🥀__🥀
"Anak gue tuh aneh deh sekarang" Jonathan meletakkan americanonya dan mulai menatap sahabat-sahabatnya dengan serius. Jam kantor sudah satu jam yang lalu berakhir tapi ia, Jayden dan Yuda masih asik nongkrong di coffee shop yang menurut anak-anak kuliahan 'overpriced kopi' itu.
"Aneh gimana dah? Gue liat-liat masih aja tuh anak lo, cuma emang lebih jadi pendiam gak sih??"
"Demi apa?? Seorang Dona gak bawel?? Yang bener lo??" Jayden mengangguk menanggapi pertanyaan Yuda yang tidak percaya. Jayden pun rasanya menolak untuk percaya karena Dona itu benar-benar cerewet dan sedikit beringas.
"Udah hampir seminggu gue gak liat dia nongkrong dirumah buat gangguin Jean, anak lo kenapa Jo??"
Jonathan menggeleng frustasi, masalahnya dia juga tidak tahu apa-apa. Rasanya Dona berubah dalam semalam. Anak gadisnya yang biasanya kelayapan tidak ingat pulang, sekarang jadi lebih sering dirumah. Dan yang paling membuat Jo sedikit tidak percaya adalah jumlah saldo di kartu debit Dona yang rutin ia transfer untuk jajan bulanan tidak bergerak banyak. Anaknya itu hanya melakukan pembelian kemarin siang. Ini seperti sebuah sejarah baru.
"Menurut lo, berubahnya ke arah yang lebih baik atau buruk??"
"Lebih baik sih" Cicit Jonathan, memang apa yang Dona lakukan sekarang adalah hal yang selalu ia ungkit ketika dirinya memarahi Dona. Tapi rasanya hati Jo sedikit tidak senang.
"Anak lo artinya nurutin semua kata yang lo keluarin waktu lo lost control Jo, kenapa lo gak nyoba juga buat berubah sedikit dan lebih perhatian sama Dona?? Anak lo gak salah apa-apa Jo" Kalimat Jayden begitu menusuk Jonathan. Ia sadar kalau selama ini Dona memang dibesarkan oleh uang. Gadis itu pun seolah faham kalau mbok yang mengurusnya juga karena uang. Gadis itu jika dilihat dari luar persis seperti orang tidak punya hati, tapi Dona itu gadis lemah persis seperti ibunya.
Jonathan mengusap air mata yang keluar sedikit dari ujung matanya, perasaan bersalah itu kembali menguak. Pikirannya pun mulai menyusun strategi untuk menghabiskan banyak waktu dengan Dona. Ia tidak boleh kehilangan kesempatan lagi.
🥀__🥀
"Cih, jelek banget selera lo"
"Gak tau bersyukur!!" Marka mendorong kepala Dona pelan, ucapan Marka pun diangguki setuju oleh Kaesa.
"Bener! Kamu nih gak tau bersyukur. Ini aku yang beli tau. Ukurannya juga sesuai"
"Lo beli tiga! Satunya lagi buat siapa?? Marka???" Sejujurnya Dona berbohong, sepatu ini adalah sepatu yang paling ia incar dari sebulan yang lalu. Mustahil ia berani mengatakan sepatu itu, tapi karena rasa gengsinya, ia terpaksa mengatakan itu.
"Satunya lagi buat ibu lah Donaaa!! Tuh ih goblok!! Marka, kata kamu ini anak waktu sekolah juara pararel, waktu kuliah pun jalur undangan. Tapi kenapa dia sebodoh ini???"
Marka mengedikkan bahunya, "Kan dia lagi cosplay jadi elu, otaknya Keikut kali"
"Sialan!!" Kaesa memukul pundak Marka sekeras mungkin, sedangkan Marka dan Dona sudah terbahak karena umpatan Kaesa yang terasa janggal ditelinga mereka.
Ketiganya sedang berada di Cafe milik Marka. Meskipun slengean tapi Marka itu pintar memutar uang. Setelah sukses memutar uang dibagian investasi, pemuda itu akhirnya membuka study cafe. Dan karena Dona harus bekerja atas permintaan Kaesa, maka Dona memutuskan untuk bekerja di cafe Marka saja. Meskipun ia seribu kali harus menelan rasa untuk memukul kepala Marka, tapi tidak apa. Yang penting Dona tidak perlu bekerja keras banting tulang ditempat orang lain.
"Dona, kemarin aku liat Papi nangis, apa Papi kerasa kalau aku ini bukan anaknya ya makanya beliau nangis?? Kayaknya kangen kamu"
Marka merasa gemas melihat Kaesa yang berbicara dengan polos, pemuda itu tidak tahan untuk tidak mencubit Kaesa.
"Mana ada anak segede ini masih dikangenin bapaknya Kaesaaa"
"Ck!! Sakit!!"
Dona mengangguk pelan, ia setuju. Meskipun ia tidak terlalu dekat dengan Papi tapi Dona tahu kalau Papi terlalu lama diruang kerjanya, lelaki itu akan menangis. Entah apa penyebabnya.
"Lo berani masuk ruang kerja Papi??"
Kaesa mengangguk, Ia akan sangat berani apalagi Papi jarang ada dirumah.
"Nanti lo masuk keruangannya, terus lo cari aja album foto. Jangan dibuka tapi! Lo harus bawa album itu kesini dan kita buka sama-sama" Kaesa mengangguk mantap. Ia merasa bangga karena seperti diberi tugas menjalankan misi rahasia.
"Oh ya satu lagi, masalah band kampus. Jangan join lagi, siapapun yang bujuk. Oke?? Gue gak mau lagi ada disana!"
🥀__🥀
Aku harus udah mulai menuju konflik sih, tapi aku harus bangun pendekatan dulu. Kayaknya ini bakal jadi first buku aku yang agak banyak part-nya deh.....