiba-tiba ada ditempat yang sama dengannya???


"Lo gak bisa berhenti dari club musik seenak jidat lo, lo harus mikirin anggota band yang lain yang udah latihan sebulan terakhir ini. Lo bisa gak sih jangan egois???"


"Bukan urusan kamu!! Ngapain sibuk banget sih"

"Kalo urusan lo sama gue, ya sama gue aja! Jangan libatin orang lain. Dona, please. Ada mimpi anak-anak di band itu" Kaesa terdiam melihat Jean yang memelas, ia belum pernah melihat sisi Jean yang ini. Sedangkan diujung sana, Dona melihat interaksi keduanya. Sedikit banyak ia menelan kepahitan, yang Jean pikirkan tetap anggota band lain, bukan dirinya.

Apakah sebenarnya dirinya benar-benar tidak punya harapan untuk bersama Jean??









🥀__🥀



Sorry for typos yaaaa

FATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang