06. TARTARUS DAN USJ

422 98 6
                                    

ADA—yang lucu pagi harinya. Makima dan Tsukauchi diminta mengawal Stain yang berhasil ditangkap All Might dalam acara pesta Madeline.

Di dalam mobil, Makima menyetel video yang direkam para penonton siaran tentang tujuan Madeline untuk Jepang, yaitu menangkap dan menjual para pahlawan palsu.

“Aku tidak bisa berkata-kata,” ungkap Tsukauchi atas tayangan tersebut.

Makima tertawa. “Setidaknya kita para polisi ini bisa bernapas lega, meskipun tidak etis merasa begitu.”

Makima menyimpan ponsel, melirik pemandangan di luar jendela. “Tapi mengerikan juga jika memakai sistem culik dan jual, kita seolah kembali pada zaman tanpa hukum saja.”

“Benar sekali.” Tsukauchi melirik mobil tahanan di belakang melalui spion, lalu kembali menatap mobil pahlawan yang bantu mengawal di depan. “Dan Stain memiliki pola pikir yang sama, seperti wanita bernama Madeline itu jika kita telusuri tindakan yang dilakukannya selama ini.”

Makima mendesah. “Divisiku telat dalam menangkap Stain, aku merasa malu sebagai detektif yang naik pangkat secara cepat.”

Tsukauchi tertawa kecil. “Jangan dipikirkan, Makima. Ada banyak waktu untuk berkembang, belum lagi kau masih muda dengan pemikiran luar biasa. Lebih baik kau mencari pengalaman baru dengan melakukan kegiatan anak muda biasanya.”

Mendengar balasan panjang Tsukauchi, mau tak mau Makima ikut tertawa. “Mana mungkin saya bisa bersantai, sementara orang-orang mulai memburu para pahlawan.”

“Haha, benar juga!” Tsukauchi menghentikan mobil di parkiran Tartarus, lantas menoleh pada Makima yang tersenyum. “Semua orang harus bekerja sama dengan saling melindungi satu sama lain.”

Sejujurnya, Makima heran akan makna melindungi satu sama lain. Itu tak berguna dan payah, menurutnya. Mengapa tidak berlatih kalau ingin selamat—atau bunuh diri jika bikin susah? Tanggung jawab 'kan ada pada manusia itu sendiri, jadi kenapa yang repot harus orang lain?

“Selamat pagi, Detektif Makima.”

Sapaan dari seorang pahlawan yang ikut mengawal Stain pun menyapa, menyentak Makima yang sedang asik mengamati perpindahan tahanan menuju penjara. Perempuan itu mendongak, mendapati pemuda bertopeng kayu.

“Selamat pagi, Pahlawan Kamui. Ini pertemuan kedua kita setelah penjahat lumpur, bukan?”

“Benar sekali! Anda masih ingat!” Kamui Woods terdengar senang. “Bagaimana kabar adik Anda usai kejadian itu?” tanyanya.

Makima tersenyum. “Izuku baik-baik saja. Dia bahkan berhasil menembus Yuuei.”

“Anak itu masuk Yuuei?! Tidak kusangka! Hm, tapi kukira dia tak punya quirk ...?”

“Aku juga menyangka begitu, haha. Tapi mengingat aku juga terlambat mendapat bakat, aku yakin kalau kami memang diberikan keberuntungan sekuat itu.”

“Anda juga terlambat?”

“Iya, mungkin itu saat usiaku tiga belas tahun?”

“Wah ... sungguh keajaiban, ya!”

Makima menutupi mulutnya yang tertawa kecil dengan kepalan dilapisi sarung tangan hitam. “Begitulah, haha. Kami kelewat beruntung. Dan meski adikku sempat dirundung, tapi bayaran yang didapatnya setimpal karena sudah diterima Yuuei. Izuku jadi bisa melanjutkan mimpi untuk menjadi pahlawan seperti All Might.”

“Kalau begitu syukurlah!”

Makima mengangguk, menatap langit biru. “Iya, kami sangat bersyukur.”

Selanjutnya Tsukauchi mengajak Makima masuk, menggiring Stain ke dalam Tartarus.

Sejujurnya Makima berniat menanyakan kondisi Ingenium, Death Arms, dan Rock Lock, tetapi Tsukauchi keburu memanggil.

Madeline's Judgment [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang