GENTHA | Awal dari kebenaran

16.8K 1.3K 1.2K
                                    

3 hari berlalu setelah kejadian di mana Gendra melakukan hubungan bersama Thara di bawah kesadarannya.

Saat ini, Gendra sangat merasa bersalah pada Thara. Ia merutuki dirinya sendiri, mengapa dirinya begitu bodoh melakukan hubungan di saat Thara tengah menderita penyakit kanker rahim.

Thara sudah di bawa ke rumah sakit untuk di cek, dan dokter Vanya mengatakan bahwa kondisi penyakit Thara lumayan parah. Jika terus-menerus di biarkan, akan mengakibatkan hal yang buruk pada Thara. Dan Gendra tidak mau hal itu terjadi.

Dokter Vanya menyarankan agar Thara segera melakukan operasi pengangkatan rahim. Namun, Thara menolaknya secara mentah-mentah untuk melakukan operasi tersebut.

Kini, Gendra tengah berusaha membujuk Thara agar gadis itu menyetujui untuk melakukan operasi.

"Thar, kata dokter Vanya, penyakit lo nggak bisa di biarin terlalu lama. Makin hari makin parah, Thar. Mau, ya?" bujuk Gendra.

Namun, Thara tetap kekeuh menggelengkan kepalanya. "I can't have children later, I don't want to..."

Gendra menggenggam kedua tangan Thara. "No problem, Thar. Kalo lo biarin penyakit lo terus, itu bakal berpengaruh sama lo juga."

Thara menepis kasar tangan Gendra. Bulir-bulir air matanya sudah membasahi pipinya. "Bilang aja kalo kak Gendra seneng liat aku menderita setelah rahim aku di angkat. Iya 'kan?"

Gendra menghela nafas pelan, mencoba untuk tidak emosi. Bahkan kedua tangannya kini sudah mengepal dengan kuat.

Thara yang melihat tangan Gendra yang terkepal, lantas terkekeh. Thara tahu bahwa Gendra kini tengah menahan emosinya. "Kenapa di tahan? kakak mau bentak aku? mau marahin aku? atau mau pukul aku? silahkan. Aku udah biasa sama kekerasan kakak."

Gendra mengacak rambutnya frustasi. "Lo kenapa, sih, hm?" tangan Gendra bergerak untuk mengelus pipi Thara yang basah. "Siapa yang bilang kalo gue bakal bentak lo, sayang? gue cuma kesel sama ucapan lo tadi yang bilang kalo gue seneng liat lo menderita. Siapa yang seneng? gue nggak seneng, Thar."

Isakan tangis Thara terdengar sangat lihir. Sejak tadi, Thara menangis tanpa suara, dan hal itu membuat hati Gendra perih melihatnya.

"Gue tau perasaan lo, sayang. Tapi mau gimana lagi? kita udah nggak punya pilihan selain ngelakuin operasi pengangkatan rahim."

"Kalo misalkan rahim aku di angkat, aku nggak bakal bisa punya anak lagi 'kan? aku nggak bakal bisa hamil 'kan?" Thara semakin menangis saat itu juga. "Kak Gendra bilang k-kayak gitu karena kakak nggak t-tau gimana rasanya jadi aku. B-berat, kak..."

Gendra segera membawa Thara ke dalam dekapannya, dan Thara semakin meraung keras dalam dekapan suaminya.

Hati Gendra saat ini sangat rapuh. Sudah kehilangan Argas, dan sekarang di tambah masalah penyakit Thara. Gendra benar-benar di buat pusing oleh semua itu.

Gendra tidak tahu apa yang akan terjadi besok atau nanti, ia tidak tahu musibah apa yang akan tuhan berikan selanjutnya.

"Kalo udah siap, bilang gue, ya?"

Mungkin saat ini, Thara masih membutuhkan waktu untuk memikirkan operasi pengangkatan rahimnya.

Thara menguraikan pelukan mereka. Mata sembabnya menatap kedua manik mata Gendra. "Kalo kak Gendra tetep maksa, mending kita cerai sekarang aja. Maybe you don't want to be with an imperfect girl like me, yang nggak bisa ngasih keturunan," lontarnya

"Ngomong apa, sih? siapa yang bilang nggak mau sama lo? apa gue pernah bilang kayak gitu, Thar?" tanya Gendra, tak terima mendengar ucapan Thara.

Gendra meraih kedua tangan Thara, mengelus punggung tangan istrinya. "Gue 'kan, udah pernah bilang, kalo gue nggak pernah mempermasalahkan tentang keturunan."

GENTHA [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang