🥀__🥀
Jean
Tante maaf, aku gak tahu kalau ternyata Kaesa punya alergi kacang. Tante, sekarang kita dirumah sakit kwangya.Jean missed call (19)
Diana panik bukan main, reaksi Kaesa terhadap alerginya sedikit parah. Ia khawatir. Langahnya sungguh tergesa. Tidak perduli usia yang sudah tidak muda lagi, Diana tetap berlari menuju salah satu brangkar di UGD.
Jean yang melihat Diana datang langsung berdiri, Kaesa sudah ditangani oleh dokter. Reaksi gadis itu sungguh membuatnya terkejut, wajah dan matanya memerah, belum lagi nafasnya yang beraturan. Bahkan Jean sudah pasrah saja jika setelah ini Diana akan menyuruhnya menjauhi Kaesa.
"Tante maaf, Jean gak tahu sama alerginya Kaesa"
Diana mengabaikan kalimat sambutan Jean karena tujuannya adalah Kaesa. Kaesa adalah satu-satunya yang ia miliki.
"Sayang....... Hiks"
Diana menangis. Hatinya kalut. Dulu sewaktu Kaesa kecil, ia hampir pernah kehilangan Kaesa karena alergi anaknya yang menurun darinya ini, Diana takut kalau kejadian itu terjadi kembali. Diana takut kalau ia benar-benar akan kehilangan satu-satunya putrinya.
"Maaf bikin ibu khawatir" Dona mengangkat tangannya dan mengelus pipi Diana. Mereka menangis bersama. Dona pikir, setelah memberanikan diri memakan kacang, ia tidak akan pernah bangun lagi. Dona pikir ini adalah hari terakhirnya, tapi ternyata ketika ia membuka mata, ada ibunya disana. Tangisnya benar-benar pecah.
Jean disana hanya diam kebingungan. Ia tidak mungkin langsung pergi begitu saja tanpa berpamitan, ingin pamit pun ini bukan saat yang tepat.
"Maafin Papi nak, Papi gak tahu kalau kamu alergi kacang. Maafin Papi karena papi gak—"
"Heeehhh, gimana bisa seorang Papi gak tahu apa yang anaknya gak boleh konsumsi??"
Diana dan Jean tersentak terkejut karena Dona menyahuti kalimat orang disamping brangkar mereka.
"Emm tante— Disebelah itu keluhannya sam—"
SREKK
Lagi-lagi Diana dan Jean bersama-sama melotot melihat aksi Dona, pasalnya gadis itu seperti diluar kontrol.
"Emang sebenernya Papi tuh gak pernah tahu apa-apa kan tentang aku??" Dona menatap lurus Jonathan, membuat pria itu terkejut dan berpindah-pindah menatap Kaesa didepannya dan Dona diseberanginya.
"Sia—" tatapan Jonathan beralih meminta pertolongan ke orang yang ada disekitar Dona. Tapi siapa sangka kalau tatapannya malah bertemu dengan masa lalunya. "Diana??" Bisiknya, setengah dirinya tidak percaya dengan apa yang ia lihat.
🥀__🥀
"Jadi, kalian kembar??" Jean yang pertama kali memecahkan keheningan. Tadi setelah adegan Dona membuka tirai dengan paksa, mereka diminta petugas UGD untuk tidak membuat kegaduhan karena takut mengganggu pasien yang lain. Makanya Jonathan langsung memindahkan keduanya ke bangsal VIP, dan setelahnya ia menarik Diana untuk bicara. Jean mereka minta untuk menemasi Kaesa dan Dona sebentar, tapi karena Jean juga pusing jadi ia memanggil Jena, Riana serta Marka.
Jena dan Riana sudah menunduk terkejut saat Dona menyerahkan hasil lab kepada mereka. Perasaan bersalah kepada Kaesa dan Dona. Lebih besar kepada Dona karena ternyata selama ini mereka menyumpahi Dona didepan orangnya sendiri. Sedangkan Marka duduk santai dikursi yang ia letakkan diantara ranjang Kaesa dan Dona. Pemuda itu sibuk mengupas apel karena tadi Kaesa bilang dia pengen apel.
"Lo gak bisa baca ya?" Dona menatap Jean tajam, yang membuat pemuda itu terkejut. Beberapa jam yang lalu, Dona yang ia sangka Kaesa itu sangat manis kepadanya, dan seumur hidupnya mengenal Dona pun gadis itu tidak pernah bersikap seperti ini kepada dirinya.
"Lo banyak bacot banget dah, pulang aja sanaaaa" Marka menggerakkan tangannya memberi gesture mengusir.
"Lo, udah tahu kalau mereka kembar Mar??" Riana mencoba memberanikan diri bertanya.
"Gue juga baru tahu mereka kembar hari ini, gue tahunya mereka tukeran hidup aja selama sebulan ini"
"Markaaaa gak usah bocor!!" Kaesa menatapnya mengancam, tatapannya cukup mengintimidasi tapi tidak berpengaruh apa-apa terhadap Marka karena pemuda itu sudah kebal.
"Ketuker?? Maksudnya??"
"Lo inget sebulan yang lalu si Kaesa ngedugem?? Nah waktu itu Dona juga ngedugem disana. Gue nih ceritanya mau jadi pahlawan biar nih curut mau nurut sama gue nantinya, eh tapi gue malah bawa Kaesa pulang kerumahnya Dona"
"Sialan" Dona membalas Marka yang tadi mendorong kepalanya. Gerakan Dona yang reflek membuat Riana dan Jena yakin kalau gadis itu benar-benar Dona. Dona itu masalah balas dendam dengan Marka akan lebih cepat daripada cahaya.
Sedangkan Jean, pemuda itu masih diam dan mengumpulkan satu persatu kepingan ingatannya malam itu. Pantas saja pakaian yang Kaesa kenakan saat ia membawanya pulang saat itu terlihat mahal dan wajahnya dipolesi make up. Bagaimana bisa Jean tidak sadar??
"Alasan lo keluar dari club musik juga karena pertukaran ini?? Kaesa gak bisa nyanyi"
Kaesa sudah membuka mulutnya hendak protes karena dibilang tidak bisa bernyanyi, tapi ia kalah cepat dengan Marka yang sudah menyuapinya potongan apel terlebih dahulu.
"Enggak, gue emang punya niat setelah gue jadi Dona lagi, gue gak mau punya hubungan apapun sama lo lagi"
"Dona......"
Meskipun sebulan terakhir Kaesa yang sedang menyamar menjadi Dona sering mengucapkan kalimat menyakiti hati, entah kenapa kalimat Dona yang kali ini benar-benar menusuknya. Hatinya sakit, lebih sakit dari sebelum-sebelumnya.
🥀__🥀
Jadi sebenernya kenapa orang-orang disekitar mereka gak terlalu ngeh kalau Kaesa Dona ini semirip itu karena dandanan mereka.
Kalian tahu kan se-berpengaruh apa make up sama wajah seseorang. Karena dandanan Dona dan gaya fashion mereka yang jelas jauh banget itu makanya orang ngeliatnya cuma kayak 'oh mereka ini mirip sekilas'.