🥀__🥀
"Cantik"
"Hahh??"
"Kamu cantik, Kaesa" Detik itu juga Dona merasa wajahnya memanas, sepertinya pipinya saat ini memerah. Semudah itu Dona luluh, padahal hatinya baru dipatahkan beberapa hari yang lalu oleh Jean, tapi melihat senyum lelaki itu hari ini benar-benar membuat hatinya bimbang.
"Kamu juga ganteng" Jean terbahak, tidak menyangka kalau gombalannya akan dibalas langsung oleh Kaesa. Padahal gadis itu anti dengan hal seperti ini, biasanya kalau Jean memujinya, paling tidak Kaesa akan memukul Jean.
"Sa, jangan dibalas. Hati ku gak kuat" Jean berlagak memegang dadanya dan itu membuat tawa Dona semakin menjadi.
"Aku baru tahu kamu sereceh ini, aduhhhahahahaa"
"Kamu selalu bilang aku gak lucu Sa. Kamu juga yang bilang kalo candaan aku garing!" Balas Jean sambil tersenyum, meskipun didalam hati ia sedang berbunga-bunga karena akhirnya bisa membuat Kaesanya tertawa.
"Siapa tuh yang bilang begitu" Dona langsung merubah posturnya menjadi tegak, "Bilang sini biar aku pukul kepalanya!!"
Jean menarik lengan Dona dan menaruh lengan itu dipundak Dona.
"Ini nih orangnya, tapi jangan dimarahin. Aku maunya di ciup aja!"
Dona yang tadi cengengesan langsung mematung mendengar kalimat Jean. Ia merutuk didalam hati karena ternyata benar kata Kaesa, candaan Jean memang garing!!
Tapi di detik selanjutnya mata Dona melebar karena Jean benar-benar menciumnya, di pipi.
🥀__🥀
"Lho, tumben kamu yang bayar?? Biasanya anak gadis mu"
"Iya mbah, soalnya Kaesanya masih kuliah. Ya sekali-kali juga saya yang kesini, nih sekalian bawain ibu kue dari toko"
Mbah adalah orang baik yang mau membantu Diana dan Kaesa. Mbah menyewakan rukonya kepada mereka tanpa meminta uang muka, beliau pun menyuruh mereka untuk bayar enam bulan sekali. Setidaknya itu dapat meringankan beban mereka.
"Anak mu rajin Diana, jarang banget ada anak gadis yang mau sekolah sambil kerja" Diana mengangguk setuju, jangankan anak gadis lain, dirinya saja dulu saat kuliah enggan untuk bekerja. Dia benar-benar ngarepin kiriman orangtuanya dari kampung.
"Anaknya emang pekerja keras mbah, bisa setres dia kalau gak kerja. Nurun banget sifat bapaknya sama dia" Diana terkekeh, tidak ingin munafik tapi Kaesa memang sangat mirip dengan suaminya.
Tatapan mbah yang tadi sumringah tiba-tiba menjadi murung. Ia tidak tahu kisah keluarga Diana karena wanita itu memang tidak pernah menceritakannya.
"Suami mu itu kemana tho nduk?? Pergi sama wanita lain kah?? Atau merantau gak pulang-pulang??"
"Suamiku bukan orang jahat Mbah" Ucap Diana sambil terkekeh, kepalanya menggeleng pelan. "Ada sesuatu yang terjadi waktu itu yang bikin kita harus pisah. Tapi dia gak jahat mbah, makanya sampai sekarang aku bersyukur sekali karena anakku benar-benar mirip dia. Ya sedikit banyak, mengobati rindu ku lah.."
Mbah ikut menggeleng tidak percaya dengan kalimat Diana.
"Kalau rindu, kenapa tidak minta bertemu dan tinggal bersama lagi?? Kasihan anak mu nduk, dia besar tanpa tahu ayahnya siapa padahal dia punya ayah sah!"
'Nanti ada waktunya mbah' Jawab Diana tapi didalam hati karena ia sendiripun ragu, apakah ia bisa bersama dengan suaminya lagi atau tidak.
🥀__🥀
Diana mengatakan kalau badan Kaesa akan sakit kalau gadis itu tidak bekerja satu hari saja. Dan itu benar, meskipun sekarang Kaesa sedang menjalankan peran sebagai Dona si anak orang kaya yang kalau menginginkan sesuatu pasti dapat, tetap bekerja, di cafe milik Marka pula. Kalau Dona memilih untuk bekerja dibagian kasir saja, maka Kaesa dibagian waiters. Gadis itu kuat bahkan bolak-balik membawa pesanan orang seperti tidak bisa lelah.
"Kembaran lu manusia apa robot sih??" Marka memangku dagu disamping Dona, keduanya sama-sama memperhatikan Kaesa yang tengah bekerja. Padahal pelanggan sedang tidak ramai karena belum masuk waktunya anak-anak untuk nongkrong tapi Kaesa bergerak seolah pekerjaannya tidak habis-habis.
Mendengar kata 'kembaran' dari mulut Marka membuat Dona otomatis menoleh.
"Teori manusia punya tujuh kembaran tuh bener gak sih?? Kalau bener, emang miripnya semirip gue sama Kaesa ya??" Marka mengernyit ketika menyadari pertanyaan itu untuk dirinya, masalahnya ia tidak biasa dengan Dona yang seperti ini. Kenapa semenjak bertukar peran Dona-nya menjadi lebih tenang??
"Heh!!! Gue nanya!! Malah bengong!!!!"
"Astaga Dona. Nyawa gue sempet keluar dulu tiga detik anjing!!"
"Ya lo sih nyebelin!!"
Marka menghela nafas pelan saat Dona mengalihkan pandangannya kedepan lagi, perlahan pemuda itu memutar posisi Dona untuk menghadapnya kembali.
"Gue gak tahu teori itu beneran apa enggak, tapi gue naruh curiga sama lo dan Kaesa. Kesamaan kalian itu mencurigakan. Kalian mirip sembilan puluh sembilan persen. Gue gak bakal punya jawabannya, karena yang tahu cuma Papi lo sama ibunya Kaesa. Atau mungkin dokter lab rumah sakit juga bakal tahu seandainya kalian mutusin buat tes DNA" Dona diam.
Gadis itu diam karena tatapan Marka, ini pertama kalinya ia dan Marka ada dijarak sedekat ini dan berbicara seserius ini. Kenapa Dona baru menyadari???
Kalau Marka itu juga ganteng????
🥀__🥀
Hayoloh Dona, abis pipinya dicium mas crush malah ngerasa another feeling sama musuh sendiri 😌😌