Arjuna Mau Nikah

8.3K 496 6
                                    


"Salah paham gimana?"

"Mas tau kamu lebih dari kamu sendiri, Yang. Nih ya, andaikan Mas nggak ngomong sama kamu soal ini terus tiba-tiba kamu taunya kalo Mas ngasih sawahnya buat Ayah secara cuma-cuma.  Pasti kamu langsung gondok karena Mas nggak ngasih tau sama kamu dulu. Bisa aja Mas nggak ngomong apa-apa sama kamu, tapi Mas nggak mau kayak gitu. Lebih baik kamu marahmya ngomel-ngomel, lah kalo diem-dieman berabe Mas." Tutur Andanu panjang lebar.

Gege terharu, sungguh sangat terharu. Bisa-bisanya Pak Kades yang sebelumnya tidak ia kenal sama sekali sekarang malah menjadi suami idamannya. Amalan apa yang ia perbuat dulu sehingga bisa mendapatkan suami sebaik ini.
Suami yang selalu menjaga perasaannya, suami yang selalu meminta pendapatnya, suami yang selalu memprioritaskannya, dan masih banyak jika dijelaskan satu per satu.

"Mas....mau nangis." Matanya sudah berkaca-kaca. Air matanya seakan tinggal menunggu waktu sebentar agar turun dan luruh di pipi.

Andanu ingin tertawa keras melihat istrinya. "Ya nangis aja lah, hahaha. Sini-sini nangis di pelukannya Mas. Utututu sayangnya Mas." Ia merentangkan kedua tangannya mempersilahkan Gege agar masuk kedalamnya.

"Huhuhu, jangan diketawain dong! Jahat banget." Protes Gege yang suaranya teredam oleh pelukan suaminya.

"Hahaha, iya-iya. Dah diem." Andanu merapatkan mulutnya agar tidak kelepasan tertawa. Hahaha, istrinya sungguh menggemaskan sekali jika sedang sebal seperti ini.

***

"Juna?! Beliin Mama minyak goreng sama gula ke alfa dong!"

"Bentar, Maaa! Lagi push rank, nanggung!" Arjuna berteriak dari lantai dua karena ia sedang memainkan game di kamarnya.

Mama Sonia yang geram daritadi perintahnya tidak digubris langsung naik ke lantai dua. Anaknya yang satu ini sungguh sulit dimintai tolong sebentar. Jika sudah pulang bekerja, anaknya itu akan bersemedi dikamarnya sepanjang waktu dan hanya keluar jika makan saja. Sungguh sangat miris. Kapan dapat istri kalau seperti itu terus siklus hidupnya?

Sesampainya disana ia langsung menghampiri Arjuna dan memelintir telinganya. "Awh!! Sakit kuping aku, Ma!" Erang Arjuna kesakitan dan juga kaget dengan kedatangan Mamanya.

"Sakit hm? Mau lagi nggak?"

"Awshh, nggak-nggak! Suer deh!" Arjuna mengacungkan jari tengah dan telunjuknya.

Dengan terpaksa Mama Sonia melepas pelintirannya. "Tadi Mama suruh apa?"

Sambil mengusap telinganya yang memerah Arjuna berkata. "Beli sabun mandi." Tebaknya asal. Jujur ia lupa apa yang diperintahkan Mamanya tadi.

"Ngawur! Beli minyak goreng sama gula 1 kilo!" Arjuna hanya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Buruan! Beliin ke alfa, sekalian cari istri sana!"

Arjuna mendengus kesal. "Istri terosssss!" Sindirnya.

Mamanya ini selalu menuntutnya agar cepat menikah. Iya-iya, dia sadar kalau umurnya sudah sangat matang untuk menikah. Tapi calonnya itu yang tidak ada. Lebih tepatnya ia yang terlalu selektif dalam memilih pasangan hidup. Menikah itu satu kali seumur hidup kalau bisa, jadi ia sebisa mungkin untuk memilih pasangan yang benar-benar cocok dengannya.

"Iya lah. Mas mu aja katanya mau tambah anak, lah kamu? Ngejomblo aja dari orok. Mbok ya diwarnain dikit itu hidupnya. Nggak jenuh monokrom terus hidupnya?"

"Apanya yang monokrom? Hidup Juna udah penuh warna ya." Bela Arjuna.

"Penuh warna apanya? Kamu kalo mau main aja cuman sama Alden, Ayman, Roy, itu-itu aja. Nggak bosen?" Ucapan Mama Sonia itu benar adanya. Di usia yang sudah mencapai kepala 3 ini Arjuna masih bergaul dengan 3 sahabatnya yaitu, Alden, Ayman, dan Roy.

Bedanya, Roy itu sudah menikah dan memiliki satu anak, Ayman yang sudah tunangan dan Alden masih proses pendekatan dengan anak kyai. Arjuna lah yang jomblo tanpa punya PR pendekatan dengan anak gadis orang.

"Ish! Juna itu nggak selalu main doang, Ma. Kebanyakan Juna itu kerja. Karna kerjanya bareng sama trio semprul itu, makanya banyak bercandanya."

Ya benar, mereka berempat memanglah satu tempat kerja. Mereka kerja di satu perusahaan properti dan kebetulan juga mereka satu divisi dengan Arjuna sebagai kepala divisinya. Sangat membagongkan bukan?

"Halah ngeles mulu, cepet beliin minyaknya!"

"Nih, uangnya. Kembaliannya harus sesuai sama struk, awas aja kalo kurang. PS5 kamu Mama sita!" Mama Sonia menyodorkan satu lembar uang merah kepada Arjuna.

"Huh, harusnya itu ada ongkirnya, Ma. Mama pelit banget nggak kayak Papa yang royalnya minta salto." Protes Arjuna.

Mama Sonia mendelik. "Puji aja terus Papamu. Awas aja kalo kamu pulang malem-malem, Mama nggak bakal  bukain pintu!" Ancamnya kesal.

"Juna manjat ke lantai dua, gitu aja kok bingung."

"Heleh, kayak bisa aja."
"Eh, udah-udah sana pergi beli. Malah ngejogrok disini."

"Mama ya yang ngajak debat Juna. Kok jadi Juna yang disalahin."

***

"Huh panas banget kayak neraka!" Arjuna mengibaskan topinya berulang kali ke wajahnya untuk mengurangi suhu panas yang menderanya.

Setelah membeli beberapa barang yang dipesan Mamanya, ia beristirahat sejenak dengan duduk di depan kursi tunggu Alfa. Padahal ia saat ini hanya memakai kaos oblong dan celana jeans pendek selutut ditambah topi hitam polos yang sedang ia kipas-kipaskan.

"Pulang kemaren ya, Ra?"

"Iya, Nur. Baru kemaren sore."

Sayup-sayup Arjuna mendengar percakapan orang yang ada dibelakangnya. Ia tidak sengaja mendengar karena suara itu cukup keras terdengar di telinganya.

"Yaudah aku pulang dulu ya, Nur? Monggo kalo nanti sore mau kerumah. Assalamu'alaikum..." Entah kenapa suara itu terdengar sangat menarik di telinganya.

Tiba-tiba gadis itu berlalu lewat di depan Arjuna karena motor yang diparkirnya berada tidak jauh dari tempat Arjuna duduk. Arjuna masih belum fokus karena masih sibuk dengan suhu panas yang masih menderanya.

"Monggo, Mas." Sapa gadis itu sambil tersenyum manis ketika melihat Arjuna yang duduk tidak jauh dari motornya. Itu adalah sapaan ramah yang biasa dilakukan meski dengan orang asing sekalipun.

Arjuna melongo seketika. Lebih tepatnya melongo karena melihat senyum memabukkan dari gadis itu. Gadis berjilbab nude sopan dengan gamis simple yang terlihat sangat pas dengan tubuhnya yang semampai.

"Wow, impresif! Ada gula berjalan." Puji Arjuna tak sadar. Tapi pujian itu sia-sia saja karena gadis bersenyum manis itu sudah menghilang dari pandangannya dengan motor Scoopy-nya.

"Nikmat mana yang kau dustakan, Arjuna. Tadi kepanasan, sekarang di ademin sama es gula batu berjalan."

"Mamaaaa Juna mau nikah!"
"Fix! Lu, Gua tandain gula berjalan!"

Mas KadesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang