🥀__🥀
Keadaan rumah perlahan kembali menghangat, untungnya tidak banyak drama yang terjadi setelah Diana kembali ke istananya. Hal ini memang sudah Diana tanamkan kedalam hati, kalau memang ia menjadi penghalang Jonathan kala itu, maka ia akan mundur sebentar sampai lelaki itu kembali menemukannya. Dan sekarang, Diana tidak akan mengalah lagi. Ia akan membangun keluarga bahagia yang selalu ia impikan meskipun sedikit terlambat.
"Aku kira kamu kemana" Sebuah tangan kekar melingkar dipinggang Diana, wanita itu tengah mengaduk cokelat panas yang terlihat menggiurkan.
"Untuk siapa ini ibu??" Jonathan mengendus lehernya, Diana menghindar karena geli. Selain itu Diana juga terkekeh karena telinganya asing sekali mendengar suaminya memanggilnya sama seperti anak-anak memanggilnya.
"Cokelat panas untuk Dona"
Jawaban Diana membuat Jonathan mengernyit.
"Dona sakit?? Tadi pas makan malam dia masih happy aja?? Sayang, Dona gak terlalu suka cokelat panas. Dia mau cokelat panas kalau lagi sakit aja" Diana mengangguk faham atas kalimat Jonathan, ia juga mengetahui hal itu karena Kaesa pun melakukan hal yang sama.
"Dona sakit sayang"
"Hah? Sakit apa? Ayo kita bawa ke rum——"
"Hatinya yang sakit" Tiga kata terakhir Diana benar-benar membungkam Jonathan. Kalau hati Dona yang sakit maka tidak ada satupun yang bisa menyembuhkannya kecuali anak itu sendiri. Diana mengelus tangan Jonathan yang masih bertengger diperutnya. Dielus untuk memberi ketenangan karena Diana tahu, setelah ini Jonathan pasti memikirkan keadaan anak bungsu mereka itu.
"Mungkin tanpa kamu ketahui, Dona itu jauh sekali sama kamu. Sama aku apalagi. Dia selama ini cuma pura-pura, aku tahu dia seneng banget karena akhirnya bisa ngerasain apa itu keluarga lengkap. Tapi sepertinya, hati Dona masih belum bisa berdamai. Ada sesuatu yang Dona inginkan tapi gak dia dapatkan. Jo...." Diana melepas pelukan Jonathan dan memutar tubuhnya agar mereka berhadapan.
"Setelah ini, ayo kita sembuhin luka Dona bareng-bareng. Kita gak boleh biarin perasaan Dona mati, kita harus kembali bawa kehidupan buat Dona Jo"
Jonathan mengangguk pasti, sebagai orang yang sudah tinggal dengan Dona selama sembilan belas tahun, Jonathan harus lebih bertekad dari Diana. Akan menjadi kegagalan terbesarnya kalau memang ia tidak bisa menyembuhkan kesakitan Dona. Apapun itu, Jonathan akan lakukan.
🥀__🥀
Jena merasa jantungnya hampir lepas saat ia menarik Dona dengan sekuat tenaga yang ia punya, meskipun akhirnya mereka tetap jatuh bersama, setidaknya Jena berhasil membawa Dona ketepi malam ini.
"Bodoh ya lo!!!! Mau mati lo!!!"
"IYAAA!!!" Jawaban Dona membuat Jena tersentak, apalagi saat gadis yang terbaring dengan posisi terdampar itu menangis sekuat yang ia bisa. Menghiraukan tatapan orang-orang digerbong yang melewati mereka, sampai gerbong kereta itu habis isakan Dona tidak melemah.
"Lo bukan Dona. Dona gak mungkin punya pikiran bodoh kayak gini. Anjir sadar lo!!! Mengabaikan luka yang ada disekitar lutut dan tangannya, Jena menarik Dona untuk duduk lalu menggoyang tubuh lemah itu. "Sadar Dona!! Yang lu lakuin cuma bakal nambah luka buat orang-orang yang sayang sama lo!!"
Tidak ada sahutan karena yang terdengar hanya isakan saja. Tangisannya pilu, membuat air mata Jena ikut jatuh.
"Tangis Jena kayak gimana Jean?? Kalau dia nangisnya kenceng artinya badannya yang sakit. Kalau Jena nangisnya merintih artinya hatinya yang sakit. Ayo Jean, Jena nangisnya kayak gimana"
Jena masih ingat sekali kalimat yang Dona tanyakan kepada Jean ketika ibu mereka meninggal dan Jena mengurung diri dikamar lalu berakhir sakit. Tangis Dona saat ini jelas sekali karena hatinya yang sakit, gadis itu terluka parah. Meskipun ragu, Jena mengulurkan tangannya untuk memeluk Dona. Mungkin itu yang Dona butuhkan.
"Skincare gue abis"
"Nanti beli lagi"
"Shampoo, conditioner sama body care gue juga habis"
"Nanti gue temenin beli"
"Jena...."
"Apa Donaa"
"Gue rasanya udah nyoba semua rasa mie instan yang ada di Indonesia. Dari yang merek terkenal sampai yang gue gak tahu sama sekali dari perusahaan mana"
Jena memejamkan matanya, kalimat Dona agak sedikit susah ia ucapkan karena tangisnya tadi. Tapi Jena jelas tahu apa maksud gadis yang ada di pelukannya itu.
"Dona lo gak boleh pulang sendiri. Nanti nunggu dijemput aja oke?? Masih banyak hal indah yang harus lo lihat. Lo belum wisuda, lo katanya mau jadi Miss universe, lo harus berjuang lagi Na. Lo belum makan ramen di koreanya langsung kan?? Atau makan udon di jepang? Lo harus pelan-pelan karena yang terburu itu gak pernah enak. Dona, lo belum tahu ending drama favourite lo kayak gimana. Lo juga belum pernah ngerasain dibikinin susu cokelat sama ibu kan Na??"
"Jenaa, hikss" Tangis Dona semakin menjadi meski dadanya sudah sesak karena kesulitan bernapas.
"Gue disini, Dona. Jena selalu disini buat Dona" Keduanya sama-sama menangis ditengah kereta yang kembali melewati mereka. Tangis itu terendam suara decitan besi. Dan sepertinya semesta pun ikut menangis karena gerimis itu perlahan turun. Langit ikut menangis ketika menyaksikan dua sahabat yang pernah saling membenci kini saling menguatkan kembali.
🥀__🥀
Gini.....
Kalian mau fate ini dua book aja?? Jadi nanti fokusnya ke Dona dan ekhem atau dilanjutkan jadi satu buku saja?? Aku pure ngikut pendapat terbanyak ya karena aku juga belum nyiapin draftnya.
