20. HUBUNGAN SAUDARA

246 67 2
                                    

ITULAH—akibat dari bermimpi sebelum tidur. Makima sadar ia bersalah. Bukannya memikirkan rencana dengan matang mengenai kegiatan yang besok hari akan dilakukan, ia malah sibuk menyeleksi suami yang tepat untuk kehidupan singkat.

Jika saja Makima tidak bermimpi, ia bisa menghindari segala macam kemungkinan yang bakal terjadi. Tetapi nasi telah menjadi bubur, ia harus menghadapi apa yang sudah berlangsung.

“Kakakmu? Wah! Maaf, maaf!”

Tomura melambaikan tangan, menjauhkan diri dari Izuku dengan bangkit dari bangku. Ia melangkah, mendekati Makima yang membeku di tengah jalan.

“Aku penggemar adikmu, tapi tidak kusangka kau bakal tahu namaku!—kalau kau tidak datang malam ini, akan kuadukan pada Sensei,” bisiknya di akhir sebelum membaur bersama orang lain.

Rahang Makima mengeras. Ia melirik ke belakang, di mana Tomura telah menghilang. Hingga Izuku datang, menyentuh punggungnya dengan kepala didongakkan.

“Maki-nee! Kau baik-baik saja?!”

Begitu mendengar perhatian adik sepupunya, Makima menunduk dan mengangguk.

“Mari kita melapor ke polisi,” ajaknya. “Di sini berbahaya.”

Setelahnya pusat perbelanjaan ditutup demi menghindari tragedi yang tak diinginkan. Izuku melaporkan bahwa dirinya dan Tomura Shigaraki tidak sempat mengobrol banyak, sementara Makima meminta maaf karena tidak bisa melakukan apa-apa saking terkejutnya melihat pemandangan di hadapannya.

“Saya bahkan tak sengaja memanggil nama belakang penjahat tersebut, semuanya jadi campur aduk dengan misi kemarin.”

Makima berbisik setelah Izuku keluar lebih dulu ditemani seorang pria tengkorak. Dan untungnya Tsukauchi mengangguk, mengerti perasaannya.

“Kembalilah. Bibimu juga datang.”

Atas saran Tsukauchi, pun Makima setuju untuk pergi mendatangi keluarganya.

“Maki-chan!”

Di luar kantor polisi Bibi Inko memeluk Makima, diikuti Izuku. Ia tersenyum, mengusap punggung kedua orang pendek tersebut sebelum mengajak mereka pulang. Namun tengah malam saat Makima hendak pergi melanjutkan misi, rupanya Izuku tahu mengenai rahasianya.

Makima yang sudah bersiap dengan penampilan Rin pun terkesiap tatkala melihat Izuku menunggu di ruang tamu. Ia mengunci pintu, kemudian meladeni sang adik sepupu dengan mengajaknya keluar apartemen.

“Maki-nee, apakah selama sebulan ini kau menyusupi kelompok penjahat?” tanya Izuku, mata besarnya diliputi kekhawatiran.

Kini mereka berdua mengobrol di parkiran apartemen. Sepi, tengah malam.

Sejak kejadian di pusat perbelanjaan tadi, Izuku terus memikirkannya. Mengapa—kenapa Maki-nee bisa memanggil seorang penjahat seakrab itu? Kalaupun tugas detektif memang harus mengingat nama buruan mereka, apakah sampai harus menggunakan nama belakang?

“Misi itu sangat berbahaya!”

Belum sempat Makima menjawab, Izuku mengeluarkan kata-kata yang menjadi beban di dalam pikiran gelisahnya.

“Aku tahu Maki-nee sangat pintar dan hebat, tapi Maki-nee masuk sarang penjahat!”

Makima mendesah, menatap Izuku di hadapan yang sangat baik hati dan penuh perhatian.

“Terima kasih sudah khawatir, Izuku. Tapi percayalah, semuanya akan baik-baik saja. Detektif Makima yang pintar dan hebat ini selalu berpikiran untuk menyelesaikan misinya dengan sempurna. Jadi, yakinlah bahwa aku tidak akan terluka.”

Madeline's Judgment [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang