Naruto berdiri menatap pantulan dirinya pada cermin seukuran tingginya di depannya.
Bermenit-menit ia habiskan di depan cermin bukan untuk melihat apakah ada yang salah atau kurang dari penampilannya yang sudah rapi memakai seragam sekolah dengan tas di punggung tapi untuk memerhatikan wajahnya.
Tidak lebih dari empat hari Naruto bisa melihat wajahnya yang mulus tanpa warna lain selain warna kulitnya ataupun letak bagian wajahnya ada yang bergeser.
“Tapi dia.”
Kata singkat kakak kelasnya terdengar lagi di kedua telinganya yang selalu membuat Naruto menjadi gila apalagi setelah kata singkat itu ingatan tentang Sasuke meninju pemuda asing hari lalu menyusul.
Jujur saja, bahkan dirinya tidak bisa berharap lebih pada dirinya sendiri menang dari Sasuke yang sudah berkali-kali berpengalaman pada perkelahian.
Naruto baru kali ini miris pada dirinya sendiri.
Naruto menghela napas pasrah.
Mengambil ponsel yang ada di saku almamater. Menyalakan ponselnya lalu membuka kamera layar depan.
Naruto mengangkat tangannya yang menggenggam ponsel di depan wajahnya, berniat untuk mengabadikan wajah mulus tanpa setitik apa pun pada kameranya. Naruto berniat mengambil tiga gambar dari sisi kanan, kiri, dan depan, dengan ekspresi biasa.
Namun pada potret kedua, bukan lagi ekspresi biasa, namun ditambahi senyum kecil, dan potret ketiga mulai bergaya dua jari dengan senyum lebar, dan berlanjut pada potret berikutnya dengan penuh gaya dan ekspresif sampai berjumlah sepuluh foto.
“Kenapa jadi banyak? Niatnya kan hanya tiga?” Monolognya. Naruto tidak menyangka fotonya lebih dari tiga.
“Naru, ayo turun! Saatnya berangkat ke sekolah!”
Naruto mendengar suara ibunya, melihat lagi hasil fotonya dan tidak masalah dengan berapa foto yang diambil meski memenuhi memori, ia tetap senang dengan hasil fotonya yang selalu tampan dan keren.
“Aku turun, Bu!”
Pelajaran pertama adalah olahraga.
Might Guy adalah gurunya. Guru yang berperawakan hampir sama dengan Lee, si Bocor. Guru dan murid yang kelebihan semangat. Biasanya Naruto akan ikut ke dalam duo itu tapi tidak kali ini karena sedang kesal dengan Lee.
Anak-anak kelas Naruto melakukan pemanasan sebelum senam dan melakukan permainan sepak bola.
“Sensei, panas!” dari barisan belakang, Ino protes sambil menutupi wajahnya dari sinar matahari.
“Masih lamakah, Sensei?” Naruto menyahut, mengusap keringat di dahi yang berdiri di samping Ino, berbaris di belakang Shino.
Ino yang mendengar adanya suara dukungan, menoleh pada Naruto dan keduanya mengangguk. Berimprovisasi.
“Guy-sensei bisakah istirahat dulu?” Kadang Ino dan Naruto berada di satu tim jika urusan mereka seperti itu, sisanya mereka adalah kucing dan tikus, yang akan saling mengejek.
“Matahari pagi bagus untuk kita, jadi ayo kita berjemur agar semakin sehat!” Guy menjawab, tersenyum lebar hingga memunculkan kilau.
“Guy-sensei!” Lee mengangguk membenarkan dengan nada tinggi penuh semangat.
“Guy-sensei!” Naruto memanggil guru olahraganya itu ketika pembagian tim sepak bola setelah anak perempuan melakukan permainan pertama.
Pria kelebihan semangat dengan pakaian olahraga ketat itu menoleh pada Naruto. “Ya, Anak muda?”
KAMU SEDANG MEMBACA
WHATEVER THE PRICE [ SasuNaru ] [S1-S2✓|S3]
Hayran Kurgu[ Season 1 ✓ | 2 ✓ | 3 ] (!) KONTEN DEWASA! Cerita ini memiliki rating dewasa untuk adegan kekerasan fisik dan seksual, darah, pemaksaan, ancaman, konflik dan pembicaraan yang berat, bahasa kasar, gak stabil, yang ditulis secara jelas atau tersirat...