03: My Daffodils and Lilies

18 1 0
                                    

CHAPTER 3: My Daffodils and Lilies

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

CHAPTER 3: My Daffodils and Lilies

      Pada akhirnya, selalu ada batas untuk setiap perjalanan. Selalu ada kata selesai, untuk setiap kata mulai. Itulah yang selalu dipikirkan oleh Athalia pada saat dirinya memberanikan diri untuk pulang ke Jakarta. Sebuah pertemuan dimulai dengan kisah indah pada akhirnya juga harus selesai.

"Apa kamu yakin sayang?" Percakapan yang dimulai kedua orang yang penting di keluarga Ledger. Orang tua Athalia kembali dari charity event yang telah didatangi, dan memutuskan untuk makan dirumah saja karena anak bungsunya yang tidak ingin makan keluar.

Sehingga hidangan rumah pun disajikan dan mereka bertiga mulai berbincang tentang keseharian mereka masing-masing.

"Iya mam. Lia sudah siap." Jawab Athalia perlahan, "Lia, mau mencoba hal yang baru. Ini gak gampang buat Lia, jadi minta bantuannya dari papa mami ya. Kakak sudah tau kok and mereka mendukung." Jawab Athalia, kedua orang tuanya menatap kearah anaknya dan mereka menganggukan kepala. Cecillia Ledger, ibu dari ketiga ledger bersaudara itu, berdiri dan memeluk anak permpuan satu-satunya.

"Sayang... mama bangga and mama ikut senang lihat kamu Bahagia. Tapi kalau memang butuh untuk nangis dan meluapkan segalanya mama siap disamping Lia ya... jangan di pendem lagi kayak gitu," Wanita itu tulus mengusap kening anaknya perlahan dan memeluknya.

"Lia sudah tau mau ngapain?" Tanya ayahnya dan perempuan itu mengangguk.

"Aku mau buka toko bunga pa... memang kata mami suruh aja pegang toko perhiasan di amerika, tapi," Athalia terhenti sebelum tersenyum, "Aku bener mau mencoba untuk mengiklaskan Laskar, tapi juga ingin mengenangnya. Laskar selalu membawa ke taman deket rumahnya, jadi aku ber-ide untuk buka toko bunga buat mengingat dirinya."

"Apa kamu yakin? Jangan bilang habis kamu buka toko bunga malah keinget sama Laskar and kamu kembali sama kebiasaan dulu Lia. Papa gamau kamu nangis lagi kayak dulu." Tegur ayah perempuan itu dengan tegas. Seluruh isi rumah mengerti apa yang telah terjadi pada Laskar, apa yang terjadi sehingga membuat perempuan itu jatuh depresi.

Mungkin tidak secara detail, tapi orang tua pasti tidak bisa menahan diri jika tau anaknya telah dibuat nangis oleh orang lain?

"Engga pa... jangan khawatir oke?" Tentunya Athalia tidak ingin kedua orang tuanya untuk memikirkan tentang keadaan anaknya berlebihan, sudah cukup menangisi hal seperti ini. Tentunya beban yang akan dipikulnya tidak akan seberat dengan apa yang telah dialaminya.

-

"Tok..Tok... Mami masuk boleh?" Pintu kamar anaknya yang perempuan itu terbuka perlahan dan Ibu dari perempuan itu berdiri di depan pintu itu.

"Boleh dong mam, kenapa?"

"Emang mami gaboleh nih, singgah di kamar anaknya? Mami tau kamu sudah umur 28 tahun, tapi kan kamu tetap anaknya mami," perempuan itu tertawa dan mengangguk kepala. Wanita itu mendekati anaknya yang sedang duduk menatap tembok yang berisikan pigura yang selama ini tidak pernah dilepas.

Seorang ibu akan mengerti anaknya dengan baik. Mau tidak mau seorang ibu akan lebih tau.

"Mama gak berani pegang tembok ini... mama gatau banyak kenapa kamu kenapa nyimpan segini banyak foto, tapi mama tau itu berharga buat kamu," cerita ibunya perlahan, "Kadang mama menatap setiap foto disini sambil mikir, ini semua akan menghasilkan debu yang banyak dikamarmu."

Perempuan itu menatap ibunya dan ibunya tertawa melihat anak perempuannya melototinya dengan segitu.

"Tapi akhirnya mami sadar sesuatu," Ibunya beranjak dari tempat tidur anaknya dan mengambil salah satu pigura dari tembok tersebut. Melihat pigura yang dipegang oleh ibunya perempuan itu terdiam. Sebuah foto yang dia ambil pada saat pertama kali dirinya dan Laskar pergi untuk kencan pertamanya.

"Setiap tahun, kamu mengganti fotonya, setiap kenangan yang kamu pasang disini adalah kenangan yang tidka ingin kau lupakan," Ibunya mengelap sedikit kaca dari pigura tersebut, "Seiring waktu dan kamu memajang foto di setiap pigura ini, mami bisa melihat sebuah sosok yang selalu kamu pasang."

"Laskar adalah orang penting di hidupmu kan?" Perempuan itu mengangguk. Pertanyaan yang dilontarkan kepada perempuan itu memang terkesan aneh. Orang tua mana tidak tahu anaknya pacarana jika memang ada suatu masalah?

Tapi Athalia selalu jujur dan tentunya laskar sering banget kerumah, orang tua yang tidak peka jika tidak melihat anaknya menghabiskan waktu dengan seseorang dan tidak ada rasa yang akan tumbuh. Athalia pun jujur pada saaat dirinya berpacaran dengan Laskar, bahkan pada saat Laskar menembak Athalia di kamarnya. Orang tua Athalia lah yang Laskar minta ijin terlebih dahulu.

Tapi seberapa penting orang itu, seberapa pengaruhnya orang itu dikehidupan seseoranglah yang belum tentu orang tau. Jadi tentunya pada saat berita kematian Laskar menimpah keluarga Ledger, anak perempuannya itu pun terpuruk, hingga membuat dirinya depresi. Mau tidak mau orang tuanya harus mencari tau siapa lelaki itu.

Tapi untuk mengetahui, tidak bisa hanya sekedar mencari tahu, karena doing a background check itu tidak sama dengan mengenal orang itu.

Yang mengenal seorang Laskar Alwandra adalah Athalia Ilerina. Inilah jawaban dari sebuah pertanyaan yang di cari oleh kedua orang tua anaknya. Mendengarkan anaknya yang akhirnya rela untuk melepaskan sesosok orang yang telah mewarnai hari-harinya tentu membuat seorang ibu ingin mengenal lelaki itu.

"Athalia gamau bohong ma, tapi lia sayang banget sama Laskar," Perempuan itu memulai, "Dia adalah orang pertama yang bisa kasih lia sesuatu yang bahkan Lia gapunya."

"Apa itu sayang?"

"Kesederhanaan ma. Wkwkwk aneh ya? Mama sama Papa bisa kasih aku semuanya, tap ilia hanya minta something simple. Kadang Lia binggung harus gimana sama hidup yang sangat cukup ini. Kadang Lia binggung kenapa lia bisa sampai diberkati di dalam keluarga nya Mama sama Papa. Lia sempat gamau sama Laskar, tapi gimana ya ma, Laskar itu special."

"Yang lain kalau mau nembak Lia, pakek jam, kalung, cincin bahkan ada yang rela mengisi rumah kita pakai bunga mawar. Tapi laskar simple aja nembak di dalam kamar ini. Wkwkwk Laskar ga romantis kalau dipikir-pikir, tapi Lia suka banget."

"Laskar orangnya tentunya juga anak dari keluarga yang terpandang. Aku pernah kerumahnya, tapi aku menemukan suatu hal yang lucu. Laskar itu kaya tapi hidup sangat sederhana and private. Dia satu-satu cowok yang Lia tahu rela nemenin Lia jalan ke toko buku buat belanja buku. Dia juga pernah nemeni Lia sampai pagi karena aku jatuh demam. Dia juga yang nemeni Lia karena gak ada yang mau temenin Lia di sekolah."

Ibunya mendengar perkataan anaknya perempuan dan dirinya ikut kaget tentang pengorbanan seorang Laskar.

"Dia selalu menjaga dirimu bahkan waktu papa dan mama gak ada. Tapi apakah dia juga menjaga mu pada saat dirinya tidak ada untuk mu? Apa dia juga menjaga dirimu, pada saat dirinya tidak memiliki waktu untuk bersama mu?"

Itulah akhir dari kata selesai dari sebuah cerita. Sebuah kenangan buruk dibalik seorang Laskar Alwandra. Sebuah kisah yang dimulai dan akan diselesaikan. 

 

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Langit Samudra | Lee Jeno lokal auTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang