Ini adalah mimpi buruk.
Ini harus jadi mimpi buruk.
Ketika aku membuka mataku, aku terbangun di kamarku dan melihat lagi wajah Ibu dan Ayahku.
Sepasang kelopak mata Naruto yang tertutup erat dengan tegang itu perlahan terbuka menampilkan bola mata biru laut indahnya. Mengerjap menyesuaikan intensitas cahaya yang masuk ke dalam matanya.
Matanya bergerak ke kanan dan kiri, mencari dan memerhatikan sekitar. Ketika menyadari tempatnya terbangun dan tidak menemukan dua sosok yang dikenalnya. Harapannya musnah.
Masih.
Merasakan beberapa bagian tubuhnya terutama bagian pinggang hingga ke bawah yang paling mendominasi terasa sakit digerakkan meyakinkan bahwa ini semua bukan mimpi buruk.
Sial!
Naruto menggemertukkan giginya. Benci.
Aku masih di sini! Sial! Bajingan!
Napasnya memburu marah sampai ia dengan jelas mendengar deru napas di dalam dadanya.
Naruto menumpu tangan kirinya untuk bangun tapi rasa sakit yang menyengat di bahu kanannya menumbangkannya kembali terbaring di kasur. “Aku harap kau mati!” sumpahnya pada pria yang membuat bahunya hampir cacat.
Naruto tersengal karena amarahnya yang membara. Setelah mereda namun masih menyimpan kebencian yang dalam, ia teringat sesuatu. Sesuatu yang terjadi semalam.
Jantungnya berdetak menggila lagi.
Tangan kirinya yang mana bahunya itu tidak terluka, langsung menyentuh dadanya, merasakan kain di bawah telapak tangannya. Seketika jantungnya berdetak kembali normal perlahan.
Naruto menaikkan kepalanya ke atas untuk memastikan dan melihat kemeja hitam membalut tubuh atasnya. Kakinya yang sehat mencoba menendang selimut yang menutupinya dari perut sampai ke bawah, susah payah menyingkirkan selimut itu dan menemukan celana hitam membalut kakinya.
Naruto menjatuhkan lagi kepalanya ke atas bantal dengan helaan napas lega yang panjang.
Pria itu tidak pernah meninggalkannya tanpa satu pun busana ketika pria itu selesai melakukannya. Ia tahu, pria itu tidak membiarkan orang lain mengurusnya dalam hal mengganti atau memakaikan pakaian padanya ketika ia pingsan setelah pria itu memaksanya.
Salah satu yang masih sedikit disyukurinya di sana, karena tidak ada yang melihatnya selain pria itu meski tetap ia tidak mengharapkan siapa pun menggantikan pakaiannya ketika ia masih mampu melakukannya sendiri.
Setelah pengakuan cinta pria itu padanya yang membuatnya berada di sana, ia semakin jijik pada pria itu. Tidak menyangka bahwa dirinya tanpa sadar telah membuat seorang pria lurus menjadi belok.
Atau memang pria itu tidaklah waras.
Ia tidak menyangka pengejaran cinta pertamanya membawanya pada petaka di masa depannya. Saat ini.
Naruto mengedarkan lagi pandangannya ke ruangan itu. Ingin mengetahui jam berapa tetapi tidak menemukan satu pun jam dinding atau penunjuk waktu lainnya. Hanya jendela tralis yang berkorden tipis dengan kaca yang buram sebagai penunjuk waktu terang atau gelap yang saat ini terang, mungkin masih pagi atau siang, ia tidak tahu jelas.
Mengedarkan lagi pandangannya ke sekitar dan menggeram marah.
Ruangan itu didesain dengan sengaja seperti milik kamarnya sebelum ia pindah ke luar negeri.
Karena pria itu ingin mengingat masa-masa pertama kalinya masuk ke dalam kamarnya ketika ia menolong pria itu yang pingsan dikeroyok siswa-siswa sekolah lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
WHATEVER THE PRICE [ SasuNaru ] [S1-S2✓|S3]
Fanfiction[ Season 1 ✓ | 2 ✓ | 3 ] (!) KONTEN DEWASA! Cerita ini memiliki rating dewasa untuk adegan kekerasan fisik dan seksual, darah, pemaksaan, ancaman, konflik dan pembicaraan yang berat, bahasa kasar, gak stabil, yang ditulis secara jelas atau tersirat...