29☁️🦒 selesai.

41 3 0
                                    

Sepuluh tahun kemudian.

Seorang wanita sedang memasak sup jagung, makanan kesukaan suami. Ia hanya memakai daster saja, rambutnya terikat dengan sempurna. Di hari weekend seperti ini, hujan-hujan, memang paling nyaman habiskan waktu di rumah bersama keluarga.

Sedang asyik mengaduk-aduk masakannya, ada seorang pria menghampiri sang istri. Ia memeluknya dari belakang. Menghirup dalam-dalam wangi tengkuknya.

"Ibu Alesa masak apa?".

"Masak sup jagung, makanan kesukaanmu".

"Baunya enak".

"Geli Jef, lepas dong. Aku mau masak dulu. Kan aku suruh kamu temenin anak kita dulu".

"Sudah tidur. Aku mau di sini, temani istriku". Ucapnya dengan posisi yang tak berubah.

Alesa kemudian berbalik setelah mendengar ucapannya. Wajahnya mendongak keatas, tangannya menagkap kedua pipi Jef.

"Bapak Jefri, bapak tunggu di meja makan yaaa. Ibu Alesa sebentar lagi nyusul, mau selesaikan masakannya dulu. Oke?". Alesa, seperti bicara pada anak kecil. Sama seperti ia berbicara pada putri kecilnya.

Jef tentu saja tersentuh, tak bisa kalau tak menurut permintaan istrinya.

"Jangan lama". Pintanya.

Alesa hanya mengangguk sembari tersenyum.

"Bapak Jefri tunggu di meja makan ya, ibu Alesa jangan lama-lama".

"Siap. Sudah sana". Alesa mendorong tubuh Jef agar segera menjauh.

"Kiss dulu".

"No. Nanti bablas".

"Kiss". Jef merengek seperti anak kecil. Sudah punya anak satu masih saja ttingkahnya seperti itu, suka merengek, manja.

Alesa mengecup bibir Jef sekilas. Benar-benar sekilas. Lama sedikit bisa gawat.

"Sudah. Tunggu di meja makan ya?".

"Iya".

***
Sudah pukul empat sore, hujan masih saja turun. Alesa menemani suaminya yang sedang sibuk dengan laptopnya. Weekend begini masih saja bekerja.

"Sudah Jef, memang nggak bisa dikerjakan besok?".

"Dikit lagi sayang, tanggung".

"Mau kubuatkan teh lagi?, sudah habis teh digelas kamu".

"Enggak sayang, bentar lagi aku selesai. Peri cantik masih tidur?".

"Iya, pulas sekali".

Jef mengangguk mengerti. Beberapa detik kemudian ia mengangkat kedua tangannya.

"Selesai".

"Oh iya, ada paket buat kamu tuh. Aku taruh di meja depan. Aku buru-buru tadi mau ke kamar mandi, makannya aku taruh situ dulu".

Alesa menyerngitkan kening. Paket?, paket apa?. Ah, Alesa baru ingat. Ia membeli botol susu di online shop untuk putri kecilnya.

"Iya, nanti aku ambil".

Tak lama suara tangis bayi terdengar. Alesa dan Jef bangkit dari duduknya, berniat untuk melihat putri mereka.

"Aku aja sayang, kamu ambil paketmu dulu. Takut lupa".

"Makasih ya, nanti aku nyusul".

Jef mengangguk dan tersenyum.

***
Alesa duduk di kursi ruang tamu. Ia membuka paket kecil ditangannya.

"Loh, isinya bukan botol susu. Surat?, surat apa?. Nggak ada nama pengirimnya". Alesa bertanya pada diri sendiri. Paket yang ia dapat isinya hanya secarik kertas yang terlipat rapi, dan juga beberapa gambar penduduk langit. Bukan pesanan yang ia beli di online shop.

Ruang TungguTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang