DUA TUJUH

10 6 0
                                    

Acha sampai di sekret dan langsung di sambut oleh teman-temannya yang baru saja bangun. Wajah mereka masih lemas dan rambut mereka masih awut-awutan semua.

"Ibu ketua dari beli sarapan?" tanya Jeje dengan suara serak.

"Iya, nih sarapannya." Acha menaruh jajanan yang ia beli di depan teman-temannya.

"Cha ini piringnya." Tiara datang membawa beberapa piring dan menyodorkan pada Acha.
Acha pun mengambilnya dan menyusun semua kue-kue yang ia beli di atas piring.

"Nih nih, teh nya udah jadi. Bangunin tuh yang masih kebo!" seru Eva yang berjalan dengan nampan berusia beberapa gelas teh. Tak lama kemudian Tiara menyusul membawa benda sayang sama seperti Eva.

"Aduh enak banget, ya pagi-pagi udah di layanin aja sama cewek-cewek baik hati ini," puji Yudis dengan suara serak khas bangun tidurnya.

"Sarapan semua, terus boleh lanjut tidur lagi. Kita hari ini masuk kampus agak sorean, projects juga masih di tangan anak sipil," kata Acha kalau membagikan satu persatu teh pada teman-temannya.

Terakhir Acha memberikan teh pada Dewa yang memang posisinya duduk di paling ujung, karena membentuk setengah lingkaran.

Saat Acha hendak berdiri untuk menghampiri Tiara dan Eva, tiba-tiba Dewa menahan pergelangan tangan Acha.

"Cha, duduk di depan gue aja," kata Dewa. Sialnya suara khas baru bangun itu membuat bulu kuduk Acha meremang.

"Gue mau sama Eva sama Tiara," kata Acha mencoba melepaskan tangannya dari Dewa.

"Di sini aja," pinta Dewa sedikit memaksa.

"Lo kenapa sih? Udah sarapan aja, gue juga mau sarapan," kata Acha mencoba menolak.

"Udah lah Cha, sekali aja ikutin maunya dia. Dia udah lama ngebet banget mau sama lo," celetuk Yudis membela Dewa.

"Lagian Dewa apa banget sih, kaya anak kucing aja," kata Eva.

"Tau tuh, sok manja. Mending buruan cari cewek deh," kata Tiara ikut menimpali.

"Bacot. Udah gue maunya Acha aja." Dewa menatap Acha dengan tangannya yang masih menggenggam lengan Acha. "Duduk, sarapan bareng gue."

"Sarapan bareng lo doang? Terus kita di sini apa? Abu vulkanik?" sindir Jeje kesal.

"Ya elah, pada kenapa sih. Buruan sarapan,  gue masih ngantuk nih," lerai Putra yang sudah menghabiskan satu potong pisang gorengnya.

Karena malas berdebat lagi, Acha pun akhirnya duduk di hadapan Dewa.
"Buruan sarapan," kata Acha pada Dewa.

Dengan wajah yang masih menahan kantuk serta rambutnya yang masih berantakan, Dewa lalu mulai menyeruput teh nya namun tangannya masih setia menggenggam tangan Acha.

"Harus banget nih di pegang terus?" kata Acha melirik tangannya.

Dewa tak menjawab pertanyaan Acha. Ia malah mengambil sepotong kue bolu dan di suapinya pada Acha. Acha pun tak menolak ia membuka mulutnya dan menerima suapan dari Dewa karena tangan kanannya yang di genggam Dewa sehingga ia tidak bisa mengambil makanan.

"Seandainya lo nggak sejurusan sama kita ya Dew. Pasti bisa lo jadian sama Acha," kata Tiara membuat Acha sedikit tersedak.

"Bener banget. Sayangnya lo nggak bisa jadian sama Acha."

Dewa menatap kesal ke arah Jeje yang baru saja berucap.

Memang sudah aturan turun temurun bahwa di jurusan teknik, tidak di perbolehkan jika harus berpacaran dalam satu angkatan.

"Gue kira cewek lo banyak Dew?" tanya Acha.

Dewa menatap Acha tidak suka. "Gue suka sama lo!" kata Dewa mutlak.

Fear Of Failing AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang