🥀__🥀
"Ayolah Jean!! Mau sampe kapan lo lemah lesu lunglai gini??" Jena menerobos masuk kedalam kamar Jean untuk memastikan kembarannya itu tetap hidup. Pemuda itu memang masih bernafas, tapi penampilannya sangat berantakan. "Bau lo!!" Tidak segan Jena langsung menendang bokong Jean, pemuda itu fokus dengan laptopnya mengejar deadline tugas akhir semester yang tidak ada habisnya.
"Berisik banget dah bocah!!" Jena acuh dengan kalimat risih Jean. Gadis itu malah duduk diatas kasur berantakan Jean sambil memakan crepe cakenya.
Sembari mengunyah, Jena memperhatikan gerak gerik Jean. Pemuda itu memang tidak terlalu banyak tingkah, tapi Jena jelas tahu kalau ada yang tidak beres dengan kembarannya itu. Tidak perlu bertanya, mengamati keadaan saja Jena sudah tahu jawabannya apa.
"Lo tahu kalau hidup tuh gak cuma tentang pasangan dan cinta kan??"
Mendengar kalimat Jena, Jean mengangkat jemarinya dari atas keyboard. Fokusnya memang sudah hilang sejak Jena menendangnya tadi.
"Lo selalu gagal sama percintaan lo dari dulu, kenapa gak nyoba bangun value aja? Self branding, fokus sama cita-cita lo, kesampingkan tuh cinta. Kalau lo udah deal sama diri lo sendiri gak mungkin cinta itu gak dateng Je. Lo anak laki-laki Jean. Jangan menye!!!"
Jean memutar bangkunya supaya dapat berhadapan dengan Jena. Gadis itu masih santai menyantap cakenya padahal kalimatnya berhasil mentrigger Jean.
"Dulu gue suka sama Dona, tapi Marka juga suka. Gue ngalah. Sekarang gue suka Kaesa, tapi gue ditampar kenyataan Kaesa sama Marka jadian tepat didepan mata gue. Kenapa selalu gue yang ngalah?? Kenapa gue—"
"Apapun pikiran jahat lo sekarang, gue gak akan dukung. Jangan jadi rendahan Jean. Lo harus fokus sama diri lo dulu baru orang lain. Lo sampe sekarang gak punya pasangan artinya emang lo diberi waktu buat fokus sama diri lo sendiri. Gue udah bilang, hidup tuh gak melulu tentang cinta!"
Jean memalingkan wajahnya kesal. Jena benar. Hidupnya tidak hanya untuk percintaan saja.
🥀__🥀
"DONA!!! DONAAAAAAAA"
"Kakak apa-apaan sih, gak usah teriak-teriak. Panggil yang bener"
Hari ke hari, keluarga mereka semakin akrab. Bahkan Jonathan dan Diana sepakat untuk memanggil Kaesa kakak dan Dona adik. Kebetulan keduanya menyukai panggilan itu, menghangatkan hati mereka.
"Ibu liat Dona gak??"
"Kenapa sih!!!" Dona muncul dari dapur dengan segelas kopi untuk Jonathan. Sebagai salah satu bentuk pendekatan juga, Jonathan suka meminta Kaesa atau Dona untuk membuatkannya kopi.
"Kamu tuh ya!!!" Kaesa geram dan langsung mendorong bahu Dona, karena tenaga Kaesa tidak main-main dorongan itu berhasil membuat Dona terduduk.
"Kak, pelan-pelan" Ucap Jonathan yang kemudian berdiri untuk menenangkan putri sulungnya. Karena Jonathan sudah mengambil alih Kaesa, jadi Diana mendekati Dona dan langsung merangkul anak bungsunya itu.