Acha meletakkan piagamnya di atas meja gazebo lalu menatap Mila dan Sean secara bergantian.
"Kenapa, Cha? Masih nggak nyangka?" tanya Sean.
"Gue nggak nyangka kalau usaha kita semaksimal ini, sampai bisa dapat tiket emas untuk masuk univ impian," ungkap Acha.
Mila mengangguk setuju. "Apa kita udah di anggap layak sama mereka? Apa ini juga tiket masuk PT. Airmas untuk kita nanti?" tanya Mila berbinar.
"Apapun itu, ini sangat penting buat masa depan kita. Di detik-detik terakhir kita di sekolah ini, kita bertiga berhasil bikin bangga," ujar Sean.
"Semangat untuk kita bertiga. Bentar lagi kita bakal pisah untuk kejar mimpi masing-masing."
Perkataan Acha membuat Sean dan Mila saling pandang. Acha mengerti sekali arti tatapan itu. Persahabatan mereka berdua sudah terlalu dekat, pasti akan sakit jika harus berpisah.
"Kita nggak bakal asing kan?" tanya Mila. Nada bicaranya tiba-tiba sendu.
"Nggak akan, selama kita nggak berhenti komunikasi," jawab Sean.
"Janji, kita balik udah sukses bareng-bareng. Oke?"
Acha tersenyum dan mengangguk. "Pasti."
"Iya, itu pasti," imbuh Sean.
"Ya udah, kita bisa balik sekarang kan? Udah nggak ada kegiatan lagi?" tanya Mila. Gadis dengan hijab abu-abu itu memakai tas di punggung nya.
"Iya, udah nggak ada. Gue mau balik sekarang," kata Acha yang kala itu tengah mencari sesuatu di dalam tasnya.
"Mau gue antar dulu nggak, Cha? Nanti habis itu gue anterin Mila lagi," ujar Sean.
"Nggak usah deh, Sean. Kalian balik aja. Gue di jemput kok," tolak Acha.
"Ya udah, Cha. Kita balik duluan ya? Lo hati-hati," pesan Mila sebelum akhirnya berjalan meninggalkan Acha yang masih duduk dan menyimpan piagamnya di dalam tas.
Tadi, usai pembagian piagam, ia, Mila dan Sean asik bertukar cerita di gazebo depan perpustakaan. Sekedar menghabiskan waktu sebelum kembali ke rumah. Karena setelah ini mereka akan libur selama beberapa hari sebelum akhirnya kembali untuk ujian nasional.
Sebentar lagi, kisah Acha di sekolah itu akan selesai.
***
Acha sampai di rumahnya tepat pukul 4 sore. Tadi ia sudah berbohong pada Mila dan Sean. Acha mengatakan kalau ia akan di jemput, nyatanya Acha pulang naik ojek online.
Acha melihat ke arah pekarangan rumahnya yang sepi, sepertinya orang tuanya belum pulang dari kantor.
Acha menghembus nafas lelah. Ia tengah menerka-nerka, kira-kira akan seperti apa reaksi orang tuanya melihat penghargaan yang sudah bisa ia raih hari ini. Jujur, Acha takut jika reaksi orang tuanya tidak sesuai dengan yang ia harapkan sama seperti sebelumnya."Caca! Ngapain bengong di situ, mending ke sinii!"
Acha berbalik badan. Tepat di sana berdiri seorang lelaki yang tengah mengenakan kaos polos dan celana pendek selutut tengah berkacak pinggang dan menatap kearahnya.
"Sini, Ca!" panggilanyapanggilanya lagi.
Acha lantas melangkahkan kakinya menyebrangi jalan dan sampai di rumah teman masa kecilnya yang bernama Naufal.
"Kenapa nggak masuk tadi?" tanya Naufal. Pria tampan dengan kalung bulan sabit yang melingkar indah di lehernya itu, adalah teman masa kecil Acha. Pria tampan itu biasa memanggil Acha dengan sebutan Caca. Katanya lebih lucu dan simple.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fear Of Failing Again
Romance"Ceritakan padaku, rasanya di cintai dengan hebat itu seperti apa?" -Acha-