TOGA—menarik kembali ucapannya saat mendapat peringatan dan saran dari Mr. Compress. Akan lebih baik mereka mengaku berubah pikiran daripada menjahili sesosok Dewa.
Ketika pelelangan selesai diserbu oleh polisi, Toga dan Mr. Compress yang bersembunyi di antara pepohonan pun harus meneguk ludah kala seseorang mendekati mereka dengan langkah percaya diri.
Sudah pasti Madeline yang meminta mereka datang ke tempat perjanjian.
“Aku memberikan dua pilihan,” ujarnya.
Madeline berpenampilan laki-laki, tetapi suaranya tetap selembut sutra yang memanjakan telinga sekaligus menghipnotis hingga membuat bulu kuduk berdiri.
“Pertama, kalian akan diburu sebagai seorang penjahat. Kedua, kalian sukarela menjalani hukuman dan menjadi underground hero atau bawahanku setelahnya. Pilihlah.”
Yang pertama sudah bisa ditebak, tapi yang terakhir?
Toga menggesekkan giginya. “Apa-apaan,” bisiknya, penuh penekanan.
Jika memang bisa menjadi pahlawan, itu artinya selama ini masih ada ruang untuk Toga si Abnormal Pecinta Darah di dunia yang penuh perbedaan.
Toga mendongak, menatap Madeline yang mengangkat dagu dengan tangan bertaut di belakang punggung. Gaya yang angkuh, seolah selalu siap dengan segala jawaban, entah itu penerimaan maupun penolakan.
“Siapa kau?” tanyanya.
“Itu tidak sopan. Aku yang bertanya lebih dulu di sini.”
Dan Toga mengatupkan mulut bersama tatapan terganggu, sementara Mr. Compress merasa kalut.
Mr. Compress sudah terlalu tua untuk menjadi pahlawan, akan lebih baik bersenang-senang sebagai penjahat. Tapi kalau ia menolak sekarang, bisa-bisa Mr. Compress lenyap saat membalikkan badan.
“Jangan khawatir akan quirk-ku, kalian bisa pergi dengan tenang karena aku orang yang tahu terima kasih. Lagi pula, ada banyak orang di sini.”
Toga dan Mr. Compress saling melirik. Ucapan itu tidak bisa dipercaya. Sedari awal mereka kubu yang bertolak belakang, belum lagi keduanya berhadapan dengan Madeline yang menciptakan arena perburuan.
“Kalau begitu—yang pertama.”
Mr. Compress menoleh cepat pada Toga yang menyeringai. Sudah pasti orang sinting memilih kegilaan. Jadi ia mendesah pasrah, mengucapkan hal yang sama.
“Aku juga pilihan pertama.”
“Begitu 'kah?” Madeline tersenyum, mengarahkan telunjuk tangan dan berbisik sedih. “Sayang sekali.”
Madeline terima penolakan mereka sekalian mengampuni dosa mencuri yang dilakukan Mr. Compress, dan darah yang gugur oleh Himiko Toga dengan penghakimannya.
“Pistol Judgment.”
Tidak ada suara tembakan, hanya ada percikan merah yang tersebar akibat terpisahnya tubuh bagian atas dan bawah dari dua manusia di depannya yang tak sempat melarikan diri. Makima mendesah, pergi menggunakan jalur lain setelah menumpuk mayat menjadi satu sebelum menggunakan cahaya ilahi demi melenyapkan jejaknya. Memang akan menarik perhatian, tapi ia sudah menjauh dari lokasi.
Makima memang berterimakasih atas bantuan Toga yang sudah menyamar dan membantu Mr. Compress masuk untuk mengompres pasangan suami-istri mafia, tetapi jika melepaskan dua orang penjahat itu ke dunia luar lagi maka sama saja dengan orang idiot.
“Divisi dua, divisi tiga, divisi empat, laporkan situasi kalian.”
Makima menyalakan rokok di belakang gedung pelelangan, mendengar laporan dari para bawahan seraya menatap berbagai macam benda di langit tanpa rasa bersalah setelah membunuh dua manusia di malam dingin tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Madeline's Judgment [√]
Fiksi PenggemarBNHA x Makima ... Makima menjadi bawahan All For One, juga seorang kakak sepupu dari penerus One For All. Semuanya berjalan lancar demi kedamaian Jepang dengan membunuh pahlawan dan sampah masyarakat, hanya saja ... ada yang ganjil sejak Makima bert...