🥀__🥀
PLAK
Tamparan keras itu mengisi seluruh ruang tamu besar dirumah Jonathan, para pekerja yang tadinya tidak mau tahu sekarang mulai mendekat karena penasaran. Disana, ditengah-tengah ruang tamu ada Diana yang baru saja ditampar oleh nyonya besar, ibu Jonathan.
"Tidak tahu malu sekali kamu, setelah bertahun-tahun ningalin anak saya, sekarang setelah dia sukses kamu main kembali begitu saja??" Ibu Jonathan menggeram karena bukannya takut, Diana malah menatapnya dengan senyuman licik mematikan milik wanita itu. Rasanya ia baru kemarin menikmati kehidupannya karena Jonathan, anak lelaki satu-satunya akhirnya mau meneruskan perusahaan milik suaminya. Tapi kenikmatan yang ia rasakan harus hancur karena mendapat laporan kalau Diana kembali.
"Saya akan urus perceraian kalian secepatnya, kamu gak perlu bawa pergi cucu saya. Kamu harus pergi, pergi yang jauh dari kehidupan putra saya Diana"
"Aku gak bisa Bu"
"Kenapa enggak? Dulu kamu bisa ninggalin anak saya disaat dia terpuruk, trus sekarang kenapa gak bisa?? Karena anak saya sudah——"
"Dulu saya pergi karena paksaan ibu!!! Ibu bilang apa waktu itu? Saya dan bayi yang ada didalam kandungan saya menghambat kehidupan mas Jo?? Ibu sadar, siapa disini yang menghambat kehidupan Jonathan??" Diana tidak takut, tekatnya sudah bulat. Ia harus melawan kali ini.
"Apa yang ibu dapat? Anak ibu jadi membangkang? Jonathan memutus hubungan sama kalian, bahkan Dona sekalipun gak pernah Jonathan ajak nginjekin kali dirumah kalian. Jonathan bahagia?? Enggak Bu, saya tanya sekali lagi, siapa diantara kita yang menjadi penghambat"
Ibu Jonathan geram, karena ia kalah telak dengan kalimat Diana, wanita itu mencoba mengayunkan tangannya untuk menampar Diana. Diana memperhatikan hal itu, dan untuk sekali lagi ia lebih pasrah ditampar daripada harus kembali meninggalkan suami dan anaknya. Diana memejamkan matanya kuat agar tidak terlalu kesakitan dengan tamparan itu. Tapi nyatanya, tamparan itu tidak akan pernah terjadi karena Dona menahan tangan neneknya.
"Aku inget, terakhir kali Papi bilang kalau nenek masih mau hidup enak maka jangan ganggu keluarga Papi. Itu masih berlaku sampai sekarang nek, sekarang nenek pergi atau aku laporin ke Papi dan kami akan biarin nenek hidup jadi gelandangan"
Dona mengancam telak, wanita tua itu tidak mampu berkutik dan langsung meninggalkan Dona serta Diana yang masih terkejut.
"Na.. Dona denger semuanya?"
"Ibu bisa gak sih!!! Ngelawan!! Jangan mau pasrah dipukul nenek. Jangan ibuu, hikss" Dona berjongkok, hatinya sendang hancur hari ini, kemudian saat pulang ia menyaksikan hal yang membuat hatinya lebih hancur. Ia tidak sanggup, lukanya tidak pernah mengering.
"Maaf, maafin ibu sayang" Diana ikut berjongkok dan memeluk Dona. Tangisnya pun mengikuti Dona. Bahkan semua yang menyaksikan hal itu ikut menangis karena suara pilu yang Dona keluarkan.
Tangisan Dona mengajak satu rumah untuk ikut menangis.
🥀__🥀
Jean itu sangat menyukai musik, alat musik apa saja ada dikamarnya, dan yang paling sering ia mainkan adalah gitar elektrik yang diberikan Jena saat ulang tahun mereka tahun lalu. Sekarang suara gitar itu mengisi penuh volume kamar, lagi Mercy milik Shawn Mendes itu sangat cocok untuk suasana hatinya sekarang.
Jean tengah bersedih hati, tadi ketika ia sampai di cafe milik Marka ia menemukan keduanya tengah berpelukan. Kaesa memeluk Marka erat dan Marka yang membalasnya tak kalah erat. Meskipun tidak berbicara apa-apa dengan mereka, tapi Jean sudah faham betul suasana seperti apa yang terjadi diantara mereka.
"Yaelahh, patah hati bro!!" Rihana menepuk pundak Jean tanpa perasaan, kemudian mendudukkan dirinya disamping Jean, lalu disusul oleh Jena. Ketiganya sama-sama diam dan menikmati alunan musik dari speaker. Setelah Rihana dan Jena datang, Jean memang sengaja menyudai bermain dengan gitarnya, karena kalau ada dua gadis itu ia tidak akan bisa fokus dengan kunci.
"Patah hati berat dia, abis dilepasin Dona dan berniat nyatain perasaan ke Kaesa, ehh malah di tikung Marka"
"Hahahhahaa, Je hidup lo lawak banget. Tahun ke tahun di tikung Marka"
"Diem Ri!!" Jean mendengus, Rihana memang tidak akan membuang kesempatan untuk mengoloknya.
Jean, Marka, Rihana, Jena, dan Dona adalah sahabat dulunya, sahabat masa kecil. Rumah mereka berdekatan dan di komplek itu hanya mereka yang orangtuanya saling kenal. Yang memisahkan mereka hanya waktu istirahat dirumah masing-masing, selebihnya mereka selalu bersama.
Jean kecil sangat menyukai Dona, ia akan menempatkan Dona diatas semuanya melebihi Jena. Apapun tentang Dona akan membuat Jean salah tingkah dan malu. Bahkan Jean sudah hampir menyatakan perasaannya tapi ia urungkan karena Marka dengan tiba-tiba bercerita kalau ia juga menyukai Dona. Patah hati Jean semakin parah saat melihat Dona dan Marka tertawa terbahak-bahak didepan rumah Dona. Dan entah kebetulan dari mana ayah Jena dan Jean sedang mengemasi barang mereka dan bilang kalau mereka akan pindah rumah.
"Masa kecil kita emang lawak banget anjir. Dulu kita akrab banget sampe bikin orang pusing. Eh sekarang kita berjarak bahkan kayak gak kenal satu sama lain"
"Iya anjir!!" Jena memutar tubuhnya dengan semangat, kalau mau bergibah memang harus saling berhadapan. "Kalau Dona, okelah. Karna dari SMP gue sama Rihana juga udah jaga jarak sama dia. Gue sama Rihana kasihan nih sama lo yang merana jadi kita mutusin buat gak temenan sama Dona lagi. Tapi Markanjing????? Dia ikutan jauhin kita jirr, salah kita apa sama dia" Sampai sekarang, Jena memang masih tidak habis pikir kenapa Marka ikut berubah.
"Karna kita jahatin Dona gak sih?? Marka waktu itu suka sama Dona dan lihat Dona dijauhin sama sahabatnya itu bikin dia marah. Gue faham sih" Jean mengangguk menyetujui dugaan Rihana, karena dulu dia juga berpikiran yang sama.
"Hadehhh ini persahabatan udah hancur tapi diantara lo sama Marka gak ada yang jadi sama Dona. Rugi banget!!"
🥀__🥀
Kaesa Marka besok yahhhhh eh tapi ga janji besok banget, soalnyakan new year hehhe