19

11.9K 932 16
                                    

🐑🐑🐑

Dua jam berlalu sejak Naka membuka matanya sejak itulah belum ada satu kata pun yang keluar dari bibir masing-masing terutama Naka yang hanya diam memunggungi kedua orang tuanya, tampak sesekali tangan yang tak terinfus itu mengusap matanya yang basah.

Orang tuanya berbohong mereka mengatakan jika tak akan sakit nyatanya badan Naka sekarang terasa sangat sakit bahkan untuk duduk saja Naka merasa sulit akibat suntikan yang dia dapat diarea belakangnya.

Lain dengan Naka lain juga dengan kedua orang berbeda usia itu menatap Naka dengan pandangan bersalah terutama Zanna yang sudah memasang wajah masam karena didiami putra kesayangannya, dia sudah berulang kali mendekat dan mengajak bicara putra semata wayangnya namun hanya tolakan yang dia dapat, hatinya sungguh sakit luar biasa.

Begitu juga dengan Damian yang sudah memasang wajah pasrah untuk pertama kalinya, melihat putranya yang menangis membuat rasa bersalah hinggap dihatinya, rasa yang tak pernah dia rasakan sebelumnya, memang benar dengan hadirnya Naka dihidupnya merubah segala hal tentangnya.

"Sudah menangis nya oke?mami minta maaf."bujuk Zanna.

"Nangis?siapa yang nangis?"tanya Naka ngegas namun tampak suaranya yang serak dan suara ingus yang ditarik ke dalam.

Damian hampir tertawa mendengar itu, tidak menangis?lalu berasal dari mana suara ingus yang ditarik ulur itu.

Zanna menabok lengan Damian kencang, mata tajamnya dia layangkan untuk suaminya itu.

"Baiklah anak mami memang tidak cengeng dan kuat, maka dari itu maafkan mami oke? bagaimana dengan satu permintaan."

Naka tampak sedikit tertarik dengan penawaran itu, terlihat dari kepalanya yang sedikit menengok namun setelah itu kembali menatap jendela yang sudah tampak gelap bisa ditebak berapa lama Naka pingsan karena biusan, dia tidak akan tertarik dengan tawaran murah seperti itu ingat dia bukan orang gampangan.

"Bagaimana dengan Ducati Desmodici D16RR NCR M16?"tawar Damian namun tak mendapat atensi apapun.

"Sekolah?bukankah kita belum membicarakan itu, mami tidak masalah jika kau tidak ingin sekolah kau cukup dirumah menghabiskan uang papi dan mami jika kau ingin."

Lirikan singkat Naka berikan, bagaimana bisa dia melupakan tentang sekolah.

Zanna tampak tersenyum tipis melihat Naka yang sudah mau menatapnya.

"Pulang."

"Ti-

"Oke kita pulang."potong Damian yang langsung mendapat tatapan tajam dari wanita disampingnya.

Tanpa memperdulikan tatapan yang hampir menembus matanya Damian melangkah mendekat ke ranjang putranya, netranya menatap kantung infus yang hanya tersisa beberapa mili itu, tangannya dengan pelan mencabut jarum yang tertanam dipunggung tangan Naka dengan pelan, Zanna yang melihat Naka hampir menangis itu ikut mendekat dan menutup mata putranya agar tak melihat itu.

Damian mengusap darah ditangan Naka dengan kapas yang sudah dia beri alkohol.

Dengan gerakan pelan Damian mengangkat Naka dalam gendongannya, ringisan pelan terdengar ditelinga Damian dan zanna membuat kedua orang tua baru itu semakin tak tega, dia tak suka putranya yang diam dia lebih menyukai Naka-nya yang berisik dan membuat ulah.

"Jangan hanya diam nak katakan sesuatu."bujuk Zanna dengan wajah yang ketara khawatir, namun tampaknya Naka hanya diam tak berniat menjawab.

"Mau kau bawa kemana pasien kecil ku?"tanya Gavin yang kebetulan ingin mengecek pasien dadakannya.

"Pulang."singkat Damian.

Gavin mengangguk singkat "Hm setelah ini temui aku."

Damian berdehem kecil menanggapi, melanjutkan jalannya yang tertunda.

ARBYNAKATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang