⚠️ Yang garis miring itu flashback okayy ( bukan di paragraf pertama)
🥀__🥀
I'm alone in my head
Looking for love in a stranger's bed
But I don't think I'll find it
'Cause only you could fill this empty space
I wanna tell all my friends
But I don't think they would understand
It's something l've decided
'Cause only you could fill this empty spaceLagu milik James Arthur berputar pelan mengisi seluruh penjuru cafe. Siang itu semuanya sama seperti hari biasa. Jam makan siang telah usai, sehingga cafe milik Marka sudah tidak penuh seperti saat jam makan siang. Para pelayan sudah lebih bisa bersantai termasuk Marka yang duduk melamun di balik meja kasir. Sudah hampir seminggu Kaesa dan Dona tidak masuk bekerja, mungkin si kembar memutuskan untuk berhenti. Dan sudah seminggu pula Marka tidak mendengar kabar apapun tentang mereka.
"Bos, lo sering di kasir ya sekarang. Kasihan tuh Fela gak punya kerjaan diaaa"
Marka tersentak kaget, kepalanya ia angkat untuk melihat Hanan yang tengah berbicara kepadanya, sembari pandangan pemuda itu menunjuk Fela yang semulanya ia tugaskan untuk menjaga kasir kini malah beralih membantu juru masak di dapur.
"Gak apa, gue lagi pengen duduk disini" Jawab Marka seadanya, tidak mungkin ia bilang kalau ia sedang menelusuri hal mengganjal di hatinya. Bisa-bisanya nanti ketahuan satu cafe.
"Hemehhh" Hanan mencibir, "Lo kangen sama si kembar kan?? Lo ngaku deh boss, lo naksir Kaesa kan??"
"Gue engga!!!??!!!" Marka menjawab cepat, pikirannya langsung panik saat mendengar kalimat Hanan. Niat hati ingin membantah, tapi ternyata malah salah langkah. Hanan terkekeh, gerak gerik Marka iu sangat mudah dibaca menurutnya.
"Sebagai teman, gue cuma mau ngingetin. Kalau lo suka, ya usaha. Dapetin hatinya. Lo gak akan dapet apa-apa kalau lo cuma diem"
Marka diam, pikirannya mulai bercabang lagi. Ini bukan hanya tentang Kaesa, tapi juga Dona. Ia takut, kalau nanti ia menyatakan perasaannya kepada Kaesa tapi ternyata hatinya malah jatuh kepada Dona.
"Soal keraguan lo, lo udah tahu jelas jawabannya Ka. Lo sama Dona itu pure temen. Dulu lo mungkin suka sama dia, tapi perasaan itu memudar bahkan lo gak sadar kapan tepatnya. Hati lo berdebar lagi itu karena Kaesa. So it's because Kaesa. Lo jatuhnya sama Kaesa Marka"
🥀__🥀
"Sayang? Kamu pakai tabungan bersalin kita lagi ya?" Diana yang saat itu tengah hamil besar muncul dari dapur dengan secangkir kopi. Jonathan meraih kopi tersebut dan meminumnya perlahan, setelahnya pria itu menghembuskan nafas pelan.
"Maaf sayang, modal kita gak balik. Ada satu kantor yang ngutang terus tapi sampai sekarang belum dibayar. Sedangkan kita perlu uangnya cepat untuk putaran modal"
Nekat menikahi wanita yang tak punya asal usul, Jonathan mengambil resiko untuk tidak mendapatkan apa-apa dari keluarganya. Jonathan sanggup karena ia adalah laki-laki yang tangguh. Ia pria sejati yang bisa bertanggung jawab untuk keluarga kecilnya nanti. Sebagai langkah awal, Jonathan memilih untuk berjualan. Ketika masih bujangan dulu, Jonathan punya sejumlah tabungan yang bisa ia belikan sapi perah serta ayam petelur. Setiap harinya Jonathan akan mengolah susu dan mengantarkannya ke tempat-tempat orang yang memesan.
Semuanya berjalan lancar sampai akhirnya Diana hamil, keperluan mereka akan mulai meningkat. Karena sadar kalau mereka bukanlah orang yang mampu, maka Jonathan membuat tabungan untuk Diana melahirkan nanti. Namun siapa sangka kalau tabungan itu sedikit demi sedikit tetap ia ambil karena kebutuhan-kebutuhan mendadak.
"Gak apa" Ucap Diana menenangkan, tangannya mengelus bahu sang suami. "Rezeki udah ada yang atur. Kita gak akan kekurangan apapun mas"
Kalimat penenang Diana lah yang membuat Jonathan tetap tegar dan berusaha semakin keras untuk mencari nafkah. Keduanya mengira kalau kehidupan mereka hanya tentang mereka berdua, padahal salah. Masih ada keluarga Jonathan dibelakang mereka.
Siang itu, seperti biasa Diana hanya sendirian dirumah karena Jonathan bekerja. Tidak pernah ada dipikiran Diana kalau mertuanya akan mengunjungi kontrakan kumuh mereka.
"Kamu anak yatim piatu, mungkin gak akan ngerti gimana orangtua memperlakukan anaknya dirumah. Jonathan kami adalah anak yang berharga, dia hidup dengan segala kenyamanan namun sayang sekali ia harus melepas kenyamanan itu hanya untuk bersanding dengan mu"
Diana menunduk saja mendengar kalimat mertuanya, tangannya memeluk perut besarnya yang kalau sesuai dengan prediksi dokter, ia akan melahirkan bulan depan.
"Pergi Diana. Jangan halangi anak saya untuk meraih suksesnya. Kamu menghalangi jalan Jonathan. Perjalanan Jonathan itu harusnya masih panjang karena ada perusahaan ayahnya yang menanti. Kalian jatuh cinta boleh, tapi saya mohon jangan halangi anak saya"
Orang normal mana yang tidak akan tersakiti hatinya mendengar kalimat-kalimat menusuk, meskipun itu hanya masa lalu tapi tetap saja. Lukanya menancap tepat dihati Diana.
Sudah hampir seminggu Diana dan Kaesa tinggal dirumah megah milik Jonathan. Karena status mereka yang memang belum bercerai mempermudah semuanya.
Diana mengepalkan tangannya kuat-kuat, wanita itu sedang berdiri didepan pintu kamar Dona. Gadis itu masih sakit, bukan fisik melainkan hatinya.
"Tante, saya waktu itu bilang kalau saya akan bersembunyi sebisa saya, tapi kalau Jonathan langsung yang menemukan saya, tidak perduli berapa lama waktu yang dibutuhkan, saya akan kembali kepada Jonathan selama ia masih menginginkan itu. Dan sekarang, saya tidak ingin menyerah lagi. Ibu, kamu harus bayar mahal untuk rasa sakit kedua putri dan suami ku!"
Mata Diana memerah, hatinya marah. Sudah cukup sudah, ia tidak akan mengalah lagi. Katakanlah ia terlambat, tapi ia sekarang hendak menyatukan keluarganya yang sudah seperti potongan kaca.
🥀__🥀
Kalian pengen ngobrol sama aku gaa????