35.

227 13 2
                                    


"Gue suka sama lo Kak!"

Aksa diam mematung. Ia nampak terkejut setelah mendengar apa yang diucapkan Aruna. Begitu pun Aruna. Ia tak kalah terkejutnya karena mengucapkan hal tersebut. Entah bagaimana ia mampu memiliki keberanian untuk mengucapkan hal itu.

"Aruna? Lo-"

Sebelum Aksa menyelesaikan omongannya, Aruna segera bergegas untuk kembali ke dalam Cofzy. Ia berhenti tepat disamping Dani yang sedang sibuk dengan urusan perkopiannya. Aruna kemudian memegang pipinya yang mulai terasa panas akibat menahan rasa malu.

"Ngapain lo diem aja? Habis dimarahin Bang Aksa ya lu?" tanya Dani

Tidak ada jawaban dari Aruna. Ia masih menundukkan kepalanya sambil mengelap cangkir yang ada didepannya saat ini.

"Aruna."

"Woi Aruna!." Panggil Dani sambil menarik pundak Aruna yang akhirnya berhasil mengekspos muka dari wanita itu.

Aruna dan Dani saling bertatatapan. Perhatian Dani saat ini tertuju pada muka Aruna yang seperti kepiting rebus. Sangat Merah.

"Anjir muka lo merah banget Ar. Sumpah lo sakit?" ditempelkannya tangan Dani ke dahi Aruna.

Aruna menampik tangan itu. "Enggak. Urus aja urusan lo sendiri Dan."

Aruna kemudian berjalan menuju ke dapur meninggalkan Dani sendiri disana.

"Dasar anak aneh. Gue cuma tanya kenapa kudu ngambek?"

Tak lama kemudian Aksa masuk ke dalam coffeeshop. Dani memperhatikan gerak gerik Aksa yang berhenti tepat disamping Dani berdiri.

Aksa mengambil freshmilk kemudian menaruhnya kedalam wadah. Ia kemudian membuat "busa" yang nanti nya digunakan untuk garnish pada minuman.

Melihat ada yang tidak beres, Dani pun memberanikan diri untuk bertanya dengan Aksa.

"Bang Aksa, kalian kenapa?" Tanya Dani kepada Aksa.

Aksa masih diam. Enggan menjawab perkataan Dani.

"Tadi gue lihat Aruna mukanya merah banget. Lo gak mukulin dia kan?"

Aksa mematikan mixer yang ada ditangannya lalu menoleh ke arah Dani, menatapnya dengan tajam.

"Eeh sorry Bang, gue cuma nanya. Lagian lo daritadi gue tanya juga diem aja. Habis ditembak lo?"

Aksa yang menoleh ke arah Dani kini mengalihkan pandangannya. Dani kebingungan. Apa tebakannya benar? kenapa Aksa malah diam seperti ini.

"Lo bener." Aksa tiba-tiba bersuara.

"Bener apa Bang?"

"Aruna nembak gue. No, i think she just confessing her feeling lebih tepatnya."

"Damn. Gila. Aruna? seorang Aruna Bang?"

Aksa menganggukkan kepalanya. "Dan lo tau apa yang lebih gila? Gue gabisa kasih respon apa apa ke dia tadi."

Dani diam mendengarkan setiap kata yang keluar dari Aksa.

"Ini terlalu cepat buat gue. Gue cuma takut pergerakkan gue selanjutnya -apapun itu- nyakitin dia."

Dani yang tengah menghitung stok biji kopi kering itu kini meletakkan pekerjaannya dan mulai menanggapi Aksa.

"Bang, gue kasih saran buat lo? Bukan saran sih kayak.. apa ya omongan aja"

Aksa menganggukkan kepalanya.

"Menurut gue, apa yang Aruna lakuin itu gak salah. Dia begitu juga gara-gara elo Bang. Eittss bentar jangan keburu emosi dulu." Ucapnya setelah Aksa menatapnya secara dingin.

"Gue yang hampir selalu ada disekitar kalian aja bisa ngerasain kalau kalian itu punya sesuatu yang ga bisa disembunyikan satu sama lain. Baik Aruna maupun lo, itu udah jelas Bang. Kalian sama sama suka.

Aksa masih mendengarkan Dani yang sedang berbicara.

"Sikap lo ke Aruna, sikap lo ke gue, sikap lo ke kakak lo, sikap lo ke praktikan yang lain khususnya praktikan perempuan itu beda Bang. Lo itu perhatian sama Aruna dan perhatian disini beda sama perhatian yang lo tunjukin ke kita."

"Dan selama gue kenal sama Aruna, dia tipikal orang yang cepat paham sama keadaan emosi di sekitarnya, yaa walau emang oon sih. Jadi menurut gue  dia udah nangkep sinyal kalau lo itu sebenernya suka sama dia Bang."

Skak mat! Aksa tidak bisa berkata apa-apa. Ia merasa telah "ditelanjangi" perasaannya oleh Dani.

"Gue rasa lo masih bingung sama perasaan lo sendiri Bang. Mending lo pikirin deh, sebelum terlambat karena Aruna udah keburu nyatain perasaannya ke lo."



***

AKSARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang