01

7.1K 513 6
                                    

Di dalam kamar yang cukup luas, seorang wanita tua berusia 70 tahunan terus mengelus rambut lembut gadis kecil yang ada di pengkuannya.

Gadis kecil itu memejamkan kedua matanya, merasakan elusan kasih sayang yang selalu neneknya berikan padanya setiap malam. Dia kemudian berkata, "nenek, aku ingin mendengarkan dongeng."

Wanita tua itu tersenyum lalu balas berkata, "baiklah, nenek akan menceritakan sebuah legenda yang hanya nenek yang tahu."

"Woah, legenda apa itu, nek?"

"Legenda seorang Dewi."

Kedua mata gadis kecil itu terbuka, "legenda Dewi? Aku ingin mendengarnya!"

Wanita tua itu menganggukkan kepalanya pelan, "dahulu kala ada seorang wanita berwajah cantik, dia terlalu cantik sampai para pangeran dan Kaisar memperebutkan nya tanpa memerdulikan status sosial mereka. Meski begitu, akhirnya Dewi itu menikah dengan seorang gelandangan. Hidup mereka berdua sama seperti orang lain, berjalan begitu saja. Sayangnya para Kaisar tidak terima wanita cantik itu bersuamikan gelandangan, jadi mereka memutuskan untuk membunuh suaminya. Mengetahui suaminya terbunuh, wanita itu marah. Saat itu, malam purnama datang, gunung dan lautan berteriak bersamaan dengan tangisannya. Di saat yang sama, sesosok Dewa muncul, Dewa itu menenangkan alam. Mengembalikan semuanya seperti sedia kala. Namun sayangnya, wanita cantik itu harus tertidur untuk waktu yang sangat lama karena ternyata dia adalah Dewi Alam. Kemarahannya berarti kemarahan alam juga, dan Dewa tak mau melihat dunia yang telah dia asuh selama itu hancur hanya karena kemarahan sang Dewi."

Gadis kecil itu memalingkan kepalanya menatap kedua mata sayu neneknya, "kenapa begitu? Bukankah seharusnya Dewa itu memarahi para Kaisar yang telah membuat Dewi marah?"

"Seharusnya seperti itu, tapi kematian jutaan orang yang diakibatkan dari kemarahannya membuat Dewa enggan melepaskan sang Dewi begitu saja. Setelah berselang untuk waktu yang sangat lama, Dewa itu hendak melepaskan hukuman sang Dewi, tapi anehnya sang Dewi tidak ingin melepaskan hukuman itu. Saat itu dia berkata kalau tidur selamanya lebih baik daripada harus menjalani kehidupan tanpa orang yang disayanginya. Namun Dewa juga tak bisa terus menghukum sang Dewi tanpa alasan, jadi dia membekukan tubuh sang Dewi, dan es itu akan cair setelah 10.000 tahun."

***

Langit malam yang gelap gulita, bulan bersinar layaknya lampu yang menyinari malam dan hembusan angin yang membuat rumput dan semak-semak bergoyang.

Suara serangga malam terdengar nyaring saat itu, sesekali serigala mengaum dan segerombolan kelelawar mengeluarkan suara ultrasonik nya untuk memberikan sinyal kalau tengah malam telah tiba.

Di tengah rindang nya pepohonan dan gelapnya malam, sebuah gua terlihat. Begitu seseorang memasukinya, mereka akan melihat pancuran air bercahaya biru mengalir tanpa akhir di dalamnya.

Seorang pria berjubah panjang berwarna biru langit terlihat tengah menatap genangan air. Pantulan wajahnya terlihat di sana, ekspresi sedih terlihat di wajahnya yang menawan.

Dia mengulurkan tangannya menyentuh genangan air yang menyebabkan riak kecil.

"Aku datang istriku. Waktu berlalu dengan cepat, bukan? Dulu aku sangat mencintaimu, begitupun sekarang. Hanya saja ada beberapa hal yang tidak bisa aku ubah, salah satunya adalah nasib kita berdua. Maafkan aku yang telah membuatmu menderita selama ini..."

Kelopak matanya dipenuhi genangan air mata, hingga akhirnya tetesan demi tetesan air mata terjun, bercampur dengan air kolam.

"Aku sangat ingin bertemu denganmu, tapi aku tidak bisa. Aku hanya bisa bertahan sampai sini, karena ini adalah batasan ku."

Tiba-tiba ruang di dalam gua bergetar, setitik cahaya muncul dan cahaya itu semakin bersinar. Sebuah pintu portal terbuka, ada dua orang keluar dari dalamnya.

Pewaris Sekte Kuno: Jiwa Sang DewiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang