44 - END

178 5 0
                                    

Rora terkejut saat melihat koper miliknya sudah dibuang ke luar rumah. Rora melihat Arman dengan bingung, ia sama sekali tidak tahu mengapa Arman memperlakukan dirinya seperti ini. Padahal Rora baru saja pulang dan begitu kelelahan mencari pekerjaan kesana kemari. Kantor Arga tidak bisa menerima Rora, karena Rora bilang jika dirinya tidak perlu bekerja. Tetap di rumah dan tunggu lamaran dari Arga. Dan Argalah yang akan menjadi tulang punggung keluarga kecil mereka nanti. Tapi Rora tetap kukuh pada pendirian, ia ingin bekerja. Rora kira mencari pekerjaan dengan gelar sarjana itu mudah, ternyata begitu sulit. Banyak waktu terbuang yang Rora habiskan untuk terus berjalan kesana kemari untuk mencari pekerjaan. Percuma mengandalkan pendaftaran pekerjaan secara online yang sudah berapa kali ia coba, sama sekali tidak ada yang mengirim Gmail untuk memberitahu jika dirinya lulus seleksi dan akan mengikuti interview.

"Pa... Kenapa koper Rora di buang ke luar?"

"Kamu pergi dari sini!" Usir Arman.

Rora melebarkan pupil matanya. "Papa ngusir Rora?" Tanyanya dengan raut wajah penuh ketekerjutan. Tidak ada angin badai topan atau gempa. Tapi Arman tiba-tiba saja mengusir Rora tanpa ada alasan jelas. Tidak masalah jika memang ada masalah besar yang dibuat Rora. Tapi Rora merasa jika ia tidak pernah membuat masalah besar, misalnya hamil diluar nikah. Rora bergidik ngeri sampai memikirkan itu. Amit amit.

"Pa, Rora gak mau diusir. Nanti Rora tinggal dimana coba?" Mewek Rora meminta belas kasihan Arman. Dimana-mana orang diusir minta penjelasan jelas, ini malah ngeluh. Sangat terlihat sekali beban keluarganya.

Arman mendengus. "Bodo amat."

"Papa!" Panggil Rora memegang tangan Arman dengan erat. "Jangan usir Rora ya?" Mohon Rora.

Arman menepis tangan Rora. Hal itu membuat hati Rora sedikit tercubit. Matanya mulai berkaca-kaca. Tapi Rora tahan setengah mati. Selama ini ia tidak pernah menangis di depan Arman. Nanti diejek cengeng oleh kedua abangnya.

"Cari tempat tinggal yang lain. Papa gak mau nampung orang asing." Setelahnya Arman menutup pintu dengan rapat.

"O---orang asing?" Rora menggigit bibir bawahnya. Ia tidak mengerti maksud dari Arman. Tapi entah mengapa mood Rora semakin hancur dibuatnya. Sekarang air matanya mulai mengalir.

"Rora. Kenapa lo disana? Mau ngemis di rumah sendiri?" Tanya Wifa yang tengah mengemut sebuah permen. Entah permen apa, Rora tidak tahu. Ditangannya memegang tumpukan pampers bayi. Wanita itu berdiri di depan pagar rumah Rora.
Perut Wifa sudah kempes karena anak berjenis kelamin perempuan sudah brojol.

Rora mendelik sebal. Padahal dia lagi sedih, tapi Wifa datang merecoki segalanya. "Diam lo! Gue lagi akting.
Mau daftar jadi aktris di sinetron indosiar suara hati suami!"

Wifa terbelalak. Wanita itu memegang pagar dengan kedua telapak tangannya. "Yang bener lo?"

Rora mengangguk samar. "Udah sana. Ganggu aja lo!"

Wifa mencibir. "Ntar gue nonton deh kalau udah tayang. Kabarin ye! Gue mau nobar sama Gio ahay." Setelahnya Wifa berjalan riang sambil melompat-lompat. Sudah jadi emak-emak masih saja seperti anak kecil. Oke lupakan Wifa, sekarang bagaimana nasib Rora yang begitu malang ini.

Tok tok

Rora berusaha mengetuk pintu tanpa mengeluarkan suara. Siapa tahu Arman membukanya dan mengira itu tamu. Tapi sama sekali tidak dibuka padahal sudah beberapa menit Rora menunggu.

AROGA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang