2☁️🦒

89 7 0
                                    

Waktu itu, bolos sekolah bersama Gie.

Tumben tumbenan Gie mengajak Alesa membolos sekolah. Padahal hari ini ada mata pelajaran kesukaannya, matematika. Aneh sekali, kok ada orang suka pelajaran matematika. Buat pusing, tidak tahu gunanya apa buat kehidupan. Ya, itu hanya menurut Alesa saja si.

Gie mengajak Alesa membolos ke danau, tempat favorit mereka pacaran. Biasanya mereka kesini hanya saat libur saja. Tapi sekarang mereka kesini harus membolos dulu.

"Gie, kamu anak kesayangan para guru, anak teladan di sekolah berani-beraninya bolos, ngajak aku lagi".

Gie tersenyum, lalu mengatakan "Tadi aku lihat kamu suntuk sekali, jadi aku bawa kamu kabur aja. Are you happy?". Tanya Gie. Kini keduanya tengah duduk di bawah pohon besar dan masih mengenakan seragam sekolah.

"Ya happy si bisa kabur dari matematika nyebelin. Tapi kan kamu suka pelajaran matematika, ngapain sampai bolos segala".

"Tidak papa sekali-sekali. Yang penting Alesa nya tidak badmood lagi".

"Gie tapi takut ada satpol pp deh, nanti kalau ketangkep gimana?. Kita masih pakai seragam sekolah Gie". Tanya Alesa khawatir.

"Tidak akan".

"Gimana bisa tahu, kali aja iya kan".

"Ya karena yang mengajak kabur kamu aku". Jelas Gie dengan percaya diri.

"Awas ya kalau sampai kita ketangkep".

"Tidak akan, tahu kan Gie selalu bisa dipercaya?. Apalagi kalau dengan Alesa, mana bisa Gie bohong, apalagi membawa Alesa dalam situasi bahaya". Gie meyakinkan Alesa sekali lagi. Tidak lupa dengan bahasa baku yang selalu ia gunakan. Diakhir kata tangan Gie mengacak pelan rambut Alesa.

Alesa tersenyum, mendorong keras tubuh Gie, sampai-sampai Gie hampir terjatuh. Dibilang kalimat seperti itu saja sudah salting.

"Iya deh percaya. Gie haus, mau minum". Adu Alesa. Cuacanya panas sekali, tenggorokan Alesa jadi ikut kering.

"Ya Tuhan aku lupa beli minum. Kasihan Alesa ku kehausan. Bentar ya aku beli minum dulu dan makanan, kamu tunggu di sini".

"Jangan lama-lama aku takut, nggak ada orang".

"Mau iku saja denganku?".

"Males jalan, aku di sini aja. Tapi kamu jangan lama-lama".

Mendengar ucapan Alesa, Gie yang semula berdiri kini malah berjongkok membelakangi Alesa.

"Ayo ikut saja. Aku lihat yang jualan hari ini cuma mang Agus saja Al, agak jauh dari sini". Sering datang ke tempat ini sampai-sampai mereka hafal dengan para penjual yang ada di sini. Sebenarnya danau ini bukan tempat wisata. Makannya terkadang banyak pengunjung, terkadang juga sepi. Penjualnya pun sama, menyesuikan.

Alesa masih belum bisa mencerna maksud Gie. Kenapa dia jongkok begitu. Sedetik kemudian baru paham.

Gie menepuk-nepuk pundaknya, memberikan isyarat untuk Alesa naik ke punggungnya.

"Jangan deh Gie, aku jalan aja ya".

"Katanya malas jalan. Ayo naik aja, aku sudah siap nih".

"Beneran?". Tanya Alesa ragu.

"Beneran".

"Aku naik nih".

"Ayo naik sekarang, pelan-pelan ya cantik".

Dengan ragu dan menahan senyumnya karena sudah dibilang cantik oleh Gie, Alesa menaiki punggung Gie. Setelah itu Gie langsung berdiri dan mulai berjalan dengan pelan.

Ruang TungguTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang