Aldian berulang kali mengecek jam di pergelangan tangan kirinya, laki-laki itu tak sabar menunggu tiap detik penghabisan waktu pulang, dan entah mengapa semua melambat. Padahal penyampaian Bu Wardah selalu jelas, tepat, dan cepat.
Sepulang sekolah ia janji akan pulang bersama Anida, dan itu berulang kali membuat perutnya mulas. Seolah ada kupu-kupu dalam rongga perutnya tiap ia memikirkan hal-hal tentang gadis manis berlesung pipi itu.
Sialnya, waktu kian lambat ketika Bu Wardah menambahkan amanat di jam terakhir. Aldian mulai menduga bahwa pujaan hatinya pulang terlebih dahulu karena tak kuasa menunggu terlalu lama. Berulang kali ia melirik jam tangan, dan sekarang waktu bergulir sangat cepat, hingga kelasnya baru keluar setelah sepuluh menit lewat dari jam normal.
Aldian berlari ke arah parkir sepeda, dan masih ada sepeda miliknya, dan milik Anida, bersisian. Artinya, gadis itu belum pulang. Aldian bernapas lega, bersamaan dengan kedatangan Anida yang tersenyum manis.
Anida mengernyit sedikit ketika keduanya menuntun sepeda menuju gerbang utama. "Kakak yakin nggak ada yang ketinggal?" tanyanya sambil mengamati Aldian dari atas sampai bawah.
Aldian menggeleng, dan Anida mengangguk meski kikuk. Saat itu, Aldian merasa ada yang ganjal. Anida selalu ragu mengungkapkan pendapat, apa lagi posisinya sebagai adik kelas satu tingkat di bawah Aldian.
Lima menit mereka dalam perjalanan, hingga akhirnya Aldian merasakan sesuatu yang ganjal. Bahunya terasa enteng, dan angin menusuk punggungnya. Lelaki lima belas tahun itu terkesiap, ia mengerem sepedanya mendadak, hingga Anida yang melaju di belakangnya refleks melakukan hal yang sama.
Aldian meneguk ludah, pipinya sudah terasa panas, mungkin saja bersemu merah. "Nid, tadi kamu mau bilang kalau tasku ketinggalan ya?"
Awalnya Anida tersenyum, tapi melihat wajah malu Aldian, gadis itu tertawa kencang.
***
Cermin humor karya Nasylaawa
KAMU SEDANG MEMBACA
Cukup Disimpan
PovídkyBerisi kumpulan cerita mini dan cerita pendek berbagai genre karya para member.