Selamat membaca💅💓
***
"Tumben bawa motor?" tanya Acha, kala kedua remaja itu sudah sampai di parkiran apartment. Tadinya Acha akan pulang bersama Lala, tapi karena Dewa memaksa untuk mengantarkan Acha pulang, akhirnya Acha pun mengiyakan saja. Lagi pula, Lala dan Haikal mungkin butuh waktu berdua. Acha juga tentu akan bosan jika harus menjadi obat nyamuk mereka.
"Lagi pengen aja," jawab Dewa. Ya memang benar adanya kalau Dewa itu lebih sering membawa mobil di bandingkan motor, bahkan ke kampus sekalipun.
Acha mengangguk saja. Setelah itu Dewa pun naik ke atas motornya, menghidupkan mesin lalu menyuruh Acha untuk naik.
"Pegangan, cantik."
Ujung bibir Acha berkedut, ia sedikit tersipu mendengar perintah Dewa. Dengan perlahan Acha pun memegang ujung kemeja Dewa yang pria itu kenakan untuk melapisi baju kaosnya. Namun sebelum itu, Acha juga sempat merapikan dresnya yang sedikit ribet karena harus duduk posisi laki-laki di saat pakaian tidak mendukung.
Setelah memastikan Acha aman dan nyaman di posisinya, Dewa dengan motor kawasaki ninja zx-25r nya itu melaju meninggalkan apartment, membelah jalanan kota yang saat itu sedang ramai oleh pada pengendara yang lain. Maklum, ini sudah jam 4 sore, sudah banyak pada pekerja kantoran yang akan kembali ke rumah untuk mengistirahatkan diri.
20 menit berjalan, Acha baru menyadari kalau Dewa tidak membawanya pulang ke kosan.
"Mau kemana, Dewa?" tanya Acha dengan suara yang sedikit berteriak, takut jika Dewa tidak bisa mendengar karena memakai helm.
"Mau ke rumah gue," jawab Dewa.
Acha mengernyitkan dahinya. Lalu kemudian ia bertanya lagi, "Mau ngapain?"
Dewa tidak menjawabnya, entah itu karena tidak mendengarkan atau memang tidak ingin menjawab, tapi Acha membiarkannya saja, dia malas untuk bertanya lagi.
Sesampainya di rumah Dewa, Acha sedikit takjub dengan kemewahan rumah yang sekarang ada di hadapannya ini. Rumah besar dengan di lapisi cat berwarna putih berpadu keemasan itu sangat megah di mata Acha.
Belum lagi terpampang jelas di garasi samping rumah itu, ada sekitar 5 kendaraan roda empat yang salah satunya sering di pakai oleh Dewa kemana-mana.
Ternyata Dewa orang kaya.Acha turun dari motor Dewa, kemudian di susul Dewa. Acha memperhatikan setiap gerakan Dewa yang sedang membuka helm nya dan menyugar rambutnya kebelakang. Lagi-lagi Acha merasa takjub dengan ketampanan pria itu. Rambutnya yang sedikit panjang dan tebal menutupi sebagian kening nya. Dan Acha terus memperhatikan itu, hingga kemudian Dewa juga menatap Acha.
"Kenapa liatin?" tanya Dewa dengan satu alis terangkat.
"Kamu nanti mau di gondrongin juga rambutnya?" tanya Acha, dan dengan cepat Dewa menggeleng.
"Kenapa?" Acha sedikit memiringkan kepalanya.
"Nggak suka."
Acha mengangguk setuju. Sejujurnya ia juga tidak suka dengan laki-laki yang rambutnya panjang seperti perempuan.
Dewa menaruh helm di atas motornya lalu menggenggam tangan Acha, mengajaknya masuk ke dalam rumah.
Saat masuk di dalam, lagi-lagi Acha di buat terpukau. Tampilan dalamnya lebih megah di banding tampilan luarnya. Rumah 3 lantai yang di dominasi warna putih tulang dan keemasan itu sangat-sangat indah di mata Acha. Banyak foto-foto serta pajangan yang berukuran besar, guci-guci koleksi yang tentu Acha tau kalau itu sangat mahal.
Rumah Dewa juga sangat luas, mungkin 4 kali lipat dari rumahnya sendiri di Makassar.
"Duduk dulu, gue ke atas ganti baju," kata Dewa. Pria itu menggiring Acha untuk duduk di sofa lalu kemudian menepuk pelan puncak kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fear Of Failing Again
Romance"Ceritakan padaku, rasanya di cintai dengan hebat itu seperti apa?" -Acha-