Sasuke dan Naruto menjalani hidup masing-masing.
Naruto menghadapi traumanya dan kenyataan apa yang telah terjadi sekarang dan hari yang akan datang.
Sedangkan Sasuke sedang belajar menata diri untuk masa yang juga akan datang.
Naruto memandang dunia luar dari balik jendela kamarnya.
Baru saja kembali ke negara kelahiran beberapa bulan, tidak menyangka akan kembali secepat ini ke rumah semasa mengabiskan masa remajanya di negara asing.
Meski memandang kosong daun-daun berguguran dari balik jendela, telinga Naruto mendengar langkah kaki menapak di lantai kayu menuju ke tempatnya duduk di atas karpet berbulu lembut di kamarnya. Naruto masih tenang ketika mengetahui akan ada yang datang karena tahu bahwa kehadiran orang itu bukan ancaman.
"Naru, cokelat hangat untuk kita!" Kushina mengetuk pintu kamar yang setengah dibuka lalu masuk ke dalam saat tak mendapat balasan. Senyum lebar masih dipertahankan untuk mengembang.
Beberapa langkah mendekat dari tempat anaknya duduk melipat kedua kakinya di depan dada, Kushina melebarkan senyumnya mendapat atensi anaknya itu.
"Terima kasih, Bu." Naruto menerima secangkir cokelat hangat dari ibunya yang duduk di sisinya. Suaranya lirih karena tidak banyak bicara hari ini.
"Apa pun untukmu, Sayang." Kushina mencium dahi anaknya. Membenarkan posisi duduknya lalu mengalihkan tatapannya ke luar jendela, menyesap cairan cokelat yang menghangatkan tenggorokannya, menjadi menelan banyak-banyak saat terpengaruh dengan suara lirih anaknya.
Kushina tidak lagi melihat atau mendengar anaknya seperti yang dulu. Naruto terlalu banyak diam dan melamun sejak pindah. Kushina dan Minato telah melakukan banyak cara agar anaknya bisa hidup kembali seperti yang diinginkan anaknya tetapi Naruto menarik diri dari kehidupan lama mereka.
Karena memang faktanya anaknya tidak bisa lepas dari pria itu.
Kushina tidak bisa membawa anaknya pergi jauh lagi. Hidupnya yang seharusnya sedikit menurun ekonominya karena perpindahan yang mendadak, tidak menghadapi kesulitan apa pun.
Segalanya terasa berjalan lancar. Minato terancam dipecat karena mendadak mengusulkan perpindahan posisi ke luar negeri, salah satu cabang yang pernah ditanganinya, tempat mereka tinggal sekarang namun malamnya Minato ditelepon dengan atasannya kalau Minato bisa menempati posisinya kembali di cabang perusahaan di negara itu.
Mengenai dokter psikiater Naruto. Biaya pengobatan Naruto begitu standar saat tingkatan penanganan Naruto di atas rata-rata, terlebih dokter itu adalah dokter terbaik di bidang di rumah sakit itu.
Juga, Kushina tahu gerakan mereka diawasi, langkah mereka diperhatikan. Pasti tidak akan mudah ketika orang-orang dari pria gila itu mengirim beberapa orangnya untuk mengawasi anaknya.
Kushina tidak tahu jelas kenapa ia berpikiran demikian namun firasatnya mengatakan demikian. Merasakan tatapan mata meneliti rumahnya.
"Bu, Ayah kapan pulang?" nada normal anaknya membuyarkan Kushina dari lamunannya. Meletakkan cangkirnya di depan meja kecil di depan mereka.
Kushina menoleh pada wajah anaknya, menekan rasa sakit di dadanya melihat luka yang tidak mungkin sembuh dari manik biru anaknya, memasang wajah berpikir lalu mengambil ponselnya yang ada di dalam saku celana, maniknya membaca pesan beberapa menit lalu.
"Ayah bilang akan pulang setengah jam lagi." Kushina menjawab pertanyaan anaknya. Naruto mengangguk, bergumam terima kasih. Tangan Kushina terulur mengusap lengan anaknya, mengangguk kecil.
"Bu, mau nonton film." Naruto menatap ibunya. Dalam diam, Naruto tahu kalau ibu dan ayahnya berusaha keras untuk membuatnya utuh kembali tetapi siapa pun tahu, yang terjadi padanya tidak akan bisa membuatnya kembali seperti dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
WHATEVER THE PRICE [ SasuNaru ] [S1-S2✓|S3]
Fanfiction[ Season 1 ✓ | 2 ✓ | 3 ] (!) KONTEN DEWASA! Cerita ini memiliki rating dewasa untuk adegan kekerasan fisik dan seksual, darah, pemaksaan, ancaman, konflik dan pembicaraan yang berat, bahasa kasar, gak stabil, yang ditulis secara jelas atau tersirat...