1 CELSIUS

869 139 2
                                    

1 celsius

Polisi sudah memasang garis kuning. Sersan Minseok menggulung lengan seragamnya seraya memandangi petugas forensik yang berdatangan dan masuk. "Jelas, di sini dekat dengan hutan. Ada banyak kemungkinan seperti serangan hewan liar."

"Tapi aku melihat jejak kaki. Mungkin tingginya sekitar 180 sentimeter, bertubuh besar dan meninggalkan tempat kejadian tidak lama karena jejaknya masih baru."

"Tidak ada orang lain lagi?"

Sersan Minseok menggeleng. "Sejauh ini tidak ada. Aku sudah memeriksa seluruh ruangan." Dia terus berbicara, membeberkan penemuan apa saja yang dia temukan dan fakta penginapan itu memang jauh lebih lenggang dari seharusnya. "Sepertinya, dia memang berniat meninggalkan penginapanya. Tempat ini terbengkalai."

"Mungkin saja."

"Apakah mungkin pembunuhan?"

"Entahlah, kita akan menunggu hasil penyelidikannya dahulu dan baru mencari bukti lain," jawab rekannya. Sersan Minseok selalu suka kasus penuh misteri dan di tengah badai salju, selalu ada sesuatu yang "tersembunyi", jadi dia bersemangat dan turut berduka cita atas musibah yang dialami pemilik penginapan itu. Dia melihat sendiri bagaimana sosoknya tidak bernapas lagi dan mengembuskan napas terakhir dengan kepayahan. Mungkinkah vampir?

"Aku tidak yakin dengan ini, tapi mungkinkah vampir..."

"Kurasa tidak seharusnya kita bersamsumi terlebih vampir? Aku tidak yakin," katanya.

Sersan Minseok mengangguk. Ah, gara-gara dia menonton film bersama anaknya minggu lalu jadi dia terus menghubung-hubungkan kejadian ini dengan film itu. Vampir sudah pergi dari Sierra sejak beratus-ratus tahun lalu dan jadi dongeng kelam yang diceritakan di malam tahun baru. Tidak seharusnya dia menyinggungnya, dia jadi malu sendiri. Sersan Minseok dipanggil salah satu petugas, kemudian menjelaskan ulang kapan dia datang dan bagaimana kondisi terakhirnya.

Sementara itu, di tempat lain, bunga-bunga es tipis berjatuhan dengan pelan. Satu orang bersepatu bot besar memandang satu bangunan besar penginapan. Instingnya selalu benar dan dia sudah sejauh ini datang dengan tas besar bersamanya. Setelah menapaki jalanan penuh salju hingga menumpuk di celana kargonya, dia berhasil mencapai pintu. Kiwoo masih setengah mengantuk ketika menyambutnya. "Selamat pagi. Ada yang bisa kami bantu?"

Pria bermata tajam itu melihat sekitar, seraya membuka penutup kepalanya. Salju terus berjatuhan dari langkah pertamanya masuk. "Aku... mau memesan kamar."

"Untuk satu orang?"

"Benar." Dia mengendus udara sekitar. "Untuk tiga malam."

Kiwoo mengangguk sewaktu menerima uang dari pria tinggi itu, kemudian menyerahkan kunci. "Terima kasih. Semoga harimu menyenangkan, kebetulan pagi ini kami hendak sarapan dan paket sarapan sudah termasuk sarapan. Anda bisa bergabung."

"Terima kasih."

*

*

Waktunya pas banget untuk berpelukan. Taehyun mau saja bermalas-malasan hari ini, tapi tamu mereka terus berdatangan karena cuaca buruk dan penginapan menawarkan tempat hangat dan makanan enak. Chef mereka yang terbaik, kamar-kamarnya nyaman jadi Taehyun bersyukur ada banyak yang datang dan memutuskan tinggal. Beomgyu mendekatinya, naik ke ranjang dan mencium bahunya. "Pagi."

"Pagi." Taehyun merenggangkan otot kemudian tersenyum menatap Beomgyu. "Nyenyak?"

"Nyenyak." Ia tersenyum kecil dan mencium bibir Taehyun cepat. Hubungan ini masih sangat baru untuk Beomgyu. Namun, dia sudah bersemangat sampai pagi ini terus terbangun dan tidak jemu memandangi Taehyun, seolah ada badai pun dia tidak peduli. "Kau cantik."

"Hm, hm." Taehyun bangkit, menarik selimut untuk dirapikan. Beomgyu membantunya mirip anak anjing yang patuh. "Kita harus naik untuk sarapan. Hm, hari baru, pekerjaan yang menunggu."

"Dan pacar baru."

"Hei! Aku belum setuju..."

"Ssst, itu sudah jelas, kok." Beomgyu mengerling dengan santai, lantas tertawa. Taehyun cepat memalingkan wajah dan memunguti bantal-bantal yang terjatuh. Pagi itu sangat dingin sampai menusuk kulit. Penghangat ruangan bekerja ekstra tapi tidak banyak membantu, sehingga mereka hanya berganti baju dan membungkus tubuh dengan mantel seraya menyiapkan meja dan piring untuk tamu sarapan. Taehyun memuji makanannya, dan Beomgyu menyapa para tamu dengan senyum tampan yang membuat mereka betah. Beomgyu juga membantu menyiapkan minum dan serbet. Dia jadi gesit sekali.

Kiwoo melirik Taehyun. "Kurasa kamar sudah penuh. Aku akan menutup meja resepsionis untuk sementara."

"Ya, jika terlalu banyak datang, tidak ada cukup tempat."

"Benar, Tuan."

Taehyun berjalan pelan menuju meja lain, menawarkan teh hangat atau roti panggang mentega. Mereka menyambut dengan senang, dan mengobrol santai. Penginapan jadi lebih hidup dan hangat karena wajah-wajah tamu yang berseri. Beomgyu menatap Taehyun dari mejanya, kemudian tersenyum. Hati Taehyun berdenyut-denyut, dan dia terdiam beberapa saat. Sejak awal tahun ini, Taehyun bersikeras agar fokus pada pekerjaan dan cintanya pada penginapan. Sekarang, Beomgyu datang, berusaha merebut segenap perhatiannya dari hal yang dia sukai. Pria itu memang mahir merayu.

"Kau harus makan juga." Pelayan J menyiapkan sup jagung dan roti panas. Taehyun menarik kursi dan Beomgyu bergabung dengan makannya juga. Mereka makan dengan tenang.

Beomgyu berdeham. "Apa yang harus aku kerjakan hari ini?"

"Hm, tidak banyak. Kita tidak mungkin keluar penginapan dan membersihkan halaman depan, terlalu dingin. Mungkin memeriksa penghangat di ruang kontrol dan membersihkan dapur saja. Hari ini hari untuk bersantai."

"Baiklah." Beomgyu menyantap makanannya lagi namun tiba-tiba terbatuk sewaktu melihat sosok dalam balutan kemeja hitam dan sekarang duduk bersama manusia lain. Beomgyu tidak mungkin salah mengenali, jadi dia cepat-cepat makan dan mendekati sosok itu. "Apa yang kau lakukan...."

Pria itu mendongak kecil dan tertegun. "Kau."

"Aku tanya, apa yang kau lakukan?" Beomgyu berusaha menjaga nada suaranya. Sudah cukup heboh dari tadi banyak yang hilir-mudik dan menyapanya, sekarang Beomgyu tidak bisa bereaksi lagi. "Kau mencariku?"

"Aku hanya jalan-jalan."

"Kau tidak pernah berniat jalan-jalan!"

"Apakah hanya kau yang boleh membangkang dan seenaknya?" sahut sosok itu dan mencolek krim pasta. Dia tersenyum puas karena berhasil membuat Beomgyu panik. "Jadi, hanya kau yang boleh mendekati manusia? Dia pacarmu?" tunjuknya dengan ujung dagu.

Beomgyu menoleh, tepat ke arah Taehyun membagikan buah-buah di dekat meja panjang. "Pergi dari sini."

"Aku sudah datang sejauh ini."

"Kumohon."

Ming tertawa ringan. "Ayolah, berhenti bersikap berlebihan. Aku hanya mampir," katanya enteng. Beomgyu mendengus geram. Tidak mungkin orang sepenting Ming mau menghamburkan waktu dan tenaganya untuk datang kemari demi mampir saja. Beomgyu sudah mencium aroma tidak menyenangkan dari kakak tertuanya. "Jadi, kau suka manusia?"

"Diam dan pergi dari sini," katanya tegas. "Dengar, aku tidak punya waktu untukmu, dan aku tidak peduli apa tujuanmu tapi sebaiknya kau pergi."

"Dia tahu siapa kau sebenarnya?"

Beomgyu mendengus kasar.

"Ah, jadi rahasia?" Ming terkekeh. "Kau sebaiknya memberitahunya atau aku sendiri yang memberitahunya. Pangeran pembangkang sepertimu hanya berniat usil padanya, kan?"

"Kau tidak tahu apa pun!"

Ming mengangguk. "Benar, tapi aku tahu, kau menyukainya." Dibanding anggota keluarga lain, Ming selalu mencolok dan ambisius. Dia yang kerap menggantikan ayah jika sesuatu mendesak, dan dia yang terus bersikap diktator pada yang lain. Beomgyu ingat bagaimana Ming sering memarahinya dan membentak, dan bagaimana dia terus mengagungkan statusnya sebagai kakak yang harus dihormati. Menjengkelkan. Meski sudah menikah, dia terus mengusik Beomgyu layaknya Beomgyu penjahat kecil yang akan merobohkan istana.

[]

WHEN A COLD HITS US | beomtae ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang