(!) Catatan Nap :
Lihat cover yang aku pilih dari Pinterest untuk cerita ini dan judul dari cerita ini.
Cerita ini kacau (gak stabil) terlebih terlihat dari dua hal yang aku sebutkan; cover dan judul, yang mungkin sudah tertebak sama kamu bagaimana cerita ini berjalan dan berakhir. Jadi, tolong tetap aman saat kamu membacanya.
Aku gak minta kamu bertahan di cerita ini dan juga gak menolak kehadiran kamu di cerita ini. Aku cuma minta satu hal, tolong koreksi kesalahan kata di ceritaku ini.
Makasih, ya, udah baca tiap catatan aku dan peringatan yang ada♡
(!) Hampir 8000 kata!
•••
Shikamaru menutup pintu kediaman keluarga Naruto dan berjalan meninggalkan pintu tertutup yang sedang menyembunyikan dua orang yang sedang berduka di dalam rumah yang selalu berisik akan tawa, canda, perdebatan, dan obrolan keseharian bahkan hal-hal tak penting lainnya yang kini hanya terisi lirihan kata pulang dan isak tangis setelah kabar yang dibawanya.
Langkahnya yang biasanya tegas kini dibiarkannya melangkah dengan gontai karena menahan beban berat di kedua bahunya sejak kejadian penculikan sahabatnya sendiri terjadi.
Shikamaru mengusap wajahnya yang kusut terhadap masalah yang bertubi-tubi menyerang dan kantuk yang sulit ditidurkan.
Masih dengan seragam tugas, Shikamaru meraih pegangan pintu mobil di bagian kemudi setelah sampai di sisi mobilnya. Membukanya lalu masuk ke dalam. Memasang sabuk pengaman dan akan mulai menyalakan mesin tetapi dering telepon di sakunya bergema lirih di ruangan kecil yang sunyi di dalam mobil, menggetarkan samar celananya.
Shikamaru melepas niat sesaat untuk menyalakan mesin mobil, mengambil ponselnya yang ada di dalam saku celana.
Sederet nomor tak memiliki nama karena tak disimpan tertampil di layar ponselnya.
Shikamaru memang tidak menyimpan nomor tersebut tapi ia masih mengenali pemilik nomor yang menghubunginya, yang selama ini menerornya.
Genggaman biasa di ponselnya menguat menatap tajam nomor yang masih ada di layar.
Shikamaru membuang napas kasar lalu menggeser ke atas gambar telepon berwarna hijau dan menempelkan layar ponselnya ke daun telinga kiri.
"Kau mengambil tindakan tanpa aba-aba dari kami, Nara."
Suara dingin yang terasa kosong di seberang telepon masuk ke dalam pendengarannya, Shikamaru mengetatkan rahang.
"Aku tahu, oke?" Shikamaru membalas cepat sebelum orang yang ada di sana, entah di mana, Sai, melanjutkan kata-kata yang membuatnya tak berdaya sebagai seseorang. "Aku hanya terlalu frustrasi!" helaan napas berat mengakhiri teriakan tertahan Shikamaru yang pecah pada akhirnya setelah beberapa lama menahan diri.
"Asuma mulai curiga! Rekan-rekanku, beberapa anggota lainnya mulai curiga!" Shikamaru mulai menjelaskan maksud dari tindakannya. Jika tidak segera mengatakan alasannya, orang tuanya yang ada di rumah akan terkena dampak dari perbuatannya.
Ia dan yang lain tidak bisa membuka suara atas apa yang terjadi pada Uzumaki Naruto, teman, sahabat, juga saudara bagi mereka. Banyak orang di sekitar mereka dari suruhan si Uchiha Bungsu yang berkamuflase, mengawasi tindak-tanduk mereka yang berhubungan dengan kasus hilangnya Naruto. Bahkan orang-orang itu pun menyadap ponsel mereka, melakukan banyak cara agar mereka tetap tutup mulut dan tidak melakukan sesuatu di luar perintah.
Di antara mereka, Kiba, satu-satunya yang selalu hampir mendapatkan konsekuensi karena hendak mengatakan yang sebenarnya pada Asuma atau pihak polisi lainnya karena tak sanggup lagi diam di saat dia tahu apa yang terjadi. Juga tidak sanggup melihat orang tua Naruto dan menyaksikan langsung kesulitan Naruto di depan mata.
KAMU SEDANG MEMBACA
WHATEVER THE PRICE [ SasuNaru ] [S1-S2✓|S3]
Fanfic[ Season 1 ✓ | 2 ✓ | 3 ] (!) KONTEN DEWASA! Cerita ini memiliki rating dewasa untuk adegan kekerasan fisik dan seksual, darah, pemaksaan, ancaman, konflik dan pembicaraan yang berat, bahasa kasar, gak stabil, yang ditulis secara jelas atau tersirat...