Kata Analog

1 1 0
                                    

Hari itu pertama kali aku datang ke rumahmu dengan dibungkus bubblewarp, diantar oleh kurir paket yang masih muda, dan disambut oleh ibumu yang sedang menjemur pakaian di teras. Ibumu menerimaku, dan masuk ke dalam rumah memanggil namamu. Aku saat itu belum melihat wajah cantikmu, karena tentu di sini masih terlihat gelap. Ya, aku memang tidak punya mata sih, tapi aku bersumpah bisa melihat!

"Paket isi apa ini? Kok kecil."

"Oh, itu jam,Bu."

Itu kali pertama aku mendengar suaramu, dan kurasakan tubuhku berpindah tempat.

"Buat apa beli jam? Tumben sekali."

"Biar aku tahu sudah sampai jam berapa aku nunggu dia," ujarmu, diselingi dengan tawa renyah.

Tentu saat itu aku penasaran, siapa 'dia' yang kau maksud? Apa dia tampan? Karena saat kau membuka bubblewarp-ku kau terlihat cantik dan punya banyak energi positif. Apa kau menjadi ceria karena keberadaan dia di hidupmu? Pentingkah menunggu dia sampai-sampai kau membeliku?

Pertanyaanku terjawab esok paginya, dan ya, dia tampan. Meski memang terlihat payah untuk menjagamu. Kau bahkan tetap terlihat sangaaaaat baik meski tanpanya. Sesekali kulihat manusia lain menatapmu dan dia dengan pandangan-pandangan iri dan mungkin merasa kalian manis. Padahal menurutku, kamu tetap terlihat manis tanpa dia.

Atau karena aku jatuh cinta padamu? Berada di pergelangan tanganmu dan selalu kau tatap dengan matamu yang tulus, entah kenapa aku jadi berdebar sekali pun aku tak punya jantung.

Setiap hari yang kurekam dalam memoriku adalah bagaimana kamu terlihat bahagia dengan seseorang yang kau anggap sebagai pangeran. Seseorang yang kau sukai punggungnya tiap kalian bersepeda berdua dan dia di depanmu. Seseorang yang rela kau tunggu sekali pun sebentar lagi bel masuk sekolah berdering. Seseorang yang entah kenapa tidak kau marahi meski kau tahu 30 menit telah berlalu untuk menunggu.

Aku bersumpah, jika aku manusia dan jika aku laki-laki, aku tidak akan membuatmu menunggu. Andai bisa, aku tidak ingin kau jatuh cinta dengan orang yang tidak pernah bertanya apa kau baik-baik saja.

Tentu aku sadar diri. Aku hanya jam analog minimalis seharga 25.000 yang hanya dapat menemani setiap harimu, melihat tawamu, dan tahu bagaimana kamu berusaha menahan agar tidak kehilangan orang yang paling kau cintai. Maka aku biarkan semuanya berjalan, aku mencoba berpikir sesuai dengan pemikiranmu, mencoba mencintai dia juga seperti yang kamu lakukan, dan aku mulai jatuh cinta padanya. Aku mulai mencintai kalian.

Lalu pada suatu hari, kau melihat ia juga mengenakan jam tangan. Kau berujar saat kalian bersepeda bersisian, "Ciee jam baruuu."

Dia langsung menjawab, dengan nada datar seperti yang biasa ia lakukan. "Nggak, kok. Dah lama. Tadinya hilang jadi baru kupakai sekarang."

Seketika sebuah ide muncul di benakku. Aku mengajak jam miliknya bicara, awalnya aku hanya melakukan itu karena jam miliknya terlihat asik untuk diajak bertukar cerita, namun siapa sangka jika aku akan sangat terkejut saat mendengar dia berkata, "Pemilikmu cantik, ya. Lebih cantik dari yang kemarin-kemarin."

"Yang kemarin?"

"Pacarnya tuanku yang kemarin."

Aku terkejut, tentu saja. Masih teringat dengan jelas di pemikiranku ketika kamu membicarakan banyak hal, kamu menyebut-nyebut bahwa kamu cinta pertamanya, dengan ekspresi yang begitu senang, seolah kamu menang undian lotre atau semacamnya.

"Ada berapa, pacarnya?"

"Empat, lima, atau enam ya, lupa. Tapi pemilikmu yang paling cantik."

Sumpah demi Tuhan! Detik itu aku ingin menjadi manusia, aku ingin menghentikanmu, aku ingin langsung mengatakan bahwa kau tertipu, bahwa kau bukan cinta pertamanya, bahwa seharusnya kau tidak perlu mempercayai lelaki yang ... hei dia belum genap lima belas tahun dan mantannya sudah cukup banyak. Aku yakin dia bukan manusia seperti malaikat yang hanya mencintai seseorang sampai mati. Aku yakin dia tidak mencintaimu sebesar imajinasimu!

Satu minggu berlalu, dan kamu tahu yang sebenarnya. Aku tahu kamu sudah patah, karena selama tiga hari kamu selalu menangis hingga matamu bengkak dan mengantuk setiap pelajaran dimulai. Aku percaya nilaimu akan tetap baik jadi menangislah sekarang. Aku yakin kamu akann memastikan ujianmu nanti akan berjalan dengan maksimal.

Kamu kembali tersenyum padanya, bahkan meski dia tidak meminta maaf. Dia tidak pernah meminta maaf, mungkin dia tidak merasa bersalah. Hei, aku jadi kasihan padamu, sekalipun kamu pacarnya dia bahkan tidak pernah mempertahankanmu. Kamu bahkan hanya terlihat seperti teman sekalipun orang-orang tahu kamu pacarnya.

Beberapa bulan berlalu dengan bahagia. Kamu kembali tersenyum bahagia, kembali aku jatuh cinta padamu, karena kamu menjadi sangat cantik. Kamu melalui valentine, dan dia memberimu boneka beruang kecil yang aku tahu itu semurah diriku, tapi kamu menghargainya seperti itu adalah benda yang paling berharga di dunia.

Suatu hari, selepas ujianmu, dia tiba-tiba membawakanmu petir padahal itu hari yang panas, kamu bahkan berniat untuk mengajaknya ke kedai es krim di samping sekolah.

"Ayo putus."

Jantungmu berdegup kencang, matamu memanas.

"Kamu sekarang sudah membosankan. Aku sudah suka adik kelas juga sejak sebulan lalu."

Tanganmu gemetar, namun kamu memaksa dirimu untuk tegar. Seperti yang telah berlalu sebelumnya, kamu bahkan tidak berani untuk sekedar protes tentang keputusannya. Kamu tersenyum, mengangguk, menyetujui keputusannya, dan demi apa pun aku ingin menjadi manusia dan menampar orang yang kau cinta. Jam di pergelangan tangannya tidak berkomentar, ia terlihat seperti hal ini memang sering terjadi sebelumnya.

Kamu hancur selama berbulan-bulan, dan aku hanya bisa melihatmu dari sudut ruangan. Hari-hari di mana kamu sibuk mendaftar untuk memulai masa putih-abu, hari-hari di mana kamu masih menangis ketika teringat ucapan dia, di hari-hari itu aku kagum padamu, aku bangga karena kamu menjadi versi dirimu yang terbaik. Aku sangat senang karena kamu mulai mengepaki semua hal yang membuatmu teringat padanya.

Kecuali aku, karena kau bilang kau mencintaiku. Kau tau? [Bersambung]

***

Selengkapnya cerpen karya Nasylaawa ini sudah diterbitkan dalam antologi tema patah hati yang diadakan Jejak Publisher

Cukup DisimpanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang