Di sebuah ruangan bercat abu, yang didapati sarang laba-laba dan benda-benda berdebu, terlihatlah seorang gadis bertubuh kurus sedang bersandar ke dinding dengan tangan yang dirantai dan kaki dipasung.
Gadis itu bernama Marianna. Dia tinggal di rumah mewah dan ibunya memiliki kekayaan di mana-mana, tetapi ia tidak pernah bahagia. Buktinya, sejak umur lima tahun hingga kini dia berumur tujuh belas tahun, ia dikurung di gudang. Hal itu membuatnya tidak bersekolah seperti gadis lain. Bukan hanya dipasung, tetapi juga disiksa. Ibunya tidak pernah memberikan alasan mengapa ia memperlakukan Marianna begitu buruk. Jika mengira alasannya karena fisik, itu salah. Sebab, Tuhan memberikan Marianna fisik yang sempurna.
Wajahnya yang kusam tidak pernah terlihat menampilkan senyuman. Hanya air matalah yang selalu dia perlihatkan. Walaupun menangis tidak akan mengubah keadaan, tetapi setidaknya membuat ibunya bahagia. Ya, ibunya selalu tertawa ketika Marianna menangis atau kesakitan. Berbeda dengan orang tua lain yang akan ikut menderita ketika anaknya terluka.
Ketika mata pandanya melihat ke pintu berwarna colekat, tiba-tiba gagang pintu bergerak. Itu artinya seseorang hendak masuk dan akan terjadi drama yang menyedihkan. Sebab, Marianna menduga itu adalah ibunya. Tidak pernah ada yang masuk ke ruangan ini selain ibunya. Karena mereka hanya tinggal berdua. Lalu, Ayah Marianna ke mana? Entah, Marianna tidak tahu. Wajahnya saja tidak pernah ia lihat, karena ibunya tidak pernah mengatakan apa pun mengenai sosok ayah.
Gadis itu menghela napas karena dugaannya benar, yang masuk memanglah ibunya. Wanita yang memakai baju tidur berjalan menghampirinya dengan membawa sepiring makanan dan segelas air putih.
Wanita itu berjongkok, lalu menyimpan gelas di lantai. Semantara piring berisi nasi dan sayur masih dipegangnya.
"Nih, makan!"
Wanita itu hendak menyuapi Marianna karena tangannya dirantai, tetapi ia tetap bungkam dengan memalingkan wajah. Marianna memang selalu menolak jika disuruh makan, itulah yang menjadikan tubuhnya kurus.
"Marianna, buka mulut kamu! Saya gak mau kamu mati karena kelaperan."
Mendengar perkataan ibunya barusan, sontak Marianna menatap wanita itu. Apakah Marianna tidak salah dengar, jika ibunya tidak ingin ia mati? Tidak sadarkah bahwa perlakuannya selama ini membunuh Marianna secara perlahan?
"Ayo, makan!"
Kedua tangan wanita itu menangkup pipi Marianna, hingga ia merasakan perih karena kukunya yang tajam. Lalu, ibunya memasukkan makanan dengan paksaan, tetapi cara itu tidak berhasil. Anaknya tetap tidak membuka mulut dan malah menggelengkan kepala. Hal tersebut membuat ibunya kesal hingga membenturkan kepala Marianna ke dinding.
_Plak!_
Tamparan keras mendarat di pipi Marianna. Tidak terasa air matanya membasahi pipi. Bukan karena tamparan, tetapi karena mengingat perkataan ibunya tadi. Ibunya bilang tidak ingin Marianna mati, tetapi lagi-lagi wanita itu menyakitinya. Maksudnya apa?
"Ibu gak mau aku mati, tapi kenapa Ibu lakuin ini? Apa alasannya, Bu?"
Entah, keberanian dari mana Marinna bisa bertanya seperti itu. Mungkin ia sudah tidak mengerti dengan pemikiran ibunya. Bukannya menjawab, wanita itu malah pergi.
🍁🍁🍁
Setelah kejadian tiga hari lalu, wanita itu semakin menyiksa Marianna. Di beberapa bagian tubuhnya didapati lebam. Hal tersebut membuat kondisi tubuh Marianna semakin lemah. Walaupun begitu, Tuhan tetap membiarkannya hidup. Padahal, dia selalu menginginkan agar Tuhan mengambil nyawanya saja. Sebab, percuma ia hidup jika tidak ada yang menyayanginya.
Marianna mengira ibunya marah karena pertanyaannya waktu itu. Dahulu Marianna pernah menanyakan alasan mengapa wanita itu mengurungnya, tetapi ibunya malah memberikan ancaman. Ibunya mengancamkan akan lebih menyakiti Marianna. Oleh sebab itu, ia tidak pernah menanyakan hal itu lagi. Namun, tiga hari yang lalu ia malah lupa akan ancaman ibunya.
Jika sudah terlanjur begini, lalu apalagi yang dia takutkan? Jika harus mati di tangan ibunya, tidak apa. Asalkan ia bisa mengetahui alasan wanita itu memperlakukannya seperti ini. Mungkin jika sudah tahu alasannya, Marianna bisa membantu memperbaiki keadaan.
Pintu pun terbuka, ibunya tidak membawa apa pun karena ini bukan jamnya makan. Entah, kenapa jantung Marianna berdetak lebih cepat dari biasana. Mungkin ia takut membuat ibunya semakin murka. Namun, jika dia tidak berani, sampai kapan ia akan hidup begini?
"Marianna, senang rasanya melihat kamu masih hidup," kata ibunya.
"Ada yang mau aku tanyain sama Ibu," ujar Marianna.
"Apa masih kurang penyiksaan saya sama kamu, sampai kamu mau bertanya lagi?" Wanita itu menangkup pipi Marianna.
Ibunya seperti tahu hal apa yang akan Marianna tanyakan.
"Terserah, Ibu mau nyiksa Marianna kayak gimana lagi! Asalkan, Marianna tahu Ibu ngelakuin ini karena apa? Marianna merasa gak punya salah sama Ibu," ungkapnya.
"Kamu emang gak punya salah, tapi Ibu kamu yang punya!" serunya.
Marianna mengernyitkan dahi. Wanita di hadapannya yang mempunyai salah, mengapa ia yang dihukum?
"Ibu, punya salah?"
"Bukan saya, tapi Ibu kandungmu."
Sontak Marianna membulatkan mata. Itu artinya ia bukan anak dari wanita yang selalu menyiksanya selama ini. Lalu, ia anak siapa?
"Maksud Ibu, apa?"
Wanita itu berjalan ke lemari tua yang ada di gudang, lalu membuka lemari itu dan mengambil sesuatu. Ia mengambil sebingkai foto, lalu kembali berjalan menghampiri Marianna. Kemudian, ia memperlihatkan foto pria dan wanita yang sedang tersenyum ke arah bayi yang digendong wanita itu. Marianna tidak kenal dengan mereka.
"Ini foto kamu ketika bayi bersama orang tuamu. Ibu kamu telah menghancurkan rumah tangga saya, Marianna!"
Wanita itu melepar foto dengan asal, lalu menangkup pipi Marianna."Kamu tahu para pengkhianat ini pergi ke mana?"
[Bersambung]
***
Selengkapnya cerpen tema 'Sad Ending' karya Tiaratrii22 ini bisa dibaca dalam antologi:
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.