43.

211 4 3
                                    



"Aruna?"

Aruna mengerjap. Tak terasa air mata yang sedari tadi menggenang di kedua netra Aruna kini jatuh membasahi pipinya. Ia segera mengusap air mata itu, lalu menyambut seorang laki-laki yang telah berdiri di pintu kamarnya.

"Aruna, maaf ya lama"

Aruna tersenyum manis menyambut sosoknya. Ia segera meletakkan kotak itu dan bangkit untuk memeluk laki-laki yang kini menjadi suaminya.

"Eh Kakak udah dateng? daritadi kah? kok aku sama sekali gak denger suara Kakak masuk sini sih?" Tanya Aruna.

"Mmm udah 15 menit mungkin? kamu asik banget ngerapiin kardusnya, terus kamu juga serius banget ngeliatin itu" Ucapnya sambil menunjuk kearah kotak yang sedari tadi menjadi perhatian Aruna.

Aruna tersenyum, sepertinya enggan menjawab.

"Kamu rindu ya? Mau berkunjung ke makam hari ini?"

"Boleh Kak?"

"Iya boleh dong. Apa sih yang enggak buat sayangnya aku."

"Makasih Kak." Ucap Aruna yang kembali memeluk suaminya.


**


Selesai membongkar barang-barang dari kardus, Aruna bersiap untuk mengunjungi tempat peristirahatan terakhir bagi orang yang sangat ia sayangi. Orang yang sangat penting di dalam kehidupannya. Orang sangat ia rindukan selama ini Orang yang bahkan belum sempat mengucapkan kata perpisahan dengannya.

Jarak dari rumah Aruna ke tempat peristirahatan itu cukup jauh kira-kira membutuhkan waktu 4 jam meski sudah melewati jalan tol. Bicara tentang jalan tol, Aruna sudah bisa menerima traumanya. Dua kecelakaan yang ia alami di jalan itu sudah tidak mengganggunya lagi.

Sesampainya disana, mereka harus berjalan sekitar 300 meter menuju tempat peristirahatan itu. Sepanjang kanan dan kiri jalan setapak dipenuhi oleh rimbunnya pepohonan. Ada juga danau kecil diujung jalan dengan taman bunga yang sedang mekar.

Aruna berhenti tepat sebelum menginjakkan kakinya ke tempat peristirahatan terakhir orang yang dia sayang itu.

"Aruna? kamu gakpapa?"

"Iya Kak. Aku gakpapa kok, cuma gugup aja. Udah cukup lama aku gak berkunjung kesini. Kalau dipikir-pikir terakhir kali waktu aku lulus kuliah? gak bisa bohong kejadian itu bikin aku enggan buat kesini." Ucapnya sambil menatap buket bunga krisan putih yang ia bawa.

Laki-laki itu menggenggam tangan Aruna, meyakinkan bahwa semua akan baik-baik saja.

"Yuk, kita jalan lagi"

Aruna mengangguk. Beberapa saat kemudian, mereka akhirnya sampai di depan batu nisan yang berwarna hitam itu.

"Mmm haii Ayah, haii Bunda. Akhirnya Aruna dateng lagi. Maaf karena Aruna baru sempat sekarang. Semua terjadi begitu aja sampe buat Aruna takut berkunjung kesini walau cuma sebentar."

Aruna meletakkan buket bunga yang ia bawa ke atas dua nisan yang ada di depannya saat ini.

"Buket bunga krisan putih, kesukaan Bunda. Bunda inget gak? aku dulu suka sebel kenapa Bunda suka banget sama bunga warna putih, padahal masih banyak bunga di luar sana yang warna nya jauh lebih mencolok dan beragam. Tapi sekarang, rasanya aku paham kenapa Bunda suka sama bunga putih ini. Alasannya sederhana walau bunga ini tidak terlihat mencolok di banding bunga lain, ia tetap terlihat indah dan anggun di mata orang yang tepat. Sama persis kayak Bunda yang selalu terlihat indah di depan mata Aruna dan juga Ayah pastinya."

AKSARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang