🥀__🥀
Diana sempat terpekik ketika tidak menemukan Dona dikamarnya, tidak ada satu orangpun yang tahu kalau Dona tidak ada dirumah. Padahal Dona pun tidak berpamitan kemana-mana, gadis itu seharian mengurung diri dikamar. Kekhawatiran mereka sedikit melega ketika Jena menelfon dan mengatakan kalau Dona sedang bersamanya, Jena juga mengatakan kalau mereka sedang dalam perjalanan pulang.
"Aku kira Dona gak dekat lagi sama Jena" Ucap Jonathan, mereka bertiga menunggu diteras meskipun tidak tahu entah kapan Jena dan Dona sampai.
"Memang gak dekat, aku tahu. Yang aku simak, Jena kayak benci banget sama Dona. Makanya waktu Jena telfon, aku kaget" Kaesa juga sama bergetarnya. Perasaannya gundah sejak tadi, ia gelisah. Padahal sebelumnya ia tidak pernah merasakan perasaan seperti ini. Tapi setelah pertemuan pertama kali dengan Dona, Kaesa jadi merasa kalau ia dan Dona punya ikatan. Setiap kali Dona sedang tidak dalam perasaan yang bagus, Kaesa pun pasti akan ikut merasakannya.
"Itu mereka!" Diana bangun dari duduknya dan langsung menghampiri mobil Jena yang berhenti tidak jauh dari pintu utama. Jena keluar dari pintu kemudi kemudian berputar untuk membantu Dona keluar.
"Jena, Dona kenapa??" Suara Diana tertahan, ia tercekik ketika melihat Dona yang kaki dan tangannya luka.
"Ibu, Dona nya boleh dibawa masuk dulu?? Aku takut Dona kedinginan"
Jonathan paham situasinya, meskipun Dona dalam keadaan sadar tapi ia bergerak menggendong putrinya dan membawanya untuk masuk kedalam rumah diikuti Diana. Tersisa Jena dan Kaesa yang masih berdiri dihalaman.
"Kamu tahu kalau aku tahu semuanya kan Na?"
Jena mengangguk, ia tahu setelah ini ia tidak akan bisa berteman dengan Kaesa lagi. Entahlah dengan Dona. Apakah pertemanan mereka akan membaik atau justru semakin berantakan karena Jena sudah menggagalkan rencananya.
"Apapun itu, kalau ternyata penyebab Dona kayak gini itu karena kamu dan kembaran kamu, aku gak akan maafin. Kita memang sahabatan, tapi semua kalimat jahat yang kamu kasih ke Dona gak akan bisa aku lupain. Sebaiknya kamu juga pulang Na, urusan jelasin ke ibu biar nanti aja"
Kaesa pun melangkah kedalam rumah. Meninggalkan Jena yang kini semakin merasa bersalah. Dalam hati ia bertanya-tanya, apakah ia bisa memperbaiki pertemanannya dengan Dona dan Kaesa??
🥀__🥀
Dona memang tidak berbicara secara langsung, tapi mendengar rintihan gadis itu ketika tidur jelas Jonathan langsung mengetahui kalau hati Dona benar-benar sedang sakit. Tidak ada yang bisa ia lakukan selain merenung dan menyalahkan dirinya sendiri. Kalau saja dulu ia tidak mengacuhkan Dona, mungkin putrinya itu sekarang tidak akan begini, kalau saja dulu ia bisa memberi sedikit perhatiannya kepada Dona, mungkin sekarang putri kecilnya itu akan bahagia karena kehangatan yang perlahan hadir dirumah megah ini.
"Kata orang, mukanya bakal cepat keriput kalau keningnya ngerut terus. Sama nanti ubannya bakal tumbuh cepat" Jonathan menoleh, ia mendapati putrinya yang satu lagi ada disebelahnya. Mereka memutuskan untuk tidur dikamar Dona malam ini.
Diana sudah terlelap sambil memeluk Dona, sedangkan Kaesa pun tadi ikut berbaring disisi kanan Dona. Entah apa yang membangunkannya sampai akhirnya ia bergabung bersama Jonathan, menatap langit yang penuh bintang.
"Kenapa bangun sayang??" Jonathan mengelus rambut Kaesa, kini gadis itu memilih untuk bersandar didada bidang Jonathan.
"Aku ngerasa bersalah"
"Bersalah sama siapa?"
"Dona" Suara Kaesa sangat kecil, untung saja jarak mereka dekat jadi Jonathan masih bisa mendengarnya. "Aku kayak bahagia sendirian Papi, kayak cuma aku yang menikmati Papi sama Ibu balik bersama lagi. Aku kayak bahagia diatas penderitaan Dona. Bobot tubuh Dona, semenjak aku sama ibu tinggal disini makin menurun. Tiap hari, mukanya sembab Papi"
Jonathan mulai merasakan kalau bajunya basah, Kaesa menangis namun ia tidak bisa berbuat banyak jadi Jonathan hanya mengeratkan pelukannya untuk menyamankan posisi Kaesa.
"Maafin Papi ya?? Karena Papi sama Ibu, kalian berdua jadi korban"
"Papi sama ibu gak salah, tapi takdir emang terlalu jahat sama kita papi, kalau mereka emang menakdirkan papi sama ibu buat ketemu lagi, kenapa mereka tetap gak bikin keluarga kita bahagia?? Kenapa kembaran aku tetap sedih papi" Jonathan tidak menjawab lagi, ia pun punya pertanyaan yang sama. Apa yang salah?? Apa lagi yang harus Jonathan perjuangkan agar kedepannya keluarganya bisa bahagia?? Tidak ada kesedihan lagi.
Sedangkan didalam kamar, Dona yang sudah menangis kembali mengetatkan pelukannya kepada Diana.
"Ibu....."
"Iya sayang, ibu faham. Ini memang bukan maunya Dona. Kita bangun pelan-pelan ya sayang??"
Dona mengangguk. Ia juga sama bingungnya dengan perasaannya. Ini bukan maunya, tapi perasaan itu datang tiba-tiba seolah menghalaunya untuk bahagia.
Mereka sibuk mencari jawaban atas apa yang Dona rasakan, mereka tidak sadar kalau yang Dona butuhkan itu hanya permintaan maaf yang tulus. Dona tidak bisa mengucapkannya secara langsung karena gadis itu pun tidak faham dengan perasaannya. Dona hanya perlu mereka meminta maaf atas masa kecil pedih yang ia jalani dan pelukan hangat dari keluarganya. Hanya itu.
🥀__🥀
Aku tuh bingung, soalnya kisah Dona sama ekhem yang ada di pikiran aku nih bakal time skip. Atau mungkin kita baikan aja dulu ya sama keluarga ini biar endingnya sesuai rencana awal, lalu nanti kita mulai kisah Dona sama ekhem. Tentang gimana Dona survive, dan berusahalah buat maafin dirinya sendiri. Karena yang susah itu, maafin diri sendiri kan???
