13☁️🦒

9 2 0
                                    

Langit malam itu tampak menyembunyikan sinarnya. Dia kusam, hanya hitam pekat yang terlihat. Tapi yang melegakan, dia bisa dengan yakin menunjukkannya pada semesta. Dia salah satu yang paling berani diantara ciptaan tuhan lainnya. Tak ada bintang, bulan, setitik awan putih.

Di halaman rumput hijau luas dua orang terbaring begitu saja dengan tas masing-masing sebagai penopang kepala. Matanya melihat langit lesu tapi tetap saja menenangkan. Dua-dua nya sama-sama diam. Mencari-cari hanya satu bintang saja yang mungkin tersesat. Tapi tetap saja mereka tidak menemukan. Bintang yang mereka cari mungkin tertutup awan hitam tebal. Sudahlah, mereka menyerah.

"Al coba dong bicara, tersenyum. Aku ingin menemukan bintang yang tersesat".

"Heuh aku kan juga sedang fokus mencari. Bagaimana bisa dengan aku berbicara atau tersenyum kamu bisa menemukannya. Nggak masuk akal".

"Coba saja dulu. Ayo berbalik". Ucap Gie sembari memiringkan tubuhku. Aku mengikuti perintah Gie, aku juga ikut memiringkan tubuhku. Kita sekarang saling berhadapan.

"Apa?". Tanyaku.

"Coba tersenyum". Perintah Gie padaku. Sedetik kemudian aku tersenyum, mataku ikut menyipit.

Gie ikut tersenyum begitu saja setelah melihat senyum gadis di depannya.
"That's it. I have found much the stars". Ucapnya dengan menatap kedua mataku.

Aku langsung melihat ke arah langit lagi karena ucapan Gie.

"Mana?. Dimana Gie nggak ada, aku nggak lihat". Ujarku. Mataku mengelilingi langit di atas sana.

Tangan Gie menarikku untuk membuatnya kembali keposisi sebelumnya. Kita saling berhadapan lagi. Mata kita saling bertemu, menatap satu sama lain.

"Semua bintang bersembunyi dibalik kedua matamu. Mereka takut karena tempat tinggal mereka sedang suram, sedang haru. Makannya mereka kabur ke tempat yang lebih aman, lebih menenangkan. Tempat itu hanya ada di mata kamu". Jelasnya. Penjelasan yang membuatku terheran. Tidak masuk akal.

"Tidak masuk akal. Aku nggak ngerti pembicaraan anehmu itu".

"Sama seperti aku yang ingin kabur saja padamu ketika aku sedang gusar".

Sekarang aku mulai mengerti maksud pembicaraan anehnya.
"Kalau ingin ya kabur saja padaku. Jangan terlalu lama berfikir sampai-sampai tidak sampai padaku".

"Aku tidak mau aku menyusahkan kamu hanya karena keresahanku yang merepotkan".

"Padahal dibandingkan dengan banyak bintang-bintang yang bersinar ataupun yang lainnya,  Aku lebih memilih kamu untuk datang kepadaku, hanya kamu saja. Jika aku persilahkan yang lainnya masuk itu akan lebih merepotkan".

Dibawah langit malam yang suram dan menakutkan, bersama Gie. Waktu itu.

***
Langit sudah gelap. Alesa dan Jef masih saja duduk di pinggir rel kereta. Anak-anak yang tadi bermain di pinggur rel kereta kini sudah pulang ke rumah masing-masing. Mereka sudah melihat banyak kapsul kereta melintas. Tapi tampaknya Alesa masih belum puas, ia ingin masih berada di sini.

"Gie, malam ini juga tak ada apa-apa dilangit. Mereka juga sedang suram. Mereka semua kabur kemana?. Nggak mungkin mereka bersembunyi dikedua mataku. Kata Jef, bintang sedang asyik bermain dengan bintang yang lain, di tempat yang kita tidak tahu. Yang jelas bukan dibalik kedua mataku. Karena tempat persembunyian itu hanya milikmu". Batin Alesa.

"Gie, aku sengaja berlama-lama di sini supaya Jef bosan, lalu dia kesal. Tapi nyatanya pria itu masih saja menemaniku dengan seluruh kesabarannya. Dia terus saja mengajakku bicara. Aku cuma mau dia pergi Gie". Lanjutnya dalam hati.

Ruang TungguTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang