Part. 40

42 25 3
                                    

"I said i was fine, but i never said it didn't hurt

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"I said i was fine, but i never said it didn't hurt."

🪐🪐🪐

Flashback on.

"Ayah!"

Aretha semasa putih biru berlarian menuju sang Ayah yang baru tiba di rumah dengan buku hasil belajar siswa. Hari ini adalah jadwal pengambilan rapor kenaikan kelas bagi para siswa seperti Aretha. Tahun ini gadis itu menginjakkan diri pada tangga kelas sembilan.

Seperti biasa lelaki paruh baya itu duduk di kursi kebesarannya. Tak lupa rapor berwarna beda di bacanya dengan raut gembira.

"Rapor Kakak gimana Yah?"

"Sempurna."

"Kalau rapor Aretha?"

Sang Ayah berdeham tanpa menatap matanya. "Belum saya lihat."

"Dimana rapornya?"

"Harusnya kamu tahu karena sudah sering saya beritahu."

"Rapornya di Pak Ardi?"

"Ya, buruan di ambil saya pengen lihat hasilnya."

Sudah tidak kaget lagi hal ini terjadi. Setiap kali pengambilan rapor miliknya selalu di tangan supir pribadi keluarganya. Jangan ditanya reaksi Aretha bagaimana. Tentunya selalu ada tanya tersembunyi yang sampai sekarang belum terjawab.

Gadis itu menghembungkan pipi dengan dahi berkerut. "Sebenarnya yang ambil rapor aku, Ayah atau Pak Ardi sih?"

"Jawab jujur Yah!"

Ada jeda sebelum sang Ayah mengakui pernyataan kecewa. "Saya sebenarnya enggan mau kamu tahu, tapi kamu terlanjur tanya."

Sang Ayah menutup rapor dengan kasar.
"Saya repot ambil tiga rapor sekaligus, makanya selama ini rapor kamu, beliau yang ambil. Jadi kamu harus baik-baik sama beliau."

"Dari sekian pilihan harus Aretha?"

"Saya harap kamu mengerti, ada perwakilan yang ngambil saja sudah berysukur."

"Kamu tahu kan susahnya saya bagi waktu buat datang ke sekolah? Mamah juga ga bakalan bisa datang buat jadi perwakilan."

"Aretha ngerti kok Yah, maaf kesannya terlalu memaksa Ayah untuk meluangkan waktu."

Gadis itu memutuskan berdebat lalu menemui Pak Ardi dengan senyum palsu. Menagih buku hasil pencapaian belajarnya.

"Pak Ardi! Pak Ardi!" Serunya di hadapan sang Supir yang sedang menyeduh kopi, dengan tatapannya pada buku besar yang diyakini itu miliknya.

ERLANTHA (TAHAP REVISI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang