"Aku punya rumah, dimana di sana aku lahir dan di besarkan. Tapi di sana juga, fisik, mental, dan mimpiku di hancurkan."
-Acha-
☀️☀️☀️
Acha menoleh kebelakang. Di sana sudah ada Lala yang berdiri dengan menatapnya dengan datar. Namun Acha tak peduli, ia mengabaikan Lala dan langsung masuk ke dalam kelas.
Di dalam kelas, Acha duduk di bangkunya sembari menelungkupkan kepalanya di atas meja. Ia malu, marah, kecewa, sedih semua bercampur menjadi satu.
Lalu tak la kemudian Lala datang, dan menarik satu kursi di samping Acha, dan duduk di sana.
"Lo kenapa harus sampai segitunya sih Cha?" tanya Lala. Sebagai sahabatnya, Lala sedikit kesal dengan sikap Acha yang terlalu berani, apalagi sama cowok seperti Tio itu.
Acha masih diam dengan posisi yang sama. Entah apa yang gadis itu pikirkan sekarang, satu yang pasti Acha benar-benar merasa sakit hati.
"Acha, lo jangan kaya gini. Sebentar kita mau ada tes. Jangan sampai itu buat lo nggak fokus."
"Gue udah bilang, lupain Tio. Dia nggak pantas buat lo," kata Lala menasehati sahabat nya itu.
Mendengar itu Acha langsung mengangkat kepalanya dan menatap Lala dengan mata yang sudah memerah.
"Gue nggak cantik, gue yang nggak pantas buat siapapun!"
Lala sebenarnya sudah sangat lelah mendengar kata-kata yang sama yang terus keluar dari bibir Acha.
"Acha, cantik itu relatif. Nggak semua mau cantiknya aja, nggak semua cowok mandang dari fisik aja," bantah Lala.
Mendengar itu Acha hanya bisa tertawa hambar. "Bohong banget, La."
Acha mengalihkan pandangannya ke tempat lain. "Sekarang semuanya harus cantik, yang cantik yang memang, yang cantik yang utama. Enak banget jadi cantik, La."
"Cha, lo juga cantik. Kita semua cantik Cha. Kita hanya perlu menemukan orang yang baik buat kita," ujar Lala masih mencoba membuat sahabatnya itu mengerti.
Acha mengusap matanya yang sedikit berair lalu kembali menatap Lala. "La, dari dulu gue selalu gagal La. Dari SMP gue selalu di hina, di caci, hanya karena gue nggak cantik. Gue juga nggak pernah dapat cowok yang tulus, semuanya manis di awal, terus ujung-ujungnya di manfaatkan doang."
Lala mengembuskan nafasnya gusar. Ia sebenarnya tau sakitnya di posisi Acha. Acha memang tidak seberuntung wanita lain, yang cantik, putih, dan modis. Acha hanya tergolong gadis sederhana, dengan warna kulit yang tidak secerah wanita-wanita lain. Tapi Lala tau hati Acha itu sangat tulus, dan Acha adalah orang yang royalnya luar biasa.
"Ada orang yang bakal nilai lo dari hati Lo Acha," ucap Lala pelan.
"Kapan? Gue cape La. Gue malu, gue pengen kaya orang-orang. Kenapa mereka beruntung banget sih?"
"Acha! Nggak harus sekarang. Semua ada masanya. Suatu saat lo pasti ketemu sama cowok yang cintanya se gila itu buat lo. Nggak harus sekarang, nggak harus seburu- buru itu!"
"La..."
"Acha... Lupain Tio. Dia brengsek!"
"Tapi gue masih sayang sama dia," kata Acha pelan.
"Lupain dia. Sekarang gue izinin lo buat bebas nerima siapapun yang datang sama lo, asal jangan sama Tio. Dan, dengan catatan juga, lo nggak harus kasih semua rasa lo ke cowok manapun," jelas Lala sungguh-sungguh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fear Of Failing Again
Romance"Ceritakan padaku, rasanya di cintai dengan hebat itu seperti apa?" -Acha-