MAKIMA—terbangun pada jam tujuh pagi. Ia menatap sekitar, melirik Hawks yang masih tidur dengan dikungkung sayap sendiri. AC terlalu dingin, jadi ia mengerti perasaan tubuh yang butuh perlindungan diri.
Karena rumah Midoriya kelewat jauh, Makima yang selesai bertugas pun menginap di apartemen Hawks. Ia bangkit dari ketidaksadaran yang kosong seperti biasa, lalu minta izin mengambil sikat gigi baru dari dalam lemari, tak lupa izin memakai kamar mandi meski sang rekan menjawab dalam keadaan setengah bangun.
Begitu keluar, Makima sudah mendapat sajian kopi oleh Hawks. Sejujurnya ia penikmat teh kalau di rumah, dan hanya akan minum kopi karena mudah didapatkan.
“Aku dapat libur sehari,” ujar Makima setelah mengecek ponsel yang sudah diisi dayanya. “Tapi harus datang ke kantor komisi.”
“Eeh, enaknya. Aku tidak libur, nih. Tapi juga harus datang ke kantor komisi.” Hawks menguap, berjalan menyalakan teve seraya membawa kopinya. “Mau pergi bareng?”
Makima mengambil kopi bagiannya dengan telapak ditutup sarung tangan, lalu ikut duduk di sebelah Hawks dengan kaki disilangkan. “Memang harus begitu, bukan?”
Lalu perhatian mereka teralihkan pada siaran kejadian penculikan dan pelelangan. Sekitar jam empat pagi, Makima yang telah berganti kostum pun menceritakan kejadian malam tadi, sementara Hawks juga muncul usai bersih dari mekap.
Cukup lama mereka terdiam dengan mata menyaksikan televisi, hingga Makima yang sudah menghabiskan kopinya pun berdiri. “Mari bersiap,” ajaknya.
Mau tak mau Hawks bergerak meski dilanda rasa malas. Kapan pahlawan bisa bersantai? pikirnya. Mumpung ada perempuan cantik bersamanya. Tetapi Makima bukan tipenya, sih. Badannya tinggi, sifatnya juga terlalu serius, walau humor mereka hampir mirip.
Dan tipe Makima juga bukan dirinya, heh.
Hawks tersenyum. Dari sandaran sofa ia menopang dagu, memperhatikan Makima yang sedang mengikat dasi hitam sebelum iris mereka bersitatap.
Makima balas tersenyum. “Ada apa?”
“Hanya berpikir bahwa kau lucu. Teringat dengan tipemu kemarin.”
Makima menatap langit ruangan. “Kemarin kita membicarakan All Might, ya. Aku suka orang yang kuat, sebatas itu. Siapa pun yang menjadi nomor satu akan aku sukai.”
Hawks menaikkan sebelah alis, menyeringai kecil. “Bagaimana jika Endeavor-san jadi nomor satu?”
Makima ikut menaikkan sebelah alis. “Itu artinya kita berdua menjadi pesaing?”
Sontak mata Hawks membola, merasa tidak terima mendengar ucapan Makima barusan.
“Hei, hei! Rasa sukaku beda dengan rasa sukamu, tahu!”
Makima tertawa, lantas memasang mantelnya setelah selesai menganyam rambut. Ia mengambil semua barang, kemudian melambaikan tangan.
“Aku akan menyiapkan mobil. Kau cepat bersiap, ya.”
Menyadari Makima orang yang tidak buang-buang waktu, Hawks nyengir dan segera bersiap sesuai perintah.
“Siap, Ma'am!”
KAMU SEDANG MEMBACA
Madeline's Judgment [√]
FanficBNHA x Makima ... Makima menjadi bawahan All For One, juga seorang kakak sepupu dari penerus One For All. Semuanya berjalan lancar demi kedamaian Jepang dengan membunuh pahlawan dan sampah masyarakat, hanya saja ... ada yang ganjil sejak Makima bert...