15

1.1K 175 23
                                    





🥀__🥀





Kaesa menghembuskan nafasnya kasar saat dirinya mulai melihat bayangan Jean mendekat. Demi tuhan, ia sangat terpaksa menelfon Jean tadi. Kalau bukan karena Marka yang memaksanya dia juga ogah. Sekarang Marka sudah melenggang pergi menuju rumahnya untuk menemui Dona, meninggalkan Kaesa yang harus menghadapi Jean.


"Jadi???" Tanpa berbasa-basi Jean langsung duduk disamping Kaesa.

"Jadi apa??" Kaesa bingung, rasanya ia di telfon tadi cuma bilang kalau minta bertemu ditaman. Tapi ia tidak menjanjikan apapun.

"Jadi, lo ngajakin gue kesini karena apa? Mau gabung lagi di club musik?? Anak-anak bakal nyambut lo dengan senang kok. Mereka rindu vocalist kebanggaan mereka"



Kaesa diam, ia tidak bisa mengambil keputusan untuk kembali ke band. Masalahnya suara Kaesa itu standar, bahkan benar-benar memprihatinkan. Ia tidak punya keberanian untuk menggantikan posisi Dona sedangkan Dona-nya sendiri bilang kalau ia benar-benar sudah tidak mau disana.


"Jangan dipikirin" Jean terkekeh, tangannya terulur mengelus kening Kaesa yang mengerut. "Pelan-pelan aja. Gue gak maksa kok. Yaudah, yuk"

"Kemana??"

"Ikut aja siniiii"









🥀__🥀






Kaesa mematung. Ia kira, Jean akan membawanya jalan-jalan tapi ternyata pemuda itu membawa Kaesa kerumahnya. Meskipun dulu ia, Jean dan Jena bersahabat tapi Kaesa tidak pernah mengunjungi rumah mereka. Alasannya karena Kaesa tidak punya waktu untuk bermain, alasan lainnya adalah ia segan.
Yang membuat Kaesa mematung adalah dihadapannya ada tiga lelaki yang menatapnya bingung. Disamping kanan Papinya Dona, lalu disamping kiri kalau Kaesa tidak salah adalah ayahnya Jean, dan yang ditengah keduanya?? Rasanya Kaesa tidak mengenali laki-laki bermuka sangar itu.


"Anjir Jo anak lo beneran berubah!!!"


"Yuda!!" Jonathan mendesis pelan, kalau memang Yuda menyadarinya kan tidak harus bicara dengan volume keras?

"Om kira kamu udah gak mau main kesini lagi Dona. Sepi banget rumah ini gak ada kamu"


"Hehehe, iya Om. Dona gak sempet main soalnya sibuk sama tugas kuliah"

"Anjaayyyy" Kaesa mengernyit tidak suka melihat laki-laki ditengah Jonathan dan Jayden itu, dari tadi lelaki bernama Yuda itu selalu mengomentari kalimatnya.


"Lo liat Jo, tatapan dia ini yang gue tunggu. Dona tanpa ngeliat gue kayak mau ngebunuh gue itu bukan Dona!!"


Jean terkekeh, sebenarnya bukan hanya Dona yang tidak akur dengan Yuda tapi Jena juga. Satu-satunya moment Dona dan Jena akan kompak itu ketika para om-om itu tengah berkumpul dan Yuda akan menggoda dua gadis si pemilik kesabaran setipis tisu itu. Dona dan Jena bahkan bisa dengan kompak menggunakan kode mata saja untuk menjambak Yuda.


"Udah deh Om, Dona-nya jangan di ganggu mulu. Aku ada yang perlu dibahas nih sama dia. Yah, aku ke taman belakang ya. Om Jo, pinjem Dona yaa" Jean menunduk sopan sebelum akhirnya menarik Kaesa pelan untuk keluar dari lingkaran om-om yang terus menatap mereka curiga itu.









🥀__🥀










"Lo tuh dulu cengeng, masa ditinggal Marka di jarak lima meter aja lo nangis?? Padahal gerbang rumah lo juga udah keliatan"


"Masa sih?? Hahahahaaduhhh, kocak banget. Artinya dulu aku semanja itu ya??" Meskipun yang diceritakan ini bukan dirinya, tapi Kaesa benar-benar terhibur dan merasa lucu. Bukan apa, tapi ia jadi membayangkan sosok Dona dimasa kecilnya. Dona si heartless ternyata semanja itu, kepada Marka lagi. Padahal mereka kalau ketemu selalu berkelahi.


"Lo semanja itu Dona. Anak komplek kalo ada yang gangguin lo, langsung lo aduin ke satpam rumah lo. Terus ya, lo selain manja juga jago banget gangguin anak orang, giliran diganggu balik nangis"


"Ya namanya juga anak kecill!!"


Jean mengangguk setuju, memang mereka masih kecil kala itu. Ia saja masih tinggal dirumah lamanya yang bertetangga dengan Dona dan Marka saat itu, semenjak kepergian bundanya, ayah memutuskan untuk pindah rumah. Ayah bilang, ayah tidak akan sanggup meneruskan hidup dirumah itu karena disetiap sudutnya ada kenangan bunda.

Jean kembali tersenyum ketika kenangan masa kecil mereka terulang lagi dalam memory nya. Hari dimana bundanya tiada, Ayahnya yang kehilangan kendali menyisakan ia dan Jena kehilangan arah. Mereka tidak tahu harus berbuat apa karena terlalu bingung, jadi yang mereka lakukan hanya menangis sembari memeluk satu sama lain. Saat itu juga, Dona menghampiri mereka. Anak berusia lima tahun yang badannya masih kecil berusaha memeluk dua anak kecil lainnya dan bilang :


"Jangan sedih ya, bunda pergi ke tempat yang bagus. Kalian gak punya bunda lagi sekarang, sama kayak aku yang gak pernah punya ibu"




Tatapan Jean beralih menatap Kaesa yang sekarang tersenyum simpul menikmati langit bersih dan hembusan pelan angin. Beberapa anak rambut Kaesa yang tidak terikat beterbangan tapi gadis itu seperti tidak terganggu. Lagi-lagi Jean tersenyum. Hatinya sedikit teriris. Bagaimana bisa ia berbuat jahat kepada gadis rapuh didepannya ini selama bertahun-tahun??


"Dona..."


"Hm??"




"I'm sorry" Bisik Jean sepelan mungkin.









🥀__🥀

FATETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang