USAI—membereskan para penjahat yang menyerang USJ, akhirnya Makima kembali ke kantor tanpa Tsukauchi. Kemudian membawa mobil pribadi menuju Komisi Pahlawan Keamanan Publik. Ia tidak memikirkan apa-apa selain fokus pada perjalanan dan mengemut permen pemberian bawahan. Padahal akan lebih cepat dengan menaiki kereta, tapi Makima suka sendirian seraya menikmati sekaligus mengolok-olok negeri Jepang nan damai di bawah perlindungan seorang simbol belaka.
Jadi sembari menunggu lampu merah, Makima menelepon kolega yang hari ini berhasil menambah kerjaannya.
“Kuu-chan, bagaimana kondisi To-kun?”
Begitulan panggilan yang Makima berikan pada Kurogiri dan Tomura jika berbicara sebagai sosok Detektif.
“Kuharap To-kun bisa ambil pelajaran meski itu sedikit, misal untuk tidak bertindak gegabah dan memperkonyol diri sendiri.”
Makima tersenyum mendengar celotehan murka Tomura di ujung panggilan, yang membentak dan menyumpahinya untuk mati.
Benar juga. Sudah lama Makima tidak mati, habisnya ia tak akan bisa hidup lagi jika sampai mengalami kejatuhan sejati.
“Omong-omong, kucing dan anjingku bagaimana?”
Setelah mendengar kabar bahwa Tomura banyak kena tembak, Makima ingat kalau ia sudah punya peliharaan baru yang belum mengetahui quirk miliknya. Sepertinya orang-orang tersebut tidak bisa dikontrol hanya karena memiliki pandangan yang sama. Mereka liar dan tak punya aturan.
“Saat ini semuanya berkumpul di markas lain. Mereka sebanyak enam orang dan ingin bertemu denganmu.”
“Mereka berdua sudah berkembang biak saja?”
“Ah, itu—” Kurogiri terbata-bata, sementara Tomura mendengkus jengkel. “Mereka orang baru yang dibawa broker. Mereka bilang kagum dengan pandanganmu, jadi minta dijadikan bawahan.”
Makima tertawa. “Kalau begitu aku akan ke sana setelah urusanku selesai. Bye-bye, Kuu-chan, To-kun.”
Kini Makima berhenti di depan gedung Komisi Pahlawan Keamanan Publik. Ia membuang tongkat permen ke tong sampah terdekat, lantas masuk ke dalam bangunan bersama ponsel dan dompet berisi tanda pengenal di kantong mantel hitamnya yang kebesaran.
“Aku Detektif Makima. Aku diminta menghadap oleh Komisi melalui panggilan telepon di pagi hari pada jam sebelas lewat dua puluh delapan menit.”
Makima menampilkan Kartu Pengenal ke muka penjaga sebelum diantar ke ruangan pertemuan.
“Terima kasih, ya.”
Makima kehilangan senyum usai tiba di depan pintu ganda. Rasanya tidak asing, tetapi ini berbeda dengan yang dahulu dialaminya. Entah apa yang menjadi pemicu, ia malah tegang dan bekeringat punggung.
“Permisi.”
Suara yang lembut dan ringan itu keluar dari belah bibirnya. Makima melirik seorang wanita tua dan pahlawan dengan sayap merah balas menatapnya.
“Selamat sore. Saya Detektif Makima.”
Makima membungkuk singkat.
“Kau terlambat. Sangat,” ujar si wanita tua.
“Itu benar. Maaf, saya terlambat.”
“Kulihat di berita, U.A. diserang penjahat.”
“Ya.”
“Seorang murid terluka.”
“Ya.”
“Bagaimana kondisi di sana?”
KAMU SEDANG MEMBACA
Madeline's Judgment [√]
FanfictionBNHA x Makima ... Makima menjadi bawahan All For One, juga seorang kakak sepupu dari penerus One For All. Semuanya berjalan lancar demi kedamaian Jepang dengan membunuh pahlawan dan sampah masyarakat, hanya saja ... ada yang ganjil sejak Makima bert...