"Semua orang punya mimpi. Tapi hanya orang tuaku yang mengambil alih segala hidupku dan cita-cita ku."
-acha-
☀️☀️☀️
"Gue balik duluan ya Cha."
Acha mengangguk lalu tersenyum pada Lala. "Hati-hati di jalan," pesan Acha.
Lala mengangguk dan memakai tas di punggungnya.
"Jangan sedih-sedih, nggak semuanya harus tentang cinta-cintaan," pesan Lala sebelum keluar dari kelas meninggalkan Acha dan beberapa teman-temannya yang masih ada di dalam.
"Acha, lo nggak balik? Bentar lagi hujan nih," kata ayu, teman kelas Acha.
"Iya, ini bentar lagi mau balik," jawab Acha.
Cuaca siang ini memang sedang mendung, sepertinya akan turun hujan sebentar lagi.
Acha pun segera mengemasi buku-bukunya dan memasukkannya ke dalam tas.Kegiatan hari ini cukup melelahkan. 2 kali tes, serta 2 mata pelajaran yang cukup melelahkan otak dan fisik Acha.
Setelah semua barang-barangnya masuk ke dalam tas, Acha pun segera keluar dari kelas. Suasana sekolah cukup sepi, karena mungkin sudah banyak siswa yang pulang.
Acha pun mulai melangkahkan kakinya melewati koridor menuju gerbang sekolah. Saat melewati parkiran yang posisinya memang dekat dengan gerbang sekolah, dengan sialnya Acha bertemu dengan Tio yang sedang memakaikan helm pada Kalista.
Tio dan Kalista sadar kalau Acha melihat mereka, sontak hal itu membuat Acha buru-buru memalingkan pandangannya dan berjalan cepat melewati parkiran itu.
Tentu saja perasaan Acha sangat sakit. Acha masih punya perasaan yang sama pada Tio, tapi Acha harus bagaimana? Sekarang Tio sudah bersama Kalista. Acha rasa cukup sudah ia bertingkah konyol seperti tadi pagi. Itu benar-benar sangat memalukan.
Sesampainya di gerbang sekolah, Acha pun mencoba menghubungi seseorang, namun sepertinya panggilan tak kunjung di angkat. Acha jadi kesal, ia ingin segera sampai ke rumah, ia tak mau melihat Tio dan Kalista lagi.
"Acha."
Acha terkejut karena tiba-tiba motor yang Acha kenali berhenti tepat di sampingnya. Ternyata itu Aril.
"Tadi berangkat bareng gue, pulangnya juga harus bareng gue dong," kata Aril dengan senyumannya yang sangat menawan itu.
Melihat bagaimana tampannya Aril, Acha jadi semakin ragu dan takut. Seolah mulai muncul rasa trauma dalam dirinya.
Aril adalah cowok yang nyaris sempurna, siapa yang tak akan menyukai laki-laki itu, tapi kenapa Aril malah mengatakan kalau ia tertarik dengannya.Bukankah ini sangat mencurigakan bagi Acha. Aril yang tampan, tidak mungkin dengan sungguh-sungguh tertarik dengan Acha yang merupakan gadis sederhana dan tidak cantik ini.
"Nggak usah, gue mau di jemput," kata Acha.
"Nggak usah, biar gue antar aja. Ayo buruan naik," ajak Aril.
"Nggak usah, jemputan gue bentar lagi nyampe," tolak Acha dengan halus.
Memang baru saja ia menerima pesan dari sepupunya kalau dia sekarang sedang menuju ke sekolah Acha.
"Emang siapa..."
"Itu dia," kata Acha. Tepat sekali sepupu Acha baru saja datang dengan mengendarai motor untuk menjemput Acha.
"Gue duluan ya. Makasih untuk tawarannya."
Acha lalu segera pergi menjauhi Aril dan menghampiri sepupunya.
Tepat saat itu Tio dan Kaila sampai di gerbang sekolah dan memberhentikan motornya di samping Aril.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fear Of Failing Again
Romance"Ceritakan padaku, rasanya di cintai dengan hebat itu seperti apa?" -Acha-