30

2K 172 9
                                    


🥀__🥀

Karena kepergian tak terencana Dona, semuanya jadi sibuk. Apalagi ini adalah kali pertama Diana di posisi ini, membantu Dona menyiapkan segalanya. Begitupun Kaesa. Ia bolak balik lemari Dona hanya untuk menanyakan yang mana yang ingin ia bawa dan yang mana yang tidak. Sedangkan si empu barang, duduk santai dilantai dengan alas karpet bulu dan bersandar di bahu sang papi.

"Adek besok pesawatnya jam berapa??"

"Loh, kan papi yang mesenin"

"Mas??"

"Jam setengah satu, adek masih bisa lunch dirumah dulu kok"

Dona mendengus, "Kalau aku makan siang dirumah, yang ada aku ketinggalan pesawat papiiiiii"

"Ya bagus itu!" Kaesa ikut bersuara. Meskipun sudah diberi pengertian, tapi seluruh anggota rumah masih berat untuk ditinggalkan oleh Dona.

"Inget yaa!! Selama aku disana kalian gak boleh rajin-rajin jengukin. Malu aku ihh, masa Dona yang terkenal super jutek di kampus tapi hampir tiap minggu disamperin sama orangtuanya??!"

"Bagus donggg" Diana menutup koper terakhir Dona, setelahnya ia bergabung dengan anak dan suaminya, disusul Kaesa. "Adek punya keluarga yang pengertian dan perhatian, adek gak ditelantarkan sama keluarganya. Harus bersyukur sayang. Gak boleh gengsi-gengsi gitu"

Dona cemberut mendengar kalimat Diana. Bukannya gengsi, ia hanya belum terbiasa sebenarnya. Ditambah lagi Kaesa diseberang sana mengolok-olokhya tanpa suara.

"Mampuss, rasain kamuu"

"Ckk!!!"

"Ehhhh" Jonathan dengan posisi terdekat langsung menyentil bibir Dona. "Nasehat orangtua itu, gak boleh kamu kayak gitu"

Semakin cemberut Dona. Padahal kan dia berdecak bukan untuk nasehat ibunya tadi.

"Ohiya ibu,, aku mau beli unit apartment yaa??"

"Kenapa harus beli??" Diana memancingkan matanya curiga.

"Ya biar mudah aja aku selama disana. Yayayaya?? Beliin aku apartement pleaseeee"

"Gak! Nanti kamu terlena sama kehidupan disana trus gak mau pulang!"

"Gak kok ibuu, aku janjiii. Papiii beliin apartemen......" Dona menatap Papinya, berharap Papinya akan mengiyakan tapi gelengan Papinya membuat harapannya luntur seketika.

"Papi ikut ibu, kalau ibu iya, papi juga iya"

"Ibuu....."

"Gak, yang lain aja. Asal jangan apartemen"

"Kalo gitu........" Dona menatap kedua orang tuanya bergantian, Kaesa yang sudah tahu apa yang akan dipinta oleh Dona hanya mendesah pasrah.

"Aku mau adek!!"

"Dona, apartemennya mau yang model apa??







🥀__🥀







Dipenghujung malam, untuk menutup hari itu. Ada dua sejoli yang tengah saling mendekap mesra. Disaat semua orang tertidur, mereka tetap terjaga untuk membuktikan kepada dunia kalau cinta mereka masih sekuat itu. Belasan tahun Diana dan Jonathan hidup terpisah, membesarkan anak mereka masing-masing sendiri dan akhirnya bertemu lagi adalah satu hal yang patut disyukuri. Jonathan bahkan sudah tidak tahu kalimat syukur yang seperti apa lagi yang belum ia ucapkan karena rasa terimakasihnya untuk tuhan yang telah mempertemukannya kembali dengan belahan hatinya. Hidupnya terasa lengkap kembali.

"Kamu tahu gak ada manusia yang bisa ngerubah takdir??"

Diana mengangguk, pola mereka masih sama. Berbicara dan mendengarkan. Disaat Diana berbicara maka Jonathan akan mendengarkan, begitu pula sebaliknya.

"Ibu aku, mau sekuat apapun usaha dia buat misahin kita, kalau emang takdir kita bersatu ya kita pasti akan ketemu lagi. Mau sejauh apapun kamu pergi, kamu pasti kembali lagi sama aku. Dan takdir kita udah membuktikan itu, anak-anak saksinya"

"Tapi kamu tahu gak, kalau takdir yang barusan kamu banggakan itu bisa jahat juga??"

"Jahat yang kayak gimana??" Jonathan menjauhkan pelukan mereka, selain menikmati waktu ia juga sepertinya ingin menikmati wajah Diana yang masih secantik dulu meskipun usia mereka sudah tidak muda lagi.

"Bagaimana dengan orang-orang yang saling mencintai tapi mereka tidak ditakdirkan bersama?? Melihat orang yang mereka cintai bersanding dengan orang lain dan kita gak bisa ngapa-ngapain selain terima kenyataan"


"Gak, aku gak bisa bayangin kalau seandainya itu terjadi di aku" Jonathan menggeleng. Berjauhan dengan Diana saja hidupnya sudah suram, bahkan sempat mengabaikan putrinya sendiri. Bagaimana bisa ia menyaksikan Diana bersanding dengan orang lain tepat didepan matanya?? Kalau itu terjadi, Jonathan memilih untuk ia dibunuh saja saat itu.



"Makanya, fakta kalau kita gak bisa merubah takdir itu sedikit ironis buat aku"

Jonathan mengeratkan pelukannya. Diana adalah wanita yang sangat ia cintai. Sangat. Hidup tanpa wanita itu adalah hal mengerikan yang pernah Jonathan alami, dan sekarang disisa kisah mereka Jonathan berjanji hanya akan tersisa kebahagiaan saja. Antara ia, istrinya, dan kedua putrinya.


"Sayang...."

"Iya mas??"

"Mas love youuu"


"Aku juga love mas. I love you so much"

Jonathan terkekeh sebelum memajukan diri untuk mengecup bibir Diana. Kecupan ringan penuh cinta. Lumatan-lumatan yang terasa sangat itu sangat memabukkan. Mereka mabuk, mabuk dengan jutaan cinta yang terasa memenuhi mereka. Kali ini bulan dan bintang penghujung malam yang menjadi saksi, betapa masih kuatnya cinta dua sejoli yang pernah terpisah lama itu.

Kekuatan cinta Jonathan dan Diana, tidak akan ada yang bisa memisahkan. Waktu sekalipun.







🥀__🥀

Fin.










Satu buku lagi selesaiii. Semuanya terimakasih ♥️♥️
Makasih ya udah nemenin aku dari part 1 sampai part 30 ini. Makasih karena udah mau baca tulisan gak jelas ini, makasih, makasihh banyak.
Kalau bukan karena kalian, book ini bukan apa-apa. Aku seneng kalau kalian seneng.
selebihnya aku minta maaf kalau porsinya terasa kurang pas. Aku gak mau janji dulu, tapi kayanya antara Marka-Kaesa Dona-Jean itu nanti ada bukunya sendiri meskipun aku gak tau kapan.
Intinya, terimakasih karena udah support buku iniii♥️♥️♥️♥️

FATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang