25. BELENGGU KEBEBASAN

205 61 31
                                    

HEI, MAKIMA.

Tanpa melirik Makima yang terkesiap karena nama aslinya disebut di depan dua orang baru, Tomura yang sedang mengunyah wafer itu melanjutkan maksud panggilannya dengan serius.

“Aku tahu—semuanya, dari awal.”

Makima mengerjapkan mata, menoleh pada Tomura.

“Jadi jangan menceramahiku karena aku muak sekali dipandang bodoh olehmu.”

Kali ini Makima menurut, sementara satu orang di belakang mulai teringat jika nama yang barusan mengudara pernah muncul di televisi.

“Kau Detektif Makima?” tanya Dabi, menatap penampilan kekanakan Rin yang jauh berbeda dengan Makima dewasa.

Twice bahkan membelalak. “Hah?! Seorang detektif?!”

Dan sebelum ada yang mengonfirmasi kebingungan milik dua anggota baru, Tomura berbicara lagi.

“Aku punya saran,” lanjutnya. “Kau lihat sekeliling, lalu berhenti merasa menjadi tokoh utama baik hati yang cuma memikirkan kedamaian palsu.”

Setelah selesai mengerjakan misi yang didapatnya dari komisi, yaitu membunuh beberapa petinggi yang melakukan transaksi ilegal, Makima mendatangi Tomura sebagai Rin untuk menyapa dan melihat reaksi sang adik usai All Might tiada dan All For One yang ditahan Tartarus.

Tomura Shigaraki biasa saja. Selanjutnya isi hati itu keluar, mengenai kebencian dan saran yang ingin diberikannya terhadap Makima.

Ada sesuatu yang Makima lewatkan, hal paling penting dalam kehidupan.

Kemunafikan.

Tapi bukannya, Makima dahulu bersikap begitu?

Tidak, tidak.

Semua orang perlu bersikap munafik untuk bertahan hidup. Tak ada yang bisa dikontrol mengenai hati dan pikiran orang lain, jadi semuanya harus mengondisikan diri sendiri.

Dan Makima sekarang masih sama munafik, walau dengan pembelaan bahwa dirinya melakukan itu semua demi Jepang.

Tetapi

Makima melirik Hawks yang tidur lelap di samping, merasakan kepalsuan yang tidak terbendung.

Tomura benar.

Makima harus berhenti bermain-main atau terjatuh semakin dalam menuju lubang hitam. Sebab, cepat atau lambat apa yang disembunyikan akan terkuak.

Anggap saja—Hawks yang tidak minat berkeluarga itu mencari tahu tentang Makima sebab merasa curiga tentang laporan yang diterimanya. Kemudian Hawks tahu jika Makima ialah sosok Madeline dan berniat memanfaatkan perasaannya sebelum menangkapnya. Dan Makima akan menjalankan peran sebagai gadis jatuh cinta dengan balas menghabisi Hawks nantinya.

Begitu saja.

Karena Hawks sama jahat seperti Makima yang hidup bermodalkan kata-kata 'demi Jepang' belaka.

Kami musuh dalam selimut.

Makima menelusupkan tangannya di bawah ketiak Hawks, mendekatkan pemuda itu erat ke dalam pelukan. Dirasakannya jantung yang berdebar, sementara lenguhan tertahan dari belah bibir terdengar.

“Makima-san harus berkeramas,” bisik Hawks.

Sontak mata Makima membola. Ia menciumi rambutnya sendiri, lalu bangkit untuk bersiap mandi pagi.

“Tunggu—” tahan Hawks. “Aku ikut.”

Makima melirik Hawks yang menguap dan merentangkan tangan, selanjutnya numpang berjalan ke kamar mandi dengan meletakkan dagu di bahu dan memeluk pinggangnya.

Madeline's Judgment [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang