🥀__🥀
Hujan bulan desember adalah suatu hal yang pasti. Meskipun cuaca sekarang tidak bisa di prediksi tapi kalau bulan desember pasti hujan! Sedikit fakta yang jarang orang ketahui adalah, Dona yang takut dengan suara petir. Kalau dirumahnya, Dona mungkin sekarang bisa haha hihi tertawa sambil menyaksikan serial netflix favoritnya. Tapi sekarang ia tidak berada diruang tercintanya itu, suara air jatuh terdengar begitu jelas diatas atap kamar Kaesa. Dona bingung, ia terlalu takut untuk bergerak karena suara petir mulai terdengar saling menyahut.
"Eca??" Diana masuk kamar Kaesa dengan niat memberikan anaknya itu senter karena biasanya kalau hujan deras seperti ini, diarea rumah mereka suka ada pemadaman listrik. Karena Diana tidak tahu jam berapa lampunya akan padam, jadi dia akan memberikan Kaesa senternya sebelum ia tidur. Tapi Diana dibuat terkejut karena menemukan badan putrinya yang bergetar. Tengan telaten ia melepaskan tangan Dona yang tengah memeluk kakinya, digantikan dengan Diana yang memeluk Dona.
"Eca kenapa?? Kamu sakit nak??" Pertanyaan Diana tidak mendapat jawaban sama sekali. Yang ia dapatkan hanya tubuh bergetar sang putri. "Apa yang sakit nak?? Ibu gak tahu kalau kamu gak ngomong, kita kerumah sakit ya??"
Sejujurnya Diana juga tengah ketakutan saat ini, dulu sekali ia punya ketakutan terhadap petir. Namun rasa takut itu perlahan menghilang beberapa tahun belakangan, mengurus Kaesa sendirian membuat Diana melupakan semua ketakutannya. Ketakutannya hadir kembali saat melihat kondiri putrinya, hatinya merasa sakit.
"Ibu..... Pe... luk...." Mendengar suara Diana yang bergetar, Dona jadi tidak tega. Sekuat tenaga ia mengatur nafasnya meskipun susah. Ketika ia merasakan kalau tubuhnya semakin hangat karena pelukan Diana, Dona jadi ingin menangis tapi ia urungkan karena tidak ingin dadanya semakin sesak.
"Ibu......"
"Iya sayang?? Apa?? Apa yang sakit????"
"Aku sayang ibu, aku bakal jadi manusia super beruntung kalau aku punya ibu"
"Sa?? Kaesa!!!!!" Diana jelas tidak mendengar kalimat terakhir Dona karena gadis itu berkata lirih dan tidak jelas. Dona ternyata tidak sekuat itu, ia kalah dengan rasa sakit yang ia rasakan.
🥀__🥀
Dona pikir, ketika ia bangun dari tidurnya ia akan berada dirumah sakit. Tapi ternyata tidak, ia masih berbaring diranjang tak nyaman milik Kaesa dengan Ibu yang menggenggam erat tangannya. Kepala ibu dikasur dan badannya dilantai. Sepertinya Ibu tidur duduk semalaman.
"Ibuu" Ucapnya lirih, meskipun tidak jelas tapi Diana langsung bangun.
"Apa nak?? Kepalanya sakit?? Apa yang sakit, bilang sama ibu"
Dona menggeleng pelan, tangannya hanya bergerak menunjuk gelas. Pandangan Diana mengikuti telunjuk Dona dan ia langsung menantu Dona untuk minum.
"Diluar ada Jean, tadi ibu minta tolong beliin sarapan. Kamu makan dibantu Jean mau??" Dona tidak punya pilihan lain selain mengangguk, Ibu juga harus makan dan menyiapkan toko. Ia sudah menghambat pekerjaan Kaesa, jangan sampai Dona ikut menghambat pekerjaan ibunya Kaesa.
Diana tersenyum lirih, lalu tangannya mengelus pelan rambut Dona. Setelahnya ia berlalu dan digantikan oleh Jean.
Sepersekian detik Dona tersenyum miris. Kejadian pagi ini pernah juga ia alami beberapa tahun yang lalu. Saat itu mereka sedang camping sekolah. Hujan diluar prediksi dengan petir keras yang menyambar. Dona tidak bisa mengendalikan diri dan berakhir kehilangan kesadaran. Perbedaannya adalah, saat itu ketika ia sadar ia sudah berada dirumah sakit. Ruangan paling mahal tapi tidak ada satupun orang disana, bahkan papinya sekalipun. Teman-teman sekolahnya pun tidak ada yang menjenguk, termasuk Jean."Kalau sakit jangan dipaksa Kaesaaaa" Jean gemas dan mencubit pipi Dona. "Kamu tuh udah sering dibilangin, kurangin aktivitas! Kasihan lho ibu tadi malam bingung banget harus gimana. Ibu mesan taxi tapi gaada yang nerima pesanan ibu karena hujan. Untung ada aku, dan untungnya juga kamu gak perlu buru-buru buat dibawa ke rumah sakit. Kaesa, jangan kayak gini lagi ya??"
Dona mengalihkan pandangannya, perlahan air matanya mengalir. Entah kenapa rasanya sakit sekali mendengar Jean berkata seperti itu. Rasanya seolah Jean mengatakan kalau dirinya ini beban yang hanya bisa menyusahkan. Dipertengahan tangis dalam diamnya Dona, ponsel Jean berdering. Dona sempat melirik sebentar, namanya tertulis besar disana.
"Angkat aja" Lirihnya, ia penasaran kenapa Kaesa menghubungi Jean. Namun Jean acuh, ia malah memutuskan panggilan tersebut secara sepihak. Tapi tak lama kemudian panggilan itu masuk lagi, membuat Jean berdecak.
"Sa?? Makan sendiri ya?? Aku ada urusan sama anak kampus sebentar. Nanti abis dari kampus aku langsung kesini lagi okey?? Please jadi anak baik dulu ya, makanannya dimakan!!!"
Kosong, Dona merasakan kekosongan ruangan itu. Kekosongan yang membuatnya terkekeh.
"Bahkan setelah gue jadi Kaesa pun, lo tetap gak bisa sama gue Je"
🥀__🥀
😔😔😔😔