Kata khas yang sering Gulf ucapkan itu tidak dapat lagi membendung perasaan Prim, pelukannya kian mengerat suara isakan pun mulai terdengar.
" Nangis lo? ", begitulah Bright tidak tau situasi dan kondisi
" Prim kangen phi Gulf "
" Phi juga kangen Prim "
Setelahnya semua berkumpul di rumah itu, saling berkenalan dengan Alex dan Natasya. Bright dan Prim bahkan sengaja menginap, masih rindu katanya.
Setelah menyusui Natasya dan menidurkan Alex, wajahnya memunculkan kerutan gusar. Pikirannya berkutat kepada kepulangannya ke Tailand yang mungkin akan jadi pilihan buruk setelah hidup enak di Portugal.
Gulf kemudian berpasrah, tidak ingin menerka dan memperbanyak kerutan di dahinya. Matanya pun ditutup untuk tidur, seraya Off yang mengunci pintu untuk kembali pulang kerumahnya.
.
.
.Di perjalan, Off dilema akan dirinya sendiri. Sudah lama sahabatnya itu membenci Gulf tapi tidak benar benar mengetahui apa yang terjadi.
Sekarang ini dengan dua malaikat kecil yang Gulf miliki apa tidak sebaiknya Off memberitahu Mew, sebagai sahabat tentu Off harus menyadarkan sifat buruk Mew.
Menyuruhnya tanggung jawab, mungkin
Tapi pergulatan pikiran itu segera ditepis Off ketika melihat Gun tertidur di sofa, menunggunya yang lelah pulang bekerja.
(◠‿・)-☆
Paginya siapa sangka Alex sudah begitu dekat dengan Davikah. Membantu Davikah menyiram kebun kecil milik mereka yang ada dibelakang rumah.
" Alex pegang selangnya ya, siram bunganya "
" Klub oma.. "
Gulf tersenyum senang melihat Alex yang mudah akrab dengan orang orang, mungkin ini sisi baik dari anaknya.
" Gulf taukan kenapa mama nyuruh Gulf pulang ke Tailand ", Gulf mengangguk
" Jangan tolak kemauan mama ya, karena semuanya juga bakal jadi milik kamu, jadi tanggung jawab kamu "
" Tapi Gulf belum yakin sama kemampuan Gulf ma.. "
" Gapapa kamu mulai dari yang kamu bisa. Nanti sore kita ke kantor ya, kamu kenalan lagi sama orang orang disana "
" Iya ma.. Gulf usahain "
Sore itu Gulf dan Davikah pergi ke induk perusahaannya, mengenalkan diri sebagai pengganti Davikah selanjutnya.
Semuanya terpanah ketika melihat wajah Gulf, begitu mempesona dengan aura anggun dan tampan. Semua orang disana menyukai Gulf, selain sifatnya yang ramah dia juga tidak membeda bedakan status sosialnya.
Hari itu setelah mempelajari sedikit dokumen proyek Gulf kembali terburu buru pulang kerumah. Bukan ada urusan penting, tapi Gulf lupa membawa pompa asinya.
Sehingga rembesan cairan mulai kelihatan di kemejanya.
Kejadian itu tentu mengundang perhatian seluruh karyawan di perusahaan, siapa sangka Gulf sudah memiliki anak, asi menjadi bukti.
Wajah muda cantik itu, bagaimana bisa menjadi orang tua yang sangat mempesona. Bagaimana rupa anak Gulf, begitulah karyawannya terus berpikir.
Tak sampai disitu, karyawan wanita pun perlahan mundur dari keinginan mereka untuk mendekati Gulf.
" Kenapa lo? ", sapa Bright yang melihat Gulf panik jalan ke arah lobi
" Lo ga ngerti, urus dulu dokumen yang ada di meja gue. Gue harus buru buru pulang "
" Ha? Gue yang ngurus? Ogah, lagian lo mau kemana "
" Pulang bentar, lo ogah ogahan gue pecat tau rasa ", lalu kakinya meninggalkan Bright sendiri.
" Baru sehari jadi CEO aja udah salah gunain wewenang ", kepalanya menggeleng tak karuan karena Gulf.
Kedekatan Bright dan Gulf tentu juga menjadi perbincangan besar di kantor. Banyak yang menduga Bright adalah suami Gulf. Tapi dunia pun seakan tahu apa yang sebenarnya terjadi.
Tidak pernah humor itu dibantahnya, yang ditegaskan Bright adalah semua orang di kantor ini ada untuk bekerja pada Gulf.
Bukan untuk menggosipinya.
.
.
.Lega Gulf ketika asi itu berhasil dipompa, karena jika tidak dadanya akan terasa nyeri. Botol asi hasil pompa itu diberinya pada Alex, anaknya juga butuh protein tinggi.
Gulf mengelus kepala Alex, bermain pada rambutnya yang tebal.
" Papa "
" Hm, Alex mau sesuatu? "
" Alex mauh pulang pa "
" Alex mau pulang kemana, ini rumah kita nak "
" No, ini bukan lumah kita pa. lumah kita jauh ", (rumah)
" Sekarang ini rumah kita ya nak "
" Hm? But disini tidak ada salju pa, lumah kita ada saljunya "
Bibir Gulf menyungging, lucu sekali anaknya ini. Setelah mendudukkan Alex di pangkuannya barulah Gulf mencoba memberinya pengertian
" Alex dengar papa ya nak, ada salju atau tidak ada salju ini sekarang rumah kita. Alex, papa, nong Natasya, sama oma semalam bobok disini kan. Jadi ini rumah kita ya nak. Kalau Alex ga suka rumah ini Alex boleh bilang sama papa "
" Alex suka pa, tapi "
" Tapi kenapa nak? "
" Hmm.. papa tidak malah kan? ", Alex mau bilang marah
" Bilang aja nak, jangan takut papa marah "
" Mainan Alex, tidak ada disini pa. Semuana tinggal dilumah lama, Alex tidak bawa waktu mau kecini "
" Alex mau mainan? Bukannya Alex udah besar, Alex udah bisa jaga nong. Alex masih butuh mainan? "
" Ehm.. "
" Alex jawab papa, umur Alex sekarang berapa "
" Five ", sambil menunjuk 5 jarinya
" Umur 5 tahun Alex masih butuh mainan nak? "
Bingung lalu Alex terdiam
" Alex kadang bosan jaga nong kalau ga ada mainan ya nak? "
Kepala Alex mengangguk pelan, setelah itu menunduk. Takut sekali jika papanya marah maka ia akan dihukum sepuluh menit menghadap tembok.
Alex tidak suka itu.
" Yaudah, gapapa. Nanti kita ke mall beli mainan buat Alex ya, tapi Alex harus janji sama papa jagain nong kalo papa nanti kerja "
" Yes papa "
" Anak papa, sini peluk papa nak "
Mudahnya Alex mengerti akan sesuatu semakin membuat hari hari Gulf penuh rasa syukur. Bagus dirinya tidak selalu dituntut oleh keinginan besar anaknya.
Lagipun begitu kedisiplinan coba Gulf ajarkan kepada Alex, sehingga besar nanti kelakuannya tidak sampai meniru pria bajingan itu.