28☁️🦒

21 1 0
                                    

Ceritanya extra part. Padahal enggak ada yang minta. WKWKWKKWKW.

A million dreams . Lagu yang akhir-alhir ini sering aku dengerin.

***
Cinta yang datang tak disangka. Dengan siapa, kapan waktunya, seperti apa kisah perjalanannya. Berulang kali berfikir apakah benar itu perasaan cinta?, atau hanya perasaan senang sementara hanya karena ia mengatakan "kamu paling cantik di dunia ini, di semesta ini, bahkan di penduduk langit pun kamu yang tercantik". Ah, bukan 'hanya', kalimat menyenangkan itu memang benar bisa membuat hati senang. Ya, kalau yang mengatakan dari mulut orang terkasih. Jadi, semua kalimat aneh, kalimat paling lebay menurut orang lain, akan menjadi kata paling indah kalau dikatakan oleh seseorang yang dicintainya. Kalau tidak ditunjukkan, ya berarti disembunyikan. Tapi bisa saja itu hanya perasaan senang sementara. Lama kelamaan bosan, lalu muak, setelah itu saling meninggalkan. Hati-hati dalam mengartikan perasaan. Kalau sudah begitu kalian mungkin akan menyesal.

Alesa, ia yakin dengan perasaannya yang ia rasakan pada Jef. Perasaan cinta?. Ya, perasaan semacam itu. Entah apa yang membuatnya seyakin itu. Melepas Gie lalu memilih perasaannya yang baru untuk orang baru juga. Dia, Jef.

Lihatlah, dua orang yang sedang kasmaran itu sedang mesra-mesranya. Tapi walaupun begitu, dengan statusnya sekarang sudah pacaran, berantem masih sering mereka lakukan. Satunya suka meledek, suka merayu berlebihan, satunya suka kesal dengan tingkahnya.

"Alesa". Panggil Jef.

"Hmm". Alesa merespon dengan gumaman. Wajahnya terlihat fokus melakukan kegiatannya.

"Kamu cantik banget kalau diliat dari sini. Ah, aw. Hati-hati dong. Jangan kena itunya". Pujinya dengan senyumnya termanis, hanya Alesa yang bisa melihat senyuman terbaiknya. Tapi setelah itu ia meringis kesakitan.

Alesa diam, tak menghiraukan rayuannya dan omelannya. Ia hanya mau fokus dengan kegiatannya.

"Ah, sakit Alesa. Hati-hati". Pintanya sekali lagi.

Alesa kemudian menghentikan aktifitasnya. Ia lalu menghela nafas kasar.

"Makannya kamu diem, jangan gerak-gerak terus. Jangan ngomong mulu. Diem sedetik aja bisa nggak?". Ucap Alesa sembari memutar bola malas diakhir kata.

"Enggak bisa". Jawabnya dengan polos.

"Yaudah tu terusin sendiri. Sana ke kamar mandi. Lanjutin sendiri tu".

"Enggak lah, kamu aja. Ayo tanggung dikit lagi".

"Diem ya kamu, awas kalau ngomong lagi".

"Iya. Alesa hati-hati yaa".

"Hmm".

Alesa melanjutkan kegiatannya. Jef kini tengah berbaring dengan kepalanya ia letakkan di paha Alesa.

"Jef, kamu kalau ada kumisnya lucu". Adunya. Tangannya memegang cukuran kumis, lalu ia gerakkan dengan perlahan. Dari tadi mulut Jef tak mau berhenti mengoceh padahal tahu kalau kumisnya sedang dicukur. Jadi belum selesai-selesai kan. Eh, sekarang malah Alesa yang mengajaknya bicara.

"Masa?. Kalau gitu aku panjangin aja ya kumisku?". Jef bertabya dengan bersemangat. Meminta pendapat kekasihnya.

"No. Jangan-jangan, nanti kamu jadi kaya bapak Jefri, jadi kaya bapak Jamal".

"Katanya lucu kalau ada kumis. Lagian bapak Jamal siapa deh Al?". Protesnya.

"Kalau kepanjangan nggak bagus. Bapak Jamal itu kalau Jef kumisnya panjang sama jenggotnya".

"Kalau ibu Alesa itu, kalau kamu pakai dasteran aja pas lagi masak di dapur. Terus nanti bapak Jamal nyamperin, meluk dari belakang. Sambil nanya 'Masak apa cantik?'".

Ruang TungguTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang