“Kalau kau ingin mencintai seseorang, itu harus aku."
Naruto mengembuskan kasar napasnya, menggelengkan kepalanya untuk mengusir dirinya sendiri dari bayangan buruk di masa lalunya.
Menatap pantulan dirinya di dalam cermin seukuran tubuhnya.
Melihat penampilan dirinya dengan hoodie oranye lembut, celana jeans, dan sneaker putih.
Lalu tatapannya kembali naik ke mata birunya. Melihat sosok menyedihkan dirinya di dalam cermin. Naruto selalu mengasihani dirinya sendiri ketika melihat dirinya di dalam cermin, sesial itu karena kebodohannya sendiri.
Kepalanya menyentak, menoleh mendengar pintu kamar yang tertutup setengah dibuka lebar oleh ibunya, di belakangnya ada ayahnya.
Kushina memakai dress panjang di bawah lutut berwarna hijau sebagai luarannya dengan kaus putih lengan panjang di dalamnya dan flat shoes hijau tua.
Kemeja biru langit, jeans, dan juga sneaker putih bagi Minato.
Tidak ada lagi di antara ketiganya yang memakai sesuatu dengan berwarna hitam.
Kushina dan Minato menghindari semua barang yang mereka miliki berwarna hitam karena Naruto selalu terpicu ketika melihat sesuatu berwarna hitam terutama untuk sebuah pakaian.
Mereka selalu memakai baju berwarna cerah sebagai salah satu cara untuk memastikan Naruto bahwa Naruto tidak ada di tempat itu lagi, yang akan mengingatkan Naruto pada monster itu.
Dan Kushina tidak peduli dengan style mereka yang mencolok. Kushina selalu mengatur pakaian apa yang akan dipakainya juga yang dipakai Minato dan untungnya Minato menerimanya saja, demi anak mereka.
"Kau sudah rapi, Naruto?" tanya Kushina, mendekat ke hadapan anaknya, merapikan hoodie anaknya. Naruto mengangguk dengan senyum kecil.
Mata biru Naruto melirik ayahnya yang terus memandangi ibunya.
“Ayah jatuh cinta untuk ke sekian kali dengan Ibu.” celetuk Naruto.
Kushina langsung menoleh ke arah suaminya dan Minato mengerjap. “Hah?”
Minato tersadar lalu tersipu, mendapat pelototan dari Kushina.
Naruto tertawa kecil.
Lalu tawa itu mengecil dan hilang perlahan. Secercah kebahagiaan itu berubah sendu tanpa diketahui orang tuanya.
Ada rasa iri melihat bagaimana orang tuanya bisa bersama sedangkan ia tidak seberuntung orang tuanya hingga bisa saling memiliki.
Mungkin ia bisa bahagia seperti kedua orang tuanya saat ini bersama Hinata jika saja hari itu ia tidak pernah memutuskan untuk datang ke acara reuni sekolahnya.
Mungkin saja?
Tapi bagaimana jika memang ini tetap terjadi dengan kondisi yang berbeda?
Seperti, ia berhasil menikah dengan Hinata lalu pria itu datang dan menghancurkan pernikahannya dengan Hinata.
Lebih parah lagi jika ia telah memiliki anak dengan Hinata dan bagaimana nasib anaknya saat itu jika ayahnya hilang entah ke mana.
Naruto menggelengkan kepalanya untuk menghentikan pikiran-pikiran itu.
Memilih mengambil ponselnya di saku celana untuk melihat jam.
Ayahnya membelikannya ponsel itu sekitar enam bulan yang lalu, yang hanya digunakannya untuk menerima telepon dari ayahnya yang ada di kantor atau ibunya yang terpaksa harus pergi meninggalkannya untuk kepentingan toko roti yang dirintis ibunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
WHATEVER THE PRICE [ SasuNaru ] [S1-S2✓|S3]
Fanfiction[ Season 1 ✓ | 2 ✓ | 3 ] (!) KONTEN DEWASA! Cerita ini memiliki rating dewasa untuk adegan kekerasan fisik dan seksual, darah, pemaksaan, ancaman, konflik dan pembicaraan yang berat, bahasa kasar, gak stabil, yang ditulis secara jelas atau tersirat...