11. Memberi

1.7K 262 28
                                    

(!) Tolong tetap aman untuk dialog bab ini.

"Tidak ada satu pun yang bisa menerimamu di luar sana."

Sasuke kembali melancarkan kata-katanya. Mengawasi dari area matanya melihat tangan kanan Naruto gemetar terangkat ke arahnya, terulur pada bahu yang tangannya memegang pipi basah si pirang. Merasakan rematan lemah, tidak memiliki tenaga sekadar untuk memegangnya sebagai tali kehidupan.

"Pandangan orang-orang terhadap kasus yang kau alami pada seorang pria akan lebih menyeramkan." Sasuke dengan hati-hati menyeka lagi setitik air mata yang jatuh dari mata kanan Naruto. Cengkeraman lemah di bahunya sedikit menguat, Sasuke berhasil lagi memukul titik lemah Naruto.

Sasuke memunculkan senyum sendu, simpati.

"Pria terkenal kuat dan mampu menjaga dirinya sendiri," Sasuke sengaja menjeda dirinya ketika melihat wajah Naruto terlihat mencelos.

"Namun seseorang yang dikenal kuat dan mampu menjaga dirinya sendiri ternyata tetap tidak berhasil menjaga dirinya sendiri, apa yang akan orang-orang pikirkan?" Sasuke menggerakkan lagi kedua jari jempolnya untuk mengelus pipi bergaris Naruto yang basah. Naruto terjatuh lagi di kedalaman perasaan tak berdaya.

Dalam genggamannya, Sasuke merasakan sangat samar kepala Naruto bergerak menggeleng. Sasuke mendesah dengan sabar. "Kau akan terkenal begitu lemah, payah, dan rendahan." Sasuke memelankan tiap kata yang disebutkan.

Gelengan di dalam genggamannya lebih kentara kali ini dengan cegukan samar yang lolos.

"Penghakiman dari masyarakat sangat mengerikan. Mereka tidak ingin lingkungan mereka tercemar oleh orang kotor dan rendah sepertimu, Naru, dan kau tidak akan bisa bersembunyi di mana pun. Semuanya tidak akan sama lagi." satu tangan Sasuke bergerak halus di sisi kepala Naruto, mengelus rambut pirang Naruto untuk menyeimbangkan tatapan matanya yang dibuat lembut, memberikan kenyamanan.

Tangisannya yang bisu dan napas berderu sesak yang terdengar seperti ia telah mencekik leher jenjang itu, menjadi alunan pengusir sunyi di malam luasnya ruangan itu.

"Tapi hanya aku yang bisa menerimamu apa adanya." Sasuke kembali berbisik lembut, jari-jari di pipi bergaris digerakkan sehalus mungkin, seolah lagi-lagi memberikan sebuah pengertian. Sasuke merasakan tangannya yang dingin menjadi hangat menyentuh kulit panas Naruto.

"Apa yang terjadi padamu," Sasuke menyukai bagaimana manik biru yang cantik menatapnya seolah selain diri si pirang hanya ia satu-satunya manusia yang tersisa di bumi setelah kesendirian si pirang melewati badai kepunahan manusia. "aku akan selalu ada di sisimu." ujarnya. "Hanya aku tempatmu kembali."

"Di sini, tidak akan ada yang melihatmu secara beda. Tidak ada yang akan menatapmu seperti jalang murahan." Sasuke menyendukan nadanya, seolah mengerti apa yang dikhawatirkan Naruto.

"Dan orang tuamu." manik biru yang ditatap Naruto melebar kejut seketika. Sasuke menjeda lagi, untuk memberikan efek tekanan dari berbagai pikiran di dalam kepala si pirang. Menarik napas seakan apa yang dikatakannya begitu sulit. "Apakah mereka mampu menerimamu yang seperti ini?"

Tangan panas di bahu bisa dirasakan Sasuke menguat mencengkeram tidak hanya seutas pakaian yang dipakainya. Si pirang kembali berusaha menarik napasnya yang berderu kini tersengal berat. Mencari pegangan di saat si pirang begitu kepayahan.

"Kau hampir cacat." Sasuke melirik bahu dan kaki yang terluka, naik lagi pada manik biru yang terluka pada kenyataan. "Kau akan merepotkan mereka di saat hidup mereka hanya tinggal menikmati hari tua mereka."

"Dan yang terjadi padamu, mereka tidak akan sanggup mendengar omongan orang-orang tentangmu. Kau hanya akan menambah beban mereka."

Bibir itu menipis, bergetar, menahan diri agar tidak menangis bebas di depannya, yang padahal dirinya sangat bersedia menjadi sandaran si pirang yang masih sungkan.

WHATEVER THE PRICE [ SasuNaru ] [S1-S2✓|S3]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang