1☁️🦒

169 9 4
                                    

Terakhir kali aku berharap, kamu tidak ada
Terakhir kali aku menunggu, kamu tidak datang
Terakhir aku bilang aku cinta, kamu tidak membalas
Kamu pergi begitu saja dengan luka-luka
Menghilang, seolah itu adalah yang terbaik untuk semuanya
Setidaknya ucapkan kata selamat tinggal
Ucapkan kata perpisahan
Ucapkan kalau kita sudah tidak mungkin
Jangan biarkan aku dengan kebingungan
Dengan harapan-harapan.

Aku mencintaimu begitu dalam, itu sebabnya kubiarkan kau hilang. Aku kencintaimu begitu dalam, itu sebabnya aku selalu menunggumu untuk pulang. Pulang kedalam pelukan yang mungkin kamu rindukan, dalam pelukan yang dulu kau sebut rumah ternyaman. Apa kabar tuan? Begitu menyenangkan kah perjalananmu? Sampai kau lupa, ada seorang perempuan yang selalu menantikan sapaan sayang. Tuan, jika aku bukan lagi yang kau inginkan, beri tahu aku, agar aku tak lagi menunggu. Benar, aku mencintaimu begitu dalam. Tapi, jika aku bukan lagi yang kau mau, aku bisa apa? Kau pergi tanpa pamit, meninggalkan sejuta pertanyaan sulit, pertanyaan yang selalu aku nantikan jawabannya. Disemesta mana kau tinggal? Disemesta mana kau berkelana? Aku sudah sedikit lelah, hanya sedikit lelah kubilang. Itu artinya aku masih mempunyai sejuta harapan untuk menunggu kau pulang, kedalam pelukan.

Gie, kamu dimana?

Dalam diamnya, selalu tersemat namanya.

***
Alesa Baskara, itu namaku. Gadis biasa yang menjalani hari-hari normal seperti kebanyakan orang-orang. Hmm sedikit berbeda, ralat. Aku lebih suka menghabiskan waktu sendiri sembari memikirkannya. Daripada harus mengenal orang baru agar aku bisa melupakannya.

***
Alesa berjalan keluar rumah. Menghampiri Bimo yang hari ini sama seperti hari-hari sebelumnya. Biasa aja, dengan motor bututnya yang berisik. Eh, butut juga dia yang selalu mengantar kemanapun Alesa pergi. Kalau Bimo tahu Alesa menganggap motornya butut, sudah pasti Bimo akan marah padanya. Diatas Alesa masih ada si Angel butut. Ya, motor bututnya ia namai Angel.

"Hi Bimbimkuu. Hi Angel jelek, butut, bau asep". Sapa Alesa ramah, tersenyum merekah. Yang disapa malah cemberut seperti tulisannya Jisung, kusut, berantakan.

"Lo jelek". Balas Bimo ketus. Tak terima Alesa sudah mengatai Angel jelek, butut, bau asep. Enak aja dia mengejek Angel yang selalu menemani dia pulang-pergi kampus.

Kini Alesa yang masam, ia menundukkan kepalanya.
"Lebih jelek motor lo, wlee".

"Sekali lagi lo ngatain Angel nggak usah lagi gue jemput lo". Ancam Bimo.

"Hehehhe iya iya ah becanda. Angel paling cantik seduniaaaaaa".

"Nah, ayo naik". Suruh Bimo. Alesa yang baru saja mau naik tangannya di cekal Bimo. Bimo seperti sadar akan sesuatu. Alesa menaikkan kedua alisnya memberi isyarat 'kenapa?'.

"Nangis lagi?". Tanya Bimo dengan nada datar.

Alesa menggaruk kepalanya yang tak gatal, kemudian mengangguk kecil dengan senyuman palsunya.

"Kebiasaan. Udah ayo berangkat".

Bimo sebagai sahabatnya juga tak tahu lagi harus bertindak seperti apa untuk membuat Alesa tak galau terus.

***
Setelah memarkirkan motornya Bimo dan Alesa berjalan menuju dalam kampus. Menuju arah kantin lebih tepatnya. Memang sudah biasa Bimo mengajak Alesa kekantin dulu. Kalau ada kelas pagi Bimo akan sarapan di kantin.

"Bim mau sarapan dulu?". Alesa bertanya memastikan, walaupun jawabannya pasti 'iya'.

"Enggak, gue udah sarapan. Mba gue tadi masak, kasian kalau nggak dimakan".

"Terus ngapain ke kantin. Gue juga udah makan".

"Siapa yang mau makan. Mau benerin mata lo yang jelek itu".

Ruang TungguTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang