"Assalamualaikum, Adeeva datang, Bun,—"
Ucapan Adeeva berhenti begitu saja, ia lupa jika ibundanya sudah dipanggil Allah satu bulan yang lalu. Tapi kebiasaannya pulang sekolah yang selalu menyebut nama bunda belum hilang. Ia masih terbiasa akan hal itu.
Biasanya selalu ada sambutan setiap dia pulang. Entah hanya 'sudah pulang, nak?' atau 'capek ya sekolahnya?'. Sambutan kecil seperti itu sudah membuat gadis lima belas tahun itu bahagia.
Ia menata sepeda kesayangannya ke tempat yang semestinya. Sebelum meletakkan tas ranselnya, dia sengaja ke meja makan. Setelah tudung saji itu terbuka, raut kekecewaan terbit dari wajah manisnya. Hanya ada tahu goreng sisa tadi pagi.
Beberapa minggu yang lalu rumah ini masih ramai dengan peziarah dan keluarga jauh. Namun satu per satu dari keluarga jauhnya pulang ke rumahnya masing-masing. Menyisakan dia dan ayah kesayangannya di rumah itu.
Tadi pagi, ayahnya hanya menggoreng tahu untuk sarapan. Tanpa ada sambal maupun sayur sebagai kuah. Dia harus menerima takdir mulai sekarang. Meskipun tak tau harus makan apa nanti malam.
Jam pulang sekolah seperti ini, ayahnya belum pulang kerja. Dan kini, dia sendiri di rumah.
Adeeva segera meletakkan tas dan ganti baju. Mencoba mengerjakan pekerjaan rumah yang bisa dia lakukan. Entah itu menyapu atau mencuci baju.
Malamnya, sang ayah pulang dengan membawa lauk untuk makan malam. Tentu Adeeva sangat bahagia akan hal itu, meskipun hanya ayam kecap yang ayahnya bawa. Tapi itu makanan favoritnya.
"Maaf ya, tadi pagi ayah ga sempat beli makanan, cuma ada tahu yang ayah beli di penjual sayur keliling. Baru sempat beli lauk pulang kerja."
"Iya, Yah. Gapapa."
Adeeva masih ingat, dulu sewaktu bundanya masih ada. Selalu masak dengan bau yang sangat menggoda perut. Dia selalu sarapan dan berangkat sekolah dengan membawa bekal. Itu dia lakukan setiap hari.
"Ayah akhir-akhir ini kok sering pulang malam. Dulu biasanya pulang sore. Dan hari minggu kemarin ayah juga masih kerja. Padahal biasanya libur."
"Ada kerjaan yang ga bisa ayah tinggal, Sayang. Kamu sendirian ya di rumah ya."
Adeeva hanya mengangguk pelan.
"Oh iya, Yah. Bentar lagi kan Adeeva masuk SMA. Tapi Adeeva bingung masuk SMA mana."
"Ya diusahakan masuk SMA favorit dulu dong, Sayang. Kan anak ayah pintar. Pasti lolos."
Adeeva tersenyum. Ada harapan untuk bisa membanggakan cinta pertamanya itu.
"Besok ada teman ayah yang bisa menemani kamu. Dia akan tinggal di sini. Biar kamu ga sendirian di rumah. Biar bisa bantu masak juga. Kamu pasti bosan makannya itu-itu aja."
"Beneran, Yah?" Adeeva kegirangan.
"Iyaa, Sayang."
____
Keesokan harinya sepulang sekolah, Adeeva semangat ingin bertemu seseorang yang dimaksud ayahnya. Berharap bisa benar-benar menjadi teman. Setidaknya dia tidak sendirian di rumah. Meskipun hanya seorang asisten rumah tangga, itu tak menjadi masalah baginya.
Adeeva pun berjalan ke dapur. Berharap ada makanan selain sarapan tadi pagi. Namun nyatanya nihil. Rumahnya pun sepi, tidak ada orang satu pun.
Ia pun segera masuk kamar untuk mengganti pakaiannya. Siangnya dia habiskan untuk belajar persiapan ujian akhirnya. Mendekati kelulusan pastinya disibukkan dengan pendaftaran sekolah baru dan ujian akhir sekolah.
Dia baru keluar kamar ketika mau menunaikan sholat ashar. Cukup mengejutkan baginya ketika menemui wanita hamil yang sedang menyajikan makanan di meja makan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Cukup Disimpan
Historia CortaBerisi kumpulan cerita mini dan cerita pendek berbagai genre karya para member.